27

28 3 0
                                    

27

"Aku bahkan bisa menulis sebuah novel setebal tiga ratus lima puluh halaman kalau membahas tentang sejarah keluargamu, del Faith."

Kedua kaki Hope saling berlomba. Satu maju ke depan; yang lain mengejar dan membuat yang lain tertinggal di belakang. Kaki dibuat Tuhan berpasangan, maka mereka dikatakan sempurna. Tapi tak bisa tanpa mendahului atau mengalah pada yang lain.

Setiap hari Hope mengalah. Tapi, tak ada yang pernah memberinya kesempatan. Ia tertinggal di belakang. Sendirian.

"Termasuk adegan saat kamu meracuni kakakmu agar dia terus gagal pada pertarungan akhir. Sehingga ia harus mengulang lingkaran setan yang kamu buat sendiri untuk keuntunganmu?"

Yang membuat Hope mempertanyakan keputusan demi keputusannya, adalah rasa takutnya. Ketakutan adalah ketidak mengertian. Hope memang tersinggung dengan kata-kata Carol. Gadis kaya itu menghinanya. Tapi bisakah seseorang merasa tersinggung atas sesuatu yang tidak ia mengerti sama sekali?

Percaya pada takdir adalah pasrah. Berjuang merubah nasib adalah tidak tahu diri. Tuhan memelihara manusia, kata ayahnya, kata ibunya, kata semua orang yang punya kesempatan mengucap selamat malam sebelum tidurnya. Namun, itu tidak lama. Tidak sampai ia mengerti siapa mereka. Tidak sampai ia mengerti apa artinya tidak punya uang, apa artinya mati, apa artinya tidak punya siapa pun.

***

"Tapi kenapa aku harus melakukannya pada Hana kalau memang lawannya akan lebih tangguh darinya?" Hope lemas. Kopi pagi ini tidak membuatnya merasa segar sama sekali.

"Ya, kamu lakukan saja. Kita jaga-jaga. Lagi pula setelah kuhitung, keuntungan kita akan jadi dua kali lipat kalau dia 'main' satu putaran lagi. Artinya, hutang keluargamu lunas."

"Lunas..." Hope mengulang kata Januar. Ia menatapi potongan ayam tepung di dalam kantong kertas yang dibawakan Januar.

Kalau saja Hope boleh tahu apa rencana yang sebenarnya.

"Hana tidak akan menolak sebotol kecil opiod. Masalah ini lebih mudah sekarang. Kamu hanya tinggal mengulurkan ampul ini padanya," kata lelaki itu lagi.

Lalu barusan Brian mengajaknya bertemu. Ia bicara mengenai kandidat baru. Keuntungan bagus. Prospek bagus. Tapi, gadis itu masih belum tahu rencana yang sebenarnya. Siapa menjual siapa.

Sedang, tugas Hope masih sama.

Sejak kapan Januar dan Brian satu suara? Apa artinya meracuni Grace? Siapa yang sengaja membunuh Grace dan menjadikan Dice sebagai kambing hitam kecelakaan itu? Kenapa harus Dice? Tanya Hope dalam hati.

Januar adalah orang pertama yang menyelamatkan Grace dari pemerkosaan malam itu. Tangan kasarnya yang membuka sumbat di mulut Hope, memotong tali yang mengikat badannya. Hanya uang yang tidak bisa ia tolak. Januar menjual Grace ke arena pertarungan karena hutang keluarga mereka.

Brian hanya seorang penjudi. Ia melempar keberuntungan ke langit seperti laut dan air garam. Dan menadah tangan ketika hujan turun. Tapi menyakiti sahabatnya sendiri, saudara sepupunya sendiri? Dia tak akan berani.

Sedang Carol gadis yang pintar. Ia tahu semuanya. Ia menggunakan uangnya dengan baik. Ia membeli semua informasi untuk dirinya tanpa pernah mengungkapkan kebenaran di depan siapa pun.

Kenapa? Apa yang ia kejar? Apa yang membuatnya begitu terobsesi pada keluarga Dice? Atau ia sengaja, memiliki semua informasi agar hanya dia yang punya celah untuk menyembunyikan tangan kotornya? Hari ini ia sudah membuktikan kecerdasan genetika yang mengalir dalam darahnya. Ia bisa membuat Hera membenci Hope hanya dengan dua kata.

"Petidin, Hope?"

Hope percaya semua pengkhianatan muncul dari orang yang terdekat. Demikian, maka rasa sakitnya akan lebih menyayat. Hope berjalan terus sampai rumah. Ia menemukan Januar duduk bersandar di teras. Merokok ganja terang-terangan di sana. Asapnya menusuk hidung gadis itu. Tapi di tengah badai mental yang sedang melandanya, ia berharap bisa mabuk lebih cepat.

