26

33 4 0
                                    

26

Tidak Januar atau pun Brian. Kedua lelaki itu sama tak masuk akalnya. Hope mengumpat dalam hatinya.

Ia memang sudah tahu siapa Januar dari dulu. Melihatnya punya rencana jahat, berpikir jahat, bertindak jahat tidak mengagetkan untuk Hope. Tapi Brian? Apa yang membuatnya punya pikiran gila semacam itu?

Hope merasa sudah cukup dengan semua keadaan ruwet sejak kematian orang tuanya, lalu kematian Grace. Pertemuannya dengan Hana, Hera, Brian, Misca dan kejujuran yang ia ketahui terlalu terlambat. Kini kalau harus mengikuti omongan Brian dan Januar sekaligus, ia yakin secepatnya Tuhan akan menuliskan namanya dalam daftar teratas orang yang harus masuk neraka ketika mati.

Sambil mengusap keringat yang muncul di dahinya, Hope melangkah besar-besar di atas trotoar menuju rumah Dice. Hari ini sebelum terlambat, ia harus mengungkapkan semuanya pada Hera atau Hana, atau Carol—yang paling bijak. Siapa pun yang bisa mendengarnya.

Ia tak mau ikut terseret lebih dalam. Ia tak akan bisa membayar kompensasi dalam penjara untuk dirinya sendiri. Ia harus segera mendapatkan kebebasan untuk dirinya. Kalau bisa, mengganti nama belakangnya dengan apa saja kecuali nama del Faith. Nama itu terlalu bagus untuk apa yang selama ini terjadi di depan matanya.

Sementara di rumah itu, Hope tidak pernah tahu kalau Carol sudah sampai lebih dulu. Di halaman belakang ia menunggu Hera datang. Tetapi ketika si sulung benar-benar datang sesuai dengan rencana, sungguh sulit memanggilnya untuk duduk bersama.

Hera kusut wajahnya. Ia tidak menyapa Carol meski melihatnya.

"Kita akan bicara tapi aku harus naik ke kamar dulu. Aku harus mandi." Hera menjawab Carol, tapi tak menoleh sama sekali.

"Kenapa tanganmu itu?" tanya Carol, melihat kedua punggung tangan Hera di penuhi gumpalan cokelat yang mengental. "Aku habis latihan," kata Hera. Tak sadar tangannya sudah mengepal lagi.

"Oke. Apa kamu tahu di mana adikmu?"

"Aku tidak perduli," jawab Hera. "Nanti kita bicara, aku harus ke atas."

"Apa kamu bertemu Brian?" Carol tidak membiarkan Hera lari begitu saja.

"Tidak."

"Misca?"

"Apa sih urusanmu?" Hera kesal sendiri.

"Aku hanya tanya, kamu tak perlu marah begitu." Carol memutuskan untuk lebih bersabar menghadapi Hera. Tahu kalau Hana sedang dalam rehabilitasi, kekasihnya itu tak boleh mendengar kabar ini. Misca juga tidak akan bisa diajak bicara apalagi kalau tahu bahwa Nafas hanya menggunakannya untuk mendekati Brian dan Hope—apa pun yang ia targetkan. Brian, Carol tak tahu harus percaya atau tidak pada lelaki itu di saat seperti ini. Hanya ada dia dan Hera. Carol harus mengakui kemunduran ini.

Lalu bel pintu rumah Dice berbunyi.

"Akan kubuka." Carol berteriak untuk Hera. Ia tahu Hera tidak akan perduli.

Dan kejutan. Hope berdiri di depannya. Bukan hologram. Ia benar-benar berani menginjakkan kaki di depan rumah Dice. Carol langsung terbakar mulai dari ujung kaki. Panasnya merembet ke kepalanya dengan cepat.

"Mau apa kamu di sini, del Faith?" Ia bertanya pada Hope. Suaranya patah-patah.

Hope tersenyum. "Aku ingin bicara pada siapa pun Dice di rumah ini."

"Mereka tidak di rumah." Carol ingin mengusir. Tapi ia tahu Hope tak akan mengetuk kalau bukan karena melihat mobil Hera terparkir di depan sana.

"Baiklah, Carol, ada sesuatu yang harus aku katakan tentang Arena." Hope maju.

4. Pair a Dice GxG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang