21

44 5 0
                                    

21

"Apa tidurmu nyenyak semalam?" tanya Januar pada Hope. Sengaja pagi-pagi lelaki itu datang ke rumah del Faith dengan sebuah kantong kertas penuh ayam goreng tepung.

"Aku tidak bisa disuap dengan seember ayam goreng. Apa maumu datang ke sini?" Hope yang baru saja bangun merasa terganggu. Haruskah ia berhadapan dengan kekasih almarhum kakaknya sepagi ini?

"Soal pertarungan terakhir Dice," kata Januar. Ia posisikan badannya di salah satu kursi kayu reot di ruang makan. Tangannya sibuk menarik sebungkus rokok dari kantong, lalu menyalakan satu. Tak lupa ia menawari Hope.

Hope menggeleng. "Oke, mana ampul sedatifnya?" Hope merasa sudah mengerti pada arah pembicaraan Januar.

"Nah itulah masalahnya." Januar memukul meja di depannya agak terlalu keras. Sampai membuat Hope kaget. Karena adegan ini lebih mirip lawakan srimulat dibanding dengan obrolan serius dan berbahaya.

Hope lalu berjalan ke arah kompor. Ia mengambil panci dan menggunakannya untuk menadah keran air. "Sekarang rencananya sudah berubah?" Hope bertanya sambil merebus air. "Kamu mau kopi?"

"Bikinkan satu. Obrolan ini akan panjang," jawab Januar. "Aku jelaskan ketika kamu sudah duduk dengan tenang di sini. Bila perlu aku harus mengikatmu, agar kamu mendengarkan sampai selesai."

Hope menoleh sebentar pada Januar. Ingin memastikan keseriusan di sana. "Baiklah."

"Rencana ini sudah berkembang. Dan kamu tidak akan mempercayainya," ujar Januar sambil membuat garis melengkung besar di atas kepala dengan kedua tangannya.

***

"Selamat pagi, Hana." Carol Sue keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah dan handuk menutup sebagian tubuhnya. Ia menghampiri Hana yang masih meringkuk di tempat tidur. Selimut menutup perutnya ke bawah, dadanya terekspos.

"Jam berapa ini?" tanya Hana satu tangannya mengucek mata, yang lain mencari-cari arlojinya. Carol tidak menjawab, ia biarkan Hana mendapatkan jawabannya sendiri.

"Tidak buruk, kan? Kita masih bisa bangun sepagi biasanya." Carol duduk di sisi ranjang.

Hana merentangkan tangannya lalu memeluk pinggang Carol. Handuk setengah basah memberikan sensasi sejuk di tangannya. Sementara Carol membelai pipi dan menyisir rambut kekasihnya dengan jari.

"Terlalu pagi, kita masih punya waktu." Hana merayu. Susah membayangkan kalau Hana yang pemalu punya keberanian seperti ini.

"Kita masih banyak waktu." Carol menyingkirkan tangan Hana dari dalam handuknya.

"Apa aku payah sekali?" tanya Hana dengan nada suara yang disedih-sedihkan.

"Justru karena tidak seburuk itu, sebaiknya kita menunggu. Agar tidak cepat bosan." Carol tersenyum. "Dan, hari ini jahitanmu harus di buka."

Hana yang tidak punya pilihan selain mengangguk, akhirnya melepaskan Carol. Sebelum turun dari tempat tidur ia merenggangkan tubuh sekali lagi.

"Lihat, Carol." Hana memanggil dari pintu kamar mandi.

Carol mendatangi kekasihnya dengan terburu-buru. "Lihat apa?" tanya gadis sipit itu penasaran.

Hana tidak bilang apa-apa. Ia peluk gadis itu dari belakang, menciumi lehernya.

"Kamu mau mencurangiku," ucap Carol di antara desaunya.

"Kamu tidak boleh menolakku." Hana melepaskan handuk dari tubuh Carol. "Kita sudah menunda lama sekali."

"Setelah ini aku harus mandi lagi," keluh Carol.

"Bukankah akan sangat sepadan dengan apa yang akan kamu dapatkan?"

4. Pair a Dice GxG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang