𝟑𝟑. 𝐒𝐭𝐚𝐲 𝐎𝐯𝐞𝐫𝐧𝐢𝐠𝐡𝐭

623 45 10
                                    

_

■■■

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

■■■

"Ada masanya juga saat kau mengatakan yang sebenarnya tentang dirimu, orang itu tidak akan menghakimimu."

Darkan pun tidak dapat menahan air matanya lagi, air matanya mengalir, tetapi dengan cepat ia menyekanya karena merasa malu untuk menangis, dan ia tidak suka dirinya terlihat lemah.

"Darkan, sepertinya aku menyukaimu."

Mata Darkan membelalak, ia tidak dapat mengendalikan reaksi terkejutnya, apa ada yang salah dengan Anne? Mengapa dia menyukai pria sepertinya?

"Bisa kau ulangi?" Darkan bertanya untuk memastikan karena merasa takut ia salah mendengarnya.

"Sepertinya aku menyukaimu." Anne mengulang ucapannya, tetapi ia hanya berani menatap Darkan dengan ekor matanya. "Karena aku selalu memikirkanmu selama ini."

Darkan diam memperhatikan Anne dengan wajah bingung dan terkejutnya.
"Anne, jangan menyukaiku. Aku sekarang belum merasa pantas untuk bersamamu, aku masih berusaha untuk memperbaiki semuanya."

"Dan juga... sepertinya kau masih ragu dengan ucapanmu sendiri."

Anne membulatkan matanya, apakah dirinya terlalu mudah ditebak? Karena memang benar, ia masih ragu dengan perasaannya, ia tadi berbicara dengan spontan.

"Y-ya... aku masih berpikir, aku tidak sedang menyatakan perasaanku."

Senyuman di bibir Darkan mengembang, ia menyadari Anne tampaknya sangat gugup.

"Anne." Darkan memanggil dengan menatap serius padanya.

Anne perlahan mendongak, mendadak semakin gugup melihat ekspresi serius dari Darkan.

"Will you be my partner?"

Anne mengernyitkan dahinya. "Partner?"

"In crime."

Keduanya terdiam sejenak, dan tawa mereka akhirnya pecah karena candaan tersebut. "Selera humormu cukup aneh." Anne berucap sambil mengendalikan tawanya.

"Kau tidak takut padaku? Meski telah tahu siapa aku yang sebenarnya?"

Anne terdiam, nyatanya ia masih belum mengetahui banyak hal tentang Darkan, masih ada banyak hal yang mengganjal di hatinya.

"Aku... percaya padamu, sejak pertama kali kita bertemu... nyatanya kau selalu berusaha melindungiku, tetapi... bolehkah aku bertanya suatu hal, dan jawablah dengan jujur."

"Katakanlah." Darkan tersenyum dengan tulus.

"Di mana Enzo dan dua pelaku lainnya yang mencelakaiku dulu? Aku tahu perjanjian kita telah berakhir, tetapi... bisakah kau memberitahuku di mana mereka sekarang?"

Darkan menelan ludahnya tanpa mengalihkan pandangannya dari Anne.

Anne diam memperhatikan Darkan. Jadi, pria itu masih saja akan melindungi rekan kerjanya? Melihat diamnya Darkan tentu saja ia mengerti jawabannya.

"Jika kau tidak ingin memberitahuku, tidak apa-apa, aku bisa mencaritahunya sendiri." Anne berkata tanpa keraguan dalam ucapannya, tetapi ia kecewa dengan keputusan yang diambil Darkan.

"Italia, mereka berada negara ini sekarang, tetapi jika kau ingin mereka semua masuk ke dalam jeruji besi, kehidupan mereka pun sudah hancur—"

"Dan apa kau pikir mentalku pada saat itu tidak hancur??" Anne menyela dengan nada tinggi.

Darkan mengatupkan mulutnya.
"Maafkan aku..." ia merasa bersalah karena sebelumnya berpikir seharusnya Anne melupakan masa lalu, dan hidup dengan baik karena sudah ia pastikan Enzo tidak akan macam-macam dengannya lagi.

"Aku ingin tidur, silahkan pergi." Anne berusaha berucap dengan baik-baik.

"Bolehkah aku menginap malam ini?"

Anne lantas melayangkan tatapan tajamnya. "Tidak ada tempat tidur lain, apa kau ingin tidur di lantai??" tanyanya dengan sinis.

"Ada sofa." Darkan menunjuk sofa di sampingnya.

Anne diam, belum menyetujui permintaan Darkan.

"Karena ini sudah sangat malam, benar seperti yang kau katakan tadi, kita harus beristirahat, dan esok hari mari bercerita tentang kita." Darkan melanjutkan ucapannya.

"K-kita??" Anne menatap dengan gugup dan dengan gerak-gerik yang kikuk, kata itu entah mengapa membuatnya sangat gugup.

Darkan mengangguk dan tersenyum. "Sudah waktunya kita bercerita tentang diri kita masing-masing, bukan? Aku ingin mengenalmu lebih jauh."

"Maksudku, aku ingin tahu tentang kenapa kau pergi ke pelabuhan itu, dan mengenai hilangnya saudaramu." Darkan mengoreksi perkataannya sendiri.

Namun, Darkan memang sengaja menggoda Anne, ia merasa gemas melihat kegugupannya.

"Y-ya, kau boleh tidur di sofa." Anne menunjuk dengan dagunya ke arah sofa panjang yang berada di sekitarnya, lalu ia dengan cepat melangkah masuk ke dalam kamar mandi.

Darkan tersenyum, ia merasa gemas melihat respon Anne yang tampaknya sangat gugup, sampai-sampai pipinya memerah, ia pun sebenarnya gugup memikirkan pernyataan perasaan Anne tadi, apakah itu sungguhan?

Sementara itu, di depan cermin Anne menggerutu, ia kesal karena menyadari wajahnya terlihat memerah.

Anne menepuk-nepuk pipinya, berharap semu merah di pipinya menghilang, meskipun ia tahu itu sia-sia, dan itu akan menghilang dengan sendirinya.

Anne menghembuskan napasnya, dan mulai menatap serius dirinya sendiri melalui pantulan cermin di depannya.

Besok adalah waktunya memulai pertualangan yang sesungguhnya.

Anne berharap besok Darkan akan mengatakan apa pun dengan jujur, tidak lagi berbohong seperti dulu.

Anne pun berharap Darkan akan berubah pikiran, dan tetap membantunya memasukkan Enzo dan dua pelaku lainnya ke dalam jeruji besi, atau setidaknya dia akan memberitahu di mana lokasi ketiga orang itu berada.

TBC

Kalian ada yang nyadar gak sama kalimat yg pernah aku spill di tiktok 😆🖤

Kalian ada yang nyadar gak sama kalimat yg pernah aku spill di tiktok 😆🖤

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.






(²) 𝐙𝐈𝐎𝐍𝐍𝐄 || 𝐓𝐨 𝐁𝐞 𝐅𝐨𝐫𝐞𝐯𝐞𝐫 Where stories live. Discover now