21. Work Hard, Party Harder

6.6K 970 73
                                    

"Baterai, main yuk!" Suara berikut wajah Ramdan yang menyembul di hari Kamis malam ini membuat Gayatri mengangkat alis. Adik tengilnya yang satu itu main asal membuka pintu, bahkan tak mengetuk lebih dulu.

Gayatri yang tengah berada di ruang kerja dengan laptop di depan matanya menengok. Alisnya terangkat satu sementara matanya menatap Ramdan yang sudah rapi dengan parfum menyerbak ke mana-mana.

"Nggak ada kerjaan lo?" balas Gayatri sambil kembali menatap laptop.

Ramdan tertawa keras-keras. Ia masuk ke dalam ruangan kerja bersama yang ada di rumah itu. Dulu, ruangan ini jadi ruang belajar mereka. Meja Ramdan berada di sebelah Gayatri, dengan stiker Ultraman yang tertempel di ujung-ujung meja menjadi saksi bisu masa kecilnya.

"Temenin gue ke acara ultah kenalan gue, yuk!" Ramdan berkata sambil menarik kursi dan duduk terbalik.

Gayatri melirik sinis sebelum kembali menatap laptopnya. "Di KFC? Lo jadi badutnya?"

"Ya, kali, Mbak!" Ramdan berdecak. "Di Jugos," ucapnya menyebut nama salah satu kelab di Kemang. "Masa di KFC, sih!"

Gayatri mengangkat bahu. Melewati usia seperempat abad, Gayatri jadi lebih sering mendapatkan undangan ulang tahun anak dari teman-temannya di restoran-restoran fastfood. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali teman-temannya mengundang dirinya untuk pesta ulang tahun di kelab.

"Kan lumayan, Mbak! Lo udah jarang party, kan?" Ramdan tersenyum miring. "Apalagi kerjaan lo seabrek, gitu!"

Gayatri mendesah kasar. Tawaran Ramdan memang benar-benar menggiurkan. Ia sudah lupa kapan terakhir menginjakan kaki di kelab. Tunggu! Seketika perutnya mual. Hari terakhir