"Dari mana saja? Aku mencarimu." Januar bicara seperti sedang menyanyi.

"Aku punya ponsel, kamu bisa menghubungiku, Januar." Skeptis, Hope tahu kalau lelaki ini benar-benar mencarinya, ia tak akan duduk santai sekarang ini.

"Aku hanya ingin tahu keadaanmu." Januar mendengus. Sesekali menggaruk hidungnya yang gatal.

"Ya," kata Hope. "Hm, Januar, aku ingin tahu kalau kamu bisa menjawab sebuah pertanyaan cepat."

"Apa yang tak bisa kujawab?" Januar menyombong.

"Di mana kamu saat Grace tertabrak dan tewas?"

Januar batuk. Tapi wajahnya serius. "Aku sedang di Arena. Menghitung keuntunganku."

"Malam itu Grace kalah. Apa kamu bertaruh bukan untuknya?" Nada suara Hope jadi tajam.

"Memangnya kenapa kalau aku bertaruh untuk orang lain?" Januar berdiri, meski sempoyongan ia dapat menangkap rambut Hope dan menariknya sampai gadis itu berlutut di lantai.

"Aku hanya bertanya, sungguh," rintih gadis itu. Air matanya menetes ke pipi. Tapi hanya karena reflek, bukan cengeng.

"Baiklah." Januar melepaskan pegangannya. Hope sedang menarik nafas ketika lelaki itu menendang perutnya. Kekuatannya tak seberapa. Tapi ujung sepatu Januar cukup tebal, Hope langsung merasa mual.

"Apa kamu tidak bosan miskin, Hope? Apa kamu tidak bosan, ke mana pun kamu pergi berjalan kaki? Apa kamu tidak bosan dengan hanya mencari keuntungan dari orang lain?"

Hope diam. Kata-kata Carol berputar lagi dalam ingatannya seperti lalat yang menjengkelkan.

"Kuberi kamu kesempatan untuk punya uangmu sendiri, kenapa kamu tidak mau?" Januar duduk di lantai tepat di depan wajah Hope. "Aku yang menolong kalian hari itu. Waktu anak-anak orang kaya itu datang, menyiksa pacarku, mengikatmu. Dan sampai Grace mati, aku tidak mencari siapa pun untuk menggantikannya. Aku menjagamu dengan caraku. Apa seorang del Faith tahu cara berterimakasih? Aku hanya membuat mereka menerima ganjaran akibat ulah mereka. Anak-anak orang kaya itu. Mereka butuh tahu cara berbagi denganmu. Dengan kaum kita. Tidak dengan cara yang baik, karena mereka terlalu pelit. Mau tidak mau kita harus mengambilnya dengan cara kita."

"Kita bisa mencari pekerjaan lain." Hope mual sekali, sekarang ia malah bisa merasakan darah di lidahnya.

"Maksudmu bekerja untuk mereka, di bawah karpet mereka?" Januar tertawa, "Lihat sendiri bagaimana anak-anak mereka membuang uang untuk hal-hal tidak penting. Kamu pikir berapa mereka bisa membayar pegawai kecil? Hidup di kota ini, yang kaya makin kaya yang miskin cepat mati. Grace itu bukti nyata! Berapa dispensasi mereka untuk pemakamannya? Dan mobil sialan itu, mereka tidak memperbaikinya, mereka membeli mobil baru, sementara pacarku, Hope... Grace-ku, tidak bisa dihidupkan kembali dengan peti mati halus itu."

Pidato yang menggetarkan, Hope pelan-pelan duduk. Nafasnya sudah setegar biasanya. Terus terang telinganya sudah panas karena omongan Carol, sekarang Januar tidak juga membuat hatinya tenang.

"Aku sudah mengerti, Januar," kata Hope. "Aku akan mengikuti semua rencanamu."

Januar tidak bilang apa pun lagi, spontan lelaki itu memeluk Hope.

"Aku sayang padamu, Hope. Aku sayang padamu, dan Grace juga." Girang, lelaki itu seperti berubah wujud jadi bocah berumur enam tahun yang diberi hadiah boneka.

Hope kali ini tidak main-main dengan niatnya. Demi Grace, juga dirinya, dia akan melakukan apa pun untuk membuat mereka membayar semua omong kosong yang dituduhkan balik padanya.

"Kalau aku boleh tahu Januar, kapan pertarungan Hana selanjutnya?"

"Bukan kapan," kilah Januar. Ia mendekat pada Hope, membelai rambut perempuan itu dengan lembut dan perasaan sayang. 

4. Pair a Dice GxG (END)Where stories live. Discover now