23

28 4 0
                                    

23

Tubuh manusia terdiri dari ribuan sel, saraf, otot, organ, tulang, darah. Zat. Cair, padat bahkan gas. Kompleks. Fisik maupun mental. Tubuh manusia adalah semacam mesin yang bergerak sendiri, memprediksi secara intuitif, bekerja secara otomatis dan merevisi dengan cerdas semua hal yang terjadi di dalam sana, terhadap semua kejadian dari luar. Lewat kelima indra. Luar biasa dan sulit disederhanakan.

Maka, ketika suatu kali tubuh kita mengalami trauma atas rasa sakit, kecelakaan yang mengakibatkan luka (dalam hal ini fisik maupun mental), sistem kerja saraf pusat akan mengirimkan sinyal ke otak dan menginterpretasikan kejadian tersebut sebagai sebuah rasa sakit.

Sistem kerja saraf pusat diselimuti oleh protein yang disebut opioid reseptor. Fungsinya menghentikan kemampuan saraf pusat untuk mengirim signal rasa sakit. Tubuh kita sendiri dapat melepaskan anti nyeri alami. Dalam hal ini, kita akan sering mendengar istilah endorphine. Layaknya sebuah kunci, zat ini akan meredakan rasa sakit kita secara bertahap dan mencegah rasa panik.

Kalau semua orang mengerti dan sadar bahwa tubuhnya sendiri dapat memproduksi opium paling masuk akal tanpa efek samping... Andai saja. Maka Brian tidak akan dengan sengaja memaksa Hana mengulum morphine, opioid, ketika Hera menghantamkan bingkai kaca itu ke wajah adiknya.

Tentu banyak jenisnya, tapi secara fundamental... morphine, opium dan zat anti nyeri lainnya akan menghasilkan zat kimia yang serupa dengan endorphine untuk menghentikan sinyal rasa nyeri. Meski tidak hanya itu.

Jauh di dalam otak Hana, ada sebuah desa yang warganya adalah sistem saraf yang disebut VTA (Ventral Tregmental Area). Di dalam desa tersebut, saraf memproduksi sebuah zat maniak rasa senang yang dikenal dengan dophamine.

Kenapa saraf maniak? Karena jika tubuh kita menemukan sesuatu yang menyenangkan, maka saraf tersebut akan terus berproduksi. Dophamine memberi kita efek nyaman, tenang, euphoria. Setelahnya, dophamine akan membuat kita terus mencari dan menggali hal-hal yang menyenangkan.

Singkatnya, dophamine yang dihasilkan dalam tubuh Hana adalah dophamine manja dari zat opium sendiri. Tentu ada sisi gelap yang belum Hana sadari sama sekali di sana. Tubuhnya jadi malas, sistem saraf pusatnya hanya makan gaji buta. Berkali-kali ia mencari Brian sembunyi-sembunyi seminggu ini. Tubuhnya mulai resis, semakin lama ia semakin kebal dan dosisnya jadi semakin tinggi. Resikonya?

Malam itu juga, ia pamit ke kamar mandi ketika Carol sedang menenangkan Hera di dapur. Misca sudah pergi, begitu juga tamu mereka. Perempuan tomboy bernama Nafas. Hera yang tidak biasa kalah merajuk bersikap seperti bayi yang minta diganti popoknya. Sehingga Hana menjadi punya alasan untuk lepas dari pengawasan kekasihnya.

Lagipula, kenapa ia harus diawasi? Hana perempuan yang menginjak umur dewasa. Ia bisa mengawasi dirinya sendiri.

Setelah menutup pintu kamar mandi lantai bawah dan menguncinya. Ia duduk di atas kloset dan segera menghisap kokain yang diberikan Brian dengan rakus. Sambil sempoyongan mencuci wajahnya, agar noda putih bersih dari wajahnya.

Hana tidak mau tahu kapan mulanya ia mulai sangat membutuhkan benda sialan itu. Yang ia tahu, wajahnya terasa ngilu. Rasa sakitnya lebih parah dari pada ketika kaca bingkai itu menancap di wajahnya. Ia tidak tahan. Kalau ada yang harus disalahkan karena kebutuhannya kini, itu adalah salah Hera. Sekali ini, Hana akan menyalahkan kakaknya secara terang-terangan. Kalau perlu di depan ayah dan ibu mereka.

Setelah merasa nyaman, Hana menuntun dirinya sendiri keluar dari kamar mandi. Tangannya menggapai dinding agar tak terlihat oleng. Jangan sampai ada yang tahu kalau ia sedang mabuk.

Sebelum menaiki tangga, Hana berpapasan dengan Carol dan Hera yang terlihat seperti sebuah layar cembung namun dengan motion brur penuh warna. Suara mereka mengapung di belakang telinga Hana. Suara mereka seperti pengeras suara yang direndam dalam air.

4. Pair a Dice GxG (END)Where stories live. Discover now