15

33 4 0
                                    

15

Hana masuk ke dalam kamarnya dan cepat-cepat menutup pintunya. Ia ingin menghancurkan sesuatu—apa pun yang bisa mengurangi rasa kesal sekaligus gemasnya pada Hera. Apa pun yang bisa menguapkan rasa marahnya ke udara. Sepertinya, semakin ia berusaha menghargai dan menghormati keputusan kakaknya, semakin Hana ditarik ke dalam lumpur hisap. Hana memang belum tahu akan seperti apa masalah yang dibawa oleh gadis bernama Hope itu. Tapi membayangkannya saja, ia sudah takut duluan.

Jangan ditanya soal perasaannya pada perempuan itu. Hope memang tampak seperti gadis biasa. Perawakannya sederhana, wajahnya manis, rambutnya terawat dan bersih kulitnya. Sehingga, ketika dulu Hana melihat Hope dipojokkan oleh dua lelaki di samping gudang universitasnya, ia merasa tidak tega. Lagipula, beban kematian Grace sudah dilempar semua ke atas bahunya sejak awal. Hana yang harus mempertanggung jawabkannya.

Hana tentu pernah ada keinginan untuk dekat dengan gadis del Faith itu. Tapi, dalam pikirannya, ia baru akan mendekati Hope ketika urusan Arena selesai. Satu masalah di satu waktu. Hana tak ingin membuat keadaan semakin kusut.

Apa kata orang tuanya nanti? Apa kata teman-temannya? Sementara mengharapkan perempuan seperti Carol bukanlah masalah kecil. Seperti halnya Misca dan Hera yang bersembunyi selama ini. Ia tidak ingin punya relasi 'petak umpet' dengan Carol. Tapi, apa Carol juga merasakan hal yang sama?

Hana bukan perempuan yang pandai membaca wajah. Apalagi yang tak kentara seperti emosi dan perasaan. Ia seringkali lari dari kebutuhannya sendiri, dan sok jagoan untuk orang lain. Sekarang Hope sudah bersama dengan Hera. Dan Hana, tidak berani berbuat banyak. Maka ia menyembunyikan apa pun yang ia rasakan dari siapa pun. Ia juga tak ingin Carol tahu. Hana menyukai gadis bermata sipit itu sejak kecil.

Membayangkan teman kecilnya itu membuat buluk kuduk Hana berdiri. Ia segera buka baju, semoga mandi bisa membuat pikiran kotornya menjauh dengan cepat. Atau sekedar masturbasi mungkin bisa membuat perasaannya lebih baik.

Dan rencana itu sepertinya harus ditunda, karena Misca yang masih sesenggukan tiba-tiba keluar dari kamar mandinya.

"Ya Tuhan, kenapa kalian hobi masuk ke dalam kamarku diam-diam?" Hana memaki pada mantan pacar kakaknya.

Misca mengusap air matanya. Bibirnya menjadi lebih penuh karena tangisan. Misca gadis yang cantik, matanya bulat bercahaya. Ia pandai berdandan, ia pandai memilih pakaian. Misca gadis yang anggun, begitu komentar yang sering didengar Hana. Misca mendekati tubuh Hana agar bisa melihat setiap goresan dan gumpalan otot milik temannya itu. Sesekali bahunya naik turun karena kesedihan. Misca mengulurkan tangan untuk menyentuh Hana.

"Misca, aku ini Hana." Hana mundur saat Misca menyentuh tubuhnya. Dipikirnya, air mata membuat Misca jadi tak bisa membedakan yang mana Hera atau dirinya.

"Aku tahu kamu Hana."

"Kalau begitu keluarlah dari sini sebelum ada yang melihat dan salah paham." Hana memikirkan Carol.

"Kamu tidak pernah menyakiti siapa pun. Karena kamu bukan Hera." Misca menunjuk tepat di bawah lengkungan leher Hana.

Hana semakin panik, mengusir Misca. "Keluarlah dari kamarku, Misca! Aku ingin mandi, aku ingin privasi." Hana mewanti-wanti.

Tapi Misca sedang kumat nekatnya. Gadis itu memilih untuk melucuti pakaiannya sendiri. Ia perlakukan Hana seperti saat dirinya bersama Hera. Ia paksa si bungsu Dice untuk menikmati tubuhnya.

Hana mundur beberapa langkah, sampai sebuah lemari membuatnya terpojok. "Misca, kendalikan dirimu. Aku tahu kakakku bersikap jahat padamu." Tangan Hana mencengkram bahu Misca agar jarak mereka tetap terjaga.

"Oh! Sial..." Carol menyesal karena dengan lancang membuka pintu kamar Hana tanpa mengetuk lebih dulu. Carol meyakini diri kalau ia sudah salah melihat. Pasti ada penjelasan dari kejadian di depan matanya ini. Carol berusaha merayu dirinya untuk tetap di sana. Tapi, ia tidak bisa. Ia merasa cemburu dan terlukai. Dan mumpung gagang pintu masih ia genggam, pintu itu ia tutup lagi.

4. Pair a Dice GxG (END)Where stories live. Discover now