Dua puluh lima

774 58 5
                                    

🔑

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


🔑

“Bagaimana Sam?” tanya Areta, bersedekap dada menatap Samudera yang sedang berdiri di hadapannya.

Samudera menatap sejenak ke arah Ibunya. “Sesuai keinginan Ibu, saya mendapatkan juara satu, untuk sertifikat akan dikasih minggu depan oleh pihak sekolah.” balas Samudera merogoh sakunya untuk mengambil handphone miliknya, Samudera membuka galeri yang terdapat fotonya memegang piala dan sebuah sertifikat juara satu, menyerahkan handphone tersebut kepada Ibunya.

“Handphone kamu Ibu sita sampai sertifikat ada di tangan Ibu, Ibu tidak membutuhkan bukti melalui foto tapi Ibu butuh bukti asli.” Areta mematikan handphone milik Samudera dan meletakkannya di atas meja.

Samudera memejamkan kedua matanya sesaat, ia harus membujuk Ibunya agar tidak menyita handphone miliknya. “Bagaimana saya dapat mengetahui informasi jika akan diadakan rapat OSIS? Semua informasi mengenai rapat dan evaluasi dijelaskan melalui grup whatsapp.”

Areta tersenyum kecil. “Itu adalah urusanmu Samudera, bukan urusan Ibu. Ibu hanya butuh bukti saja yang dapat Ibu banggakan dihadapan kakekmu nanti.” Areta menyandarkan punggungnya pada sofa single, entah hilang kemana rasa pedulinya dulu kepada anak bungsunya.

Kedua telapak tangan Samudera terkepal menyalurkan emosinya yang akan terpancing. “Kakek tidak membutuhkan sertifikat maupun piala saya, kakek hanya butuh orang tulus. Jika, Ibu ingin mendapatkan harta warisan yang sangat Ibu inginkan seh—” ucapan Samudera terpotong oleh Areta.

“Kamu ingin menasehati Ibumu ini Samudera? Kamu ingin menentang ucapan Ibu? Apakah kamu sudah bisa membanggakan Ibu seperti Abang kamu?” tanya Areta, tersenyum tipis hingga lupa bahwa anak sulungnya yang sangat ia banggakan sudah meninggal dunia karena melakukan bunuh diri dengan meloncat dari sebuah rooftop sekolah.

Samudera menghela napasnya pelan, apakah ini yang dikatakan kakeknya bahwa sepatuh apapun Samudera kepada Ibunya ia tetap tidak akan dianggap ada oleh Areta. “Kalau begitu saya pamit berangkat sekolah dulu Ibu, assalamu'alaikum.” Samudera saat akan bersalaman dengan sang Ibu tapi justru Areta berlalu pergi dari hadapannya seakan tidak melihat adanya Samudera.

Samudera menatap nanar kepada Ibunya. Ia sejak dulu tidak peduli dengan tekanan yang selalu ibunya berikan padanya tapi sekarang ia merasa lelah akan semuanya.

“Handphone saja sanggup simpan foto sampai beribu-ribu, masa hanya untuk menyimpan gua, hati lo engga sanggup?” tanya Ziko sembari menaik turunkan alisnya, pemuda berseragam urakan tersebut menyandarkan punggungnya pada dinding kelas Keyla

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Handphone saja sanggup simpan foto sampai beribu-ribu, masa hanya untuk menyimpan gua, hati lo engga sanggup?” tanya Ziko sembari menaik turunkan alisnya, pemuda berseragam urakan tersebut menyandarkan punggungnya pada dinding kelas Keyla.

Keyla menatap malas ke arah Ziko, moodnya sekarang sedang sangat baik jadi Keyla membalas gombalan penuh ucapan buaya itu. “Wajah lo itu sulit buat digambar. Soalnya saking indahnya wajah lo jadi mirip buaya muara.” balas Keyla membuang napasnya kesal.

