22. She Is Mine

6.3K 918 32
                                    

Dikta bersumpah kalau ini bukan ulang tahun Gio, ia pasti akan mangkir. Pesta bukan lagi hal yang menyenangkan ketika kamu sudah menginjak usia di atas 35 tahun. Walaupun berolahraga sekalipun, tubuhmu akan lebih memilih tidur daripada menari bersama lautan manusia di bawah sana.

Tetapi, demi Gio, Dikta mau tak mau datang. Ia memutuskan untuk duduk di sofa bersama Lukas yang juga hanya bisa menghela napas dengan mengurut dada. Dikta tak akan kaget kalau ada yang melihat mereka dan menganggap keduanya sebagai pasangan penyuka sesama jenis yang sedang pacaran sekalipun. Fakta bahwa dua orang laki-laki duduk berduaan di sofa dan bukan mencari mangsa memang agak aneh.

"Gio gila!" Lukas berdecak sambil menuang alkoholnya ke sloki. "Itu orang hilang ke mana, deh?"

"Palingan cari cewek," ucap Dikta sambil mengambil Galaxy Tab miliknya. "Lo kayak nggak tahu dia aja!"

"Dan lo?" Lukas memicingkan mata. "Kerja?"

Dikta mengangkat satu bahu sambil kembali memeriksa surel. Kemarin, proposalnya sudah disetujui tim Adhyaksa—langsung oleh Gayatri—dan tadi pagi, Desta, tim kreatif sudah memberikan beberapa mock up desain untuk dikirimkan kembali ke tim Adhyaksa.

Lukas mendesis kesal. Ia mengambil napas sambil melirik jam tangannya. "Bentar lagi gue balik, deh! Ngantuk banget, gila!"

Walaupun tak bereaksi, diam-diam, Dikta mengangguk setuju. Sekarang masih jam sembilan, mungkin, ia akan pulang sekitar jam sepuluh lewat.

"Gimana soal Atri?"

"Hngh?" Dikta menengok. Pura-pura bodoh.

"Lo jadi sama dia? Atau ya udah, kalian keep things professional?" tanya Lukas memancing.

Helaan napas kasar terdengar dari Dikta. Tak ada kelanjutan dari omongannya hari itu.  Sudah berapa lama waktu berlalu? Satu bulan? Satu setengah bulan? Nyaris dua bulan, sepertinya. Hubungan itu berjalan tanpa kejelasan. Seolah, semuanya berlalu begitu saja, meninggalkan Dikta yang selalu menggoda Gayatri setiap kali berjumpa dan Gayatri yang hanya menghindar dari pernyataan-pernyataan itu dengan mengalihkan topik atau benar-benar mengabaikan ucapan Dikta seutuhnya.

Ia bilang, ia akan memberikan waktu pada Gayatri, tetapi sejujurnya setiap hari bagaikan siksaan tiada akhir. Setiap detik, ia berharap Gayatri akan mengirimkan pesan, menyatakan bahwa mungkin, mereka bisa mencoba hubungan itu.

Apa Dikta kurang jelas? Apakah ia harus mengutarakan perasaannya sekali lagi?

"Ngambang aja," ucap Dikta pada akhirnya.

Lukas menghela napas. Ia ingin menceramahi temannya tapi sudah lelah dan menyerah. Jadi, ia putuskan untuk menyandarkan tubuhnya sambil menegak minumannya lagi.

Matanya mengerjap ketika melihat sosok perempuan berkuncir kuda dengan poni rata yang berada di lantai dansa. Ia mengenakan tube dress merah menyala dengan glitter yang membuat semua perhatian mengarah ke arahnya. Perempuan itu tengah berpelukan dengan seorang lelaki begitu intim.

"Ini gue lagi halusinasi karena kita lagi ngomongin Atri atau itu cewek beneran ada di depan mata?" tanya Lukas.

Tak ada jawaban.

Lukas menengok. Dikta rupanya sudah melihat hal yang sama. Siapa yang bisa abai pada perempuan secantik dan semenawan Gayatri? Dengan pakaiannya yang mencolok, semua langsung bisa mengenalinya dalam sekali lihat.

Dikta mengepalkan tangan. Ia tahu lelaki yang memeluk Gayatri. Aris.

Sudah sejauh mana hubungan mereka sebenarnya?

Dikta berencana berdiri tetapi, Lukas menahannya. "Ngapain lo?"

Dikta menelan ludah. Ngapain? Ia hanya bisa menggeram. Memangnya, siapa dia?

Business UnusualWhere stories live. Discover now