1. My Own Romeo

17.2K 1.1K 65
                                    

"Sumpah, Adhisty! This is so pretty!" Suara melengking mengisi ruangan kamar yang sepi beraksen putih milik Adhisty di Sabtu pagi ini.

Gayatri Adhyaksa Putri berputar-putar di depan cermin dengan sebuah sheath cut gown berwarna hitam yang melekat bak kulit kedua di tubuhnya. Ia menatap dirinya sekali lagi. Slit hingga paha pada roknya memberikan kesan seksi, pun dengan potongan V pada lehernya.

Adhisty yang duduk di atas kasur hanya tersenyum sambil memandangi sepupu sebayanya itu dengan mimik senang. "Lo serius mau pakai baju ini ke acaranya Matteo minggu depan?"

Gayatri mengangguk. Ia memegang kain pada pinggangnya. "This is perfect, Sis!" Ia berucap puas. 

"Lo punya banyak banget pilihan gaun dari desainer terkenal daripada dateng ke sana pakai baju hasil desain dan jahitan gue," ucap Adhisty lagi.

Gayatri terkekeh. Ia menggeleng. "Masalahnya, gaun desainer-desainer itu udah biasa, sementara baju ini, this gown is special, why? First, it is made by my beautiful cousin." Ia menekuk satu jarinya. "Dan kedua, gaun ini dibuat handmade dari hulu ke hilir oleh seorang Adhyaksa. Hello!"

Dari sudut mata Gayatri, ia bisa melihat Adhisty yang tertawa malu-malu. Sepupunya itu memang selalu begitu.

Sejak dulu, Gayatri memang bersyukur punya sepupu seperti Adhisty. Buatnya, Adhisty bukan hanya sepupunya tetapi juga sahabat baiknya. Banyak kesamaan yang mereka punya.

Pertama, mereka seumuran dengan Adhisty yang lebih tua beberapa bulan. Kedua, mereka sama-sama bawel dan banyak bicara—setidaknya, itu yang dikatakan para Adhyaksa yang lain. Ketiga, mereka punya banyak minat yang sama, mulai dari film, musik, sampai selera fesyen.

Rasanya, tak ada yang bisa mengenal Gayatri lebih daripada Adhisty. Bahkan, Kartika—adik perempuannya—saja malah terasa bagai bumi dan langit karena adiknya yang satu itu punya sifat yang menurut Gayatri aneh dan bertolak belakang dengannya.

Sayangnya, dari banyak kesamaan. Banyak juga perbedaan yang membuat Gayatri menghela napas. Adhisty selalu beruntung dalam segala hal sementara, Gayatri hanya bisa mengurut dada ketika menghadapi kenyataan yang ada.

Misalnya, Adhisty dengan mudahnya mengantongi izin untuk mengambil sekolah desain di London College of Fashion sementara, Gayatri harus menelan pil pahit dengan mengambil jurusan bisnis dan manajemen di University of Birmingham. Lalu, jika itu belum cukup, si ayah menuntutnya untuk punya nilai terbaik dan melanjutkan program pasca sarjana setelahnya.

Untuk apa? Gayatri tidak bisa menyebutkan apa keuntungannya selain untuk dipamerkan di acara-acara makan malam kerabat mereka. Karena, toh Gayatri pada akhirnya kembali ke perusahaan keluarganya. Menjadi pion tak berkesudahan dari dua orangtuanya.

Sementara, Adhisty? Ia sempat ditawari untuk membuka label sendiri oleh Satya—ayahnya—selama masih di bawah Adhyaksa. See? How lucky she is?

Tetapi, Adhisty malah memutuskan untuk melanjutkan usaha keluarganya. Berkat Adhisty, perusahaan Adhyaksa mulai mendatangakan beberapa brand  fesyen dan kecantikan dari luar negeri ke Indonesia. Berkat Adhisty juga, Gayatri bisa mengekor untuk masuk ke sana daripada meneruskan warlaba makanan yang ayahnya kelola atau produk olahraga yang pamannya kelola.

"Kayaknya, kurang sesuatu, deh." Ucapan Adhisty membuat Gayatri yang masih terpukau dengan hasil karya sepupunya menengok.

Adhisty berdiri. Ia berjalan ke arah walking closet di kamarnya. Tak lama, ia kembali keluar dengan kalung mutiara yang Gayatri kenal jelas siapa pemberinya; Darmantara.

Satu lagi yang Gayatri tak punya, kakak laki-laki. Sementara Adhisty punya bahu lain untuk bersandar, Gayatri rasanya hanya bisa bersandar pada tembok sambil meratapi nasibnya karena harus mengurus dua adiknya yang kadang suka bertindak di luar nalar.

Business UnusualDove le storie prendono vita. Scoprilo ora