“Asu lo Key.” gumam Ziko mengacungkan jari tengah nya kepada Keyla, ia kira Keyla akan membalas gombalannya nyatanya ekspetasi tidak sesuai realita.

Keyla tertawa kecil mendengar gumaman Ziko, ia balas mengacungkan jari tengah pada Ziko. “Lo bawa tas gua kan?” tanya Keyla saat menyadari bahwa ia sedari tadi tidak menggendong tasnya.

“Mau tas lo, lo harus jadi pacar gua.” Ziko tertawa kecil saat Keyla menatapnya penuh permusuhan.

“Cocok tuh, yang satu urakan yang satu suka caper sama guru.” celetuk Ridwan, baru saja datang bersama Samudera dan Andre disampingnya.

Keyla dan Ziko reflek langsung menghadap ke belakang menatap ke arah Ridwan yang sedang tertawa mengejek ke arah mereka. Sedangkan Keyla meneguk ludahnya kasar, ini kedua kalinya ia berhadapan dengan Samudera di hadapan umum.

“Emang cocok kan? Lo iri gua jadian sama Keyla?” Ziko, merangkul bahu Keyla yang berada disampingnya membuat beberapa murid yang baru saja datang ke sekolah dan melewati mereka langsung berbisik untuk dijadikan gosip.

Keyla masih melirik ke arah Samudera, tatapan Samudera sangat datar seakan mengisyaratkan kelelahan dan beban yang sangat banyak. Keyla langsung menyentak tangan Ziko yang dengan mudahnya nangkring pada bahunya.

“Buat apa gua iri? Buang waktu aja.” balas Ridwan tertawa meremehkan pada Ziko, ia menatap Keyla yang tampak sebal. “Mungkin emang jadwalnya lo harus klarifikasi lagi.” imbuhnya pada Keyla.

“Lo benar benar gabut? Sampai harus ngurusin hidup Keyla? Mau gua sama Keyla jadian, mau gua sama Keyla dekat. Apa hubungan lo, Kak?” cerca Ziko menyela ucapan Keyla, ia menarik Keyla agar pergi dari sana. Keyla sempat memberontak tapi genggam tangan Ziko lebih kuat membuat Keyla hanya dapat mendengus sebal kepada pemuda menyebalkan ini.

Kedua telapak tangan Ridwan terkepal. “Bajingan lo Zik!” geramnya emosi.

“Lo kenapa sih, sensi amat dari tadi?” tanya Andre, pemuda tersebut membuang puntung rokoknya ke tempat sampah setelah menonton drama yang dibuat sahabatnya sendiri.

“Gua bingung jelasinnya.” balas Ridwan, berjalan menuju kelasnya yang tampak sepi karena masih pagi.

Andre hanya mengerutkan alisnya saja, aneh sekali sosok yang selalu memberikan pertanyaan pertanyaan seputar materi pelajaran menjadi sosok yang suka marah dan tampak galau.

Sedangkan Samudera, pemuda tersebut mengetatkan urat lehernya. Ia tidak mengira bahwa Keyla dekat dengan Ziko, padahal rumor yang selalu beredar bahwa Keyla dan Ziko tidak akur sama sekali, nyatanya sekarang justru Ziko terang terangan menembak Keyla. Mengapa ia merasa seperti sedang terbakar api cemburu saat melihat Ziko menggandeng tangan Keyla, saat Ziko mengatakan bahwa Ziko dan Keyla menjalin hubungan pacaran?

Ziko?!

Jika boleh jujur hati Sam sesak melihat kedekatan mereka. Ia tidak rela sama sekali, mengapa perasaan aneh itu kembali hadir. Rasa tidak rela, rasa cemburu, dan rasa yang selalu Sam pendam, selalu Sam tepis jauh jauh selama ini yaitu rasa rindunya kepada gadisnya.

🔑

TBCSalam hangat dari AN 🤎🥧

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

TBC
Salam hangat dari AN 🤎🥧

Secret Key Where stories live. Discover now