33

33 4 0
                                    

33

Semula, Misca memang dengan sengaja menutup matanya dan pura-pura tidur untuk mengelabui si sulung Dice. Misca tak ingin terlihat bersedih, ia tak ingin terlihat seperduli itu pada Nafas. Entah soal kecelakaan yang menimpanya dan apa pun. Ia tak ingin menunjukkan ekspresinya di depan Hera. Ia menghargai si sulung Dice yang saat ini masih kekasihnya.

Terutama, Misca sedang tak ingin bertengkar.

Misca tahu, hubungannya dan Hera yang ini bukanlah hubungan yang serius. Tapi ia tak ingin perpecahan terjadi dari pihaknya. Kalaupun hubungan mereka sekarang sepalsu itu, Misca tak mau jadi orang yang mengancurkannya.

Ia hanya ingin menjaga perasaan Hera, kalaupun Hera masih punya perasaan padanya. Meski Misca tidak sebodoh itu untuk tahu bahwa Hera menggunakannya hanya sebagai pelampiasan cintanya yang tak sampai pada Hope del Faith.

Ini tak ada bedanya dengan Misca. Hubungannya dengan Hera merupakan rencana distraksi dari perasaannya pada Nafas.

***

Sudah dua jam berlalu, setelah Hera mengantar Misca ke kamarnya dan membiarkan gadis itu tidur. Sampai saat ini, Hera belum juga kembali ke sana. Misca akhirnya mendudukkan diri di atas kasur.

Kepalanya pusing, perutnya mual dan tenggorokannya kering. Misca minum alkohol terlalu banyak. Kini, Hana pasti lebih tersiksa darinya. Tapi, senang rasanya menemani Hana, karena si kembar Dice yang satu itu tak banyak bicara dan tidak suka menggurui orang lain seperti kakaknya, atau pacarnya.

Misca baru saja melangkahkan kaki keluar kamar untuk mengambil air ketika suara ribut itu datang dari kamar Hana. Sedikit khawatir kalau keributan tersebut adalah ulah Hera, Misca memutuskan untuk mengetuk pintu.

"Hai, Misca..." Carol membuka pintu, hanya empat puluh lima derajat, sehingga Misca tidak bisa mengintip ke dalam.

"Aku dengar suara ribut. Apa Hera di dalam?" Misca ingin tahu.

Carol menggeleng. "Tidak ada." Ia teringat sesuatu lalu menutup pintu. "Tunggu di sana." Sebentarnya, Carol muncul kembali. Ia berjalan ke luar dan menghadapi Misca setelah menutup pintu kamar Hana.

"Nafas meninggalkan ini untukmu." Ia menyodorkan flashdisk abu-abu metalik yang ia temukan tadi pagi pada Misca.

Misca mengambilnya, membaca huruf N di sana dan mengucapkan terimakasih.

"Aku akan pulang," katanya lagi.

Carol melambai, lalu dengan cepat masuk kembali ke dalam kamar Hana.

Sementara Hera, Misca menemukannya sedang duduk sendiri di dapur.

"Halo," sapa Misca.

"Halo, Sayang." Hera bangkit dari duduknya, mengambil segelas air untuk Misca.

Misca meminum air itu hingga habis. "Aku akan pulang."

Hera mengangguk. "Hati-hati."

"Terimakasih," jawab Misca. Agak aneh melihat Hera begitu tenang.

"Apa kamu akan baik-baik saja?" tanya Hera. Matanya memancarkan kekhawatiran yang tulus.

"Kepalaku sakit sekali." Misca tahu akan ke mana arah pembicaraan itu. Tapi ia harus tetap bersikap seperti Misca yang biasanya.

"Maksudku, soal Nafas." Hera mendekatkan jarak. "Polisi belum menemukan ma... Polisi belum menemukannya."

"Ya, aku tak tahu harus baik-baik saja atau tidak. Aku dan Nafas tidak sedekat itu." Misca menyangkal perasaannya sendiri.

Hera memandang Misca, seolah ia tahu. "Aku tidak akan marah, Misca. Seharusnya aku tidak merebutmu darinya." Suaranya terdengar sungguh-sungguh. Pada saat itu Misca sudah tidak kuat lagi.

4. Pair a Dice GxG (END)Where stories live. Discover now