Tiga puluh lima

599 43 2
                                    

🔑

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🔑

“Dari mana kamu Samudera?” tanya Areta melipat kedua tangannya di depan dada sembari memutar kursi yang didudukinya menghadap anak bungsunya yang sedang berdiri tegak.

Samudera menatap sejenak kepada Ibunya, sebelum menjawab pertanyaan tersebut. “Ibu tidak perlu tau. Ibu bisa langsung ke inti pembicaraan, mengapa Ibu ingin bertemu saya?” tanya kembali Samudera.

Setelah pulang dari taman siang tadi, ia langsung diperintahkan untuk bertemu dengan Ibunya. Samudera sudah sangat hafal sekali mengapa Areta ingin mengundang dirinya. Jika, bukan untuk permasalahan nilai yang menurun atau permasalahan warisan. Samudera memejamkan kedua matanya sejenak, rasa beban selama ini yang selalu dihiraukan olehnya terasa sangat berat sekarang. Sebesar itu tekanan yang Ibunya berikan padanya?

“Cukup pintar untuk menjawab Antariksa Samudera Permana?!” bentak Areta, lalu melemparkan sebuah handphone di atas meja kayu. “Persiapkan dirimu dengan baik, kakekmu akan datang malam nanti. Ibu harap kamu tidak berulah. Jaga sopan santunmu! Dan perbaiki nilai nilaimu yang dibawah sembilan puluh.” imbuh Areta, menatap datar anaknya.

“Sudah saya katakan, kakek hanya membutuhkan seseorang ya—” belum selesai ucapan Samudera sudah dipotong Areta.

“Pintu keluar sebelah sana, Antariksa Samudera Permana!” instruksi Areta, mengarahkan tangannya ke arah pintu bercat coklat tersebut.

Tangan Samudera terulur mengambil handphone miliknya, “Sam harap Ibu cepat sadar, harta tidak bisa menjamin kebahagiaan.” tutur Samudera berjalan menuju pintu bercat coklat, tangannya reflek berhenti memutar handle pintu.

“Tau apa kau dengan tolak ukur mengenai kebahagiaan?” tanya Areta sedikit menekan setiap katanya. Areta sangat membenci kalimat kebahagiaan di hidupnya sekarang. Kebahagiaannya sudah hilang sejak satu tahun lalu.

Samudera menatap lurus pintu tersebut, ia ingin sekali tertawa dalam hatinya. Kebahagiaan? Sam lupa bahwa kebahagiaan Ibunya berada pada Almarhum Kakaknya. Samudera hanya pemuda berumur 17 tahun yang menginginkan omelet buatan Ibunya. Sederhana memang tetapi omelet adalah masakan terakhir kali Samudera merasakan kasih sayang Areta.

Sesuatu sederhana yang sangat bermakna.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Secret Key Where stories live. Discover now