_
Anne menatap jam tangannya, menunjukkan pukul 8 pagi, kedua sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman saat melihat pasangan yang tengah berjalan sambil menggenggam tangan dengan saling memandang dan tersenyum, ia ikut bahagia melihat itu, tetapi juga merasa sedih karena teringat dengan seseorang yang tidak akan bisa ia temui lagi untuk selamanya, selain hanya mengunjungi makamnya.
Meninggalnya Darkan sudah berlalu 3 tahun, berdamai dari rasa kehilangan seseorang yang dicintai itu sangat sulit.
Setelah lama berdiri di depan jendela apartemennya, Anne melangkah ke arah lain, lalu ia memakai mantel wol hangat, dan di pagi itu ia berencana mengunjungi makam Darkan.
Setelah tiba di tempat pemakaman umum dengan taksi, Anne berusaha menegarkan dirinya dengan mengambil napas yang dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan.
Kemudian Anne melangkah dengan salah satu tangan yang memegang sisi mantel wolnya dengan erat. Namun, ia mengerutkan keningnya saat menyadari ada seorang wanita yang berdiri di depan makam Darkan, siapa dia? Apa dia Viona? Tidak mungkin, dia pasti belum bebas.
"Permisi."
Wanita itu menoleh lalu dia membuka kacamata hitamnya. "Kau siapa?" Anne bertanya dengan sopan, dia tidak mengenal wanita itu.
Wanita itu tersenyum dan mengajaknya berjabat tangan. "Isabela, kakak wanita tertua Darkan."
Anne lantas teringat dengan yang diceritakan Darkan dulu. "Ingin berbicara denganku sebentar?" Melihat Anne tampak terkejut, Isabela memutuskan mengajaknya bicara.
Anne perlahan menganggukkan kepalanya, tetapi ia lebih dulu meletakkan bunga yang telah ia beli saat di perjalanan menuju ke pemakaman umum itu.
Dengan air mata membendung, Anne tersenyum lalu mengusap batu nisan Darkan. "Selamat ulang tahun. Hari ini hari ulang tahunmu, maaf selama kita bersama aku bahkan tidak pernah mengucapkannya."
Isabela mengalihkan wajahnya sambil menyeka air matanya yang mengalir. Selama bertahun-tahun lamanya, ia selalu berusaha meminta maaf pada Darkan atas apa yang dia alami karena ibunya, pria itu telah memaafkannya, tetapi ia masih merasa bersalah dengan hal itu.
"Mari." Anne mendekat pada Isabela, mereka akhirnya memutuskan untuk berbicara di cafè.
Anne mengambil secangkir kopi hangatnya, lalu meminumnya dengan perlahan. Kesukaannya sekarang sudah berganti, tidak lagi kopi dingin ataupun minuman bersoda, apalagi alkohol.
"Kau Anne, bukan?" Isabela bertanya sambil meletakkan secangkir kopinya, ia tahu banyak tentangnya walaupun Anne belum memberitahu apa-apa tentangnya.
Anne tampak terkejut. "Apa Darkan yang memberitahumu?"
Isabela menggeleng. "Aku mencari tahu sendiri, aku tidak dekat dengan Darkan."
"Aku juga tidak menyukai ibuku, ayahku, dan adikku. Sejak menginjak umur 16 tahun, aku memutuskan untuk tinggal sendiri di apartemen, dan sejak itu aku mencari tahu tentang Darkan, aku bertemu dengannya, aku selalu berusaha meminta maaf padanya karena aku merasa bersalah keluarganya hancur karena perselingkuhan ibuku dan ayahnya."
"Dia memaafkanku dan aku berusaha untuk dekat dengannya karena aku ingin menjadi kakak yang baik untuknya, tetapi dia menolak dekat denganku, dia memintaku dengan terus terang agar aku menjauhinya. Dia bilang jika aku berada di dekatnya dia akan selalu teringat dengan masa kecilnya yang menyakitkan."
"Tetapi saat itu tangisan Darkan juga pecah, dia menangis padaku layaknya seorang adik, dia akhirnya bercerita kalau dia kebingungan karena ternyata keluarga kakeknya melakukan kejahatan, dia benci ikut terlibat, tetapi dia terpaksa harus ikut terlibat. Dia sangat membenci dirinya sendiri, dan aku juga tidak bisa membantunya. Sejak itu juga aku tidak bertemu lagi dengan Darkan karena dia memintaku agar menjauhinya."
"Dan di hari sebelum dia tewas karena kecelakaan mobil, aku akhirnya muncul kembali ke hadapannya, aku berusaha menolongnya bebas, tetapi aku gagal, dan aku tidak menduga kalau dia akan mengalami itu..."
Isabela terisak, dan Anne sedari tadi berusaha menahan air matanya.
"Dia harusnya bisa hidup bahagia, ini tidak adil, bukan? Kudengar dia juga terkadang menderita karena sakit jantung yang dimilikinya." Isabela menyeka air matanya lalu menghela napas secara kasar.
"Anne, setidaknya dia pasti pernah merasakan kebahagiaan saat bersamamu, kan? Dia saat itu pasti sangat bahagia saat berada di dekatmu. Kalian sudah berkencan berapa lama?"
Anne akhirnya terisak, ia menunduk dan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak berhasil membuatnya bahagia, dia tetap menderita saat di sampingku, kami juga belum pernah berkencan."
Isabela menggeleng tak percaya. "Dari informasi yang kudapatkan kalian begitu dekat, tidak mungkin kalian tidak memilili hubungan apa pun."
"Itu kenyataannya, kami berdua sama-sama tidak jujur pada perasaan masing-masing, dan saat jujur waktu untuk kami bersama ternyata hanya sebentar, aku bahkan kesulitan untuk mengingat sejak kapan kami sebenarnya saling jatuh cinta satu sama lain."
"Aku juga menyesal karena saat itu aku kembali memilih menjalin hubungan dengan Jean, setidaknya jika aku tidak menjalin hubungan dengannya, di akhir-akhir kehidupan Darkan, aku pasti akan berada di sisinya."
Isabela mengelus pundak Anne. "Jangan menyalahkan dirimu."
"Aku merindukannya... aku masih berharap dia kembali walaupun itu mustahil." Anne berucap sambil menyeka air matanya dengan tisu, dan ia lantas membeku di tempat saat dari jendela di depannya ia melihat pria yang mirip sekali seperti Darkan sedang berjalan di antara orang lainnya.
Namun, tidak mungkin Darkan kembali hidup, bukan? Anne yakin, ia pasti salah lihat.
TBC
Aku galau, aku kangen tulis cerita ZIONNE, kangen momen Darkan - Anne😭🫂
Sebenernya banyak banget yang masih mau aku ceritain, affaakah kalian mau season 3??💀
Jangan lupa mampir ke dua cerita baruku yaa, kalau kalian mau baca cerita mafia yang versi red flagnya, tuh ada Dante, tapi jangan lupain Darkan😭🫂🖤See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
(²) 𝐙𝐈𝐎𝐍𝐍𝐄 || 𝐓𝐨 𝐁𝐞 𝐅𝐨𝐫𝐞𝐯𝐞𝐫
Teen FictionSeason 2 dari ZIONNE "𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘥𝘶𝘭𝘪 𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘪𝘴𝘢𝘩 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬, 𝘮𝘢𝘴𝘢-𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘶𝘭𝘢𝘭𝘶𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘬𝘶 𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘳𝘩...