17

36 4 0
                                    

17

Rasanya seperti dikembalikan ke cerita awal. Tapi dengan tujuan yang berbeda.

Hera berlari kecil di dalam gedung gelap itu. Dan sekarang cuma Brian yang sudi menemaninya. Kekacauan di acara ulang tahun kemarin benar-benar mengguncang mental semua orang—memang. Kalau bukan karena harus, Hera pasti memilih menggulung diri di dalam kamarnya. Atau menggali tanah dan mengubur dirinya.

Sejak pagi Carol sibuk dengan ponselnya. Ia memastikan pesanan makanan dan minuman datang tepat waktu. Dan, tentu beberapa hal yang dibutuhkan untuk dekorasi ruang keluarga Dice. Agar ulang tahun si kembar menjadi lebih meriah.

Ketegangan masih membara di tengah lingkaran mereka. Carol dan Misca memang masih bermusuhan. Misca dan Hera juga belum bicara banyak. Seperlunya saja, yang tak ada hubungannya dengan perasaan. Apalagi antara si kembar. Hana masih sering mengurung diri di dalam kamarnya karena wajahnya penuh jahitan. Wajahnya yang menawan sudah berubah. Misca menyayangkannya—yang hampir saja membuat Carol kebakaran rambut dan ingin membakar rambut cantik-mahal-terawat milik Misca. Brianlah yang akhirnya menjadi media penyambung aspirasi di antara mereka.

Acara ulang tahun kembar Dice ini sudah seperti sebuah adat bagi mereka. Tidak ada yang lebih dipikirkan dari acara untuk si kembar. Karena hanya ulang tahun si kembar saja yang dapat membuat Brian, Misca dan Carol melakukan apa pun yang mereka mau. Mereka tidak punya kesempatan seperti itu di acara ulang tahun mereka sendiri. Dan, tidak ada yang tega meninggalkan si kembar berdua saja setelah insiden 'bingkai foto' itu. Khawatir tidak ada yang menolong tepat waktu—kalau mereka akan saling membunuh lagi.

Carol memaksakan diri untuk bicara pada Hana. Menawarinya kopi, teh, makan siang, makan malam. Pokoknya apa saja yang Hana inginkan agar kondisi kesehatannya membaik. Tapi Hana seperti biasa, ia tidak bicara terlalu banyak. Terlebih karena jahitan di ujung atas bibirnya. Brian benar. Kini ia jadi lebih mirip artis yang punya bekas luka di wajah. Ia cacat. Hana sendiri sedang berusaha ikhlas, ini kecelakaan. Ini salahnya.

"Apa kamu pikir acara ulang tahun ini benar-benar perlu?" tanya Hera pada Brian. Seperti juga Hana bertanya pada Carol suatu ketika.

"Semua hal sudah dipesan jauh-jauh hari. Kuharap kalian tidak bertengkar nanti," jawab Brian.

"Kenapa tidak diberikan saja pada panti asuhan?" tanya Hana di tempat lain, pada Carol.

"Apa orang tuaku datang?" tanya Hera. Ia takut disalahkan karena sudah merusak permanen wajah adiknya. Ia takut dicap sebagai kakak yang jahat, meski mungkin demikian adanya.

"Tidak. Hanya kalian berdua, Misca, Carol dan aku," jawab Brian.

Hera mengangguk. "Hope, jangan melupakannya." Takut-takut Hera mengucapkan nama gadis itu. Khawatir Carol akan memojokkannya lagi. Atau Misca akan mengamuk.

"Kuatur. Aku akan atur." Brian berjanji. Meski ia tak benar-benar mengabari yang lain soal kedatangan gadis del Faith.

Lima menit sebelum mereka akan memulai acara, Carol naik untuk mencari Hana di kamarnya. Sejak kejadian yang lalu, ia membiasakan diri untuk mengetuk pintu.

"Aku di dalam, masuklah," kata Hana. Bicaranya masih belum lepas.

Carol masuk ke dalam. Melihat Hana masih di atas tempat tidurnya, perempuan itu segera mendekat. "Apa kamu tidak enak badan? Kenapa belum siap?"

Hana memberinya pandangan yang serius. "Aku masih belum mengerti kenapa kamu baik sekali pada kami. Kalian. Kerjaku hanya bikin masalah. Bikin kalian malu. Tak ada tamu yang kita undang hari ini, tapi kenapa kalian masih sangat serius merayakan ulang tahun kami?" Hana merasa sungkan.

4. Pair a Dice GxG (END)Where stories live. Discover now