8

44 3 0
                                    

8

Langit di atas kediaman Dice sudah berubah gelap ketika Misca dan Brian tiba di sana dengan selusin bir dingin. Mereka jarang langsung masuk ke dalam area rumah si kembar lewat depan. Mereka lebih senang memutari taman dari parkiran kemudian duduk di rerumputan belakang. Di sana tempat mereka berkumpul, yang selalu tersedia kotak pendingin juga perapian kecil.

Dari sana, mereka bisa melihat langsung ke dalam rumah lewat jendela dapur. Carol dan Hera berdiri di dalam sana. Brian dan Misca memanggil, melambai. Tapi wajah keduanya terlihat terlalu serius. Dan balasan lambaian itu terkesan kering.

"Itu Hera atau Hana?" tanya Brian. Jaraknya terlalu jauh untuk mengenali si kembar.

"Aku tak yakin, tapi seragam itu—itu jelas Hera," jelas Misca. Ia mulai yakin. Matanya memincing. Cemburu segera masuk ke pikirannya. "Apa kita harus masuk ke sana?"

"Tak perlu, mereka akan segera ke sini." Brian meyakinkan, ia meneguk bir itu dengan rakus.

"Tapi..."

"Begitu mereka keluar, obrolan mereka akan sampai ke sini juga."

"Bagaimana kalau mereka punya rahasia?"

"Hush!" potong Brian cepat. "Hal pertama adalah kejujuran. Hal kedua adalah kepercayaan."

"Kamu sedang mengutip dialog dari film Raya and The Last Dragon?"

"Oh, kamu masih menonton kartun?" tangkis Brian.

Misca memutar bola matanya, merasa sia-sia bicara pada Brian. Ia mulai sadar, kecurigaannya hanya sebatas rasa cemburu yang mungkin kurang beralasan. Sebentarnya pintu belakang dapur terbuka. Carol dan Hera keluar dari sana, beriringan menuju tempat duduk favorit mereka masing-masing.

"Bagaimana Hope?" tanya Misca langsung.

"Tanya kabar dululah," kata Brian.

"Aku tidak suka basa-basi." Misca menjawab kaku. Ia gemas, sejak tadi dilarang melakukan keinginannya. Hera bertatapan dengan Misca, kemudian menghindar dari gadis itu. Ia duduk di sebelah Brian, pura-pura tidak mendengar pertanyaan Misca.

"Aku ingin bicara serius." Hera menggaruk dagunya. Lalu serentak yang lain diam, mendengarkan.

"Soal apa?" Brian dan Misca bertanya bersamaan.

"Taruhan itu, aku ingin kalian membatalkannya."

"Aku setuju." Misca tidak perlu mendengar alasan. Ia senang kalau taruhan tidak jadi.

"Tunggu, kenapa?" tanya Brian.

"Karena Hope bukan perempuan jahat seperti yang kita pikir," jawab Carol. Terlalu mantap untuk sebuah dugaan.

Hera langsung menoleh pada temannya itu. Tidak tahu kenapa, tapi seingatnya, Carol adalah yang paling setuju dengan rencana itu kemarin. "Hei kamu berubah pikiran. Apa yang sudah dikatakan Hana padamu?"

Carol menunduk agar raut wajahnya tidak kentara. "Tidak ada."

"Apa Hana menyukai gadis itu?" Hera merasa curiga.

"Tidak tahu," kata Carol lugas.

Hera menghela nafas. "Baiklah. Kita batalkan, ya?"

"Baiklah," sahut Brian. Nada suaranya sedih, kecewa. Ia mengambil ponselnya kemudian mencari-cari sesuatu di sana.

Misca melirik dari tempatnya. "Hei, kamu bikin pamflet?"

"Pamflet apa?" tanya Hera.

"Taruhan. Dia memang selalu bikin pamflet untuk semua taruhan kita," kata Carol setelah melirik pada ponsel Brian.

4. Pair a Dice GxG (END)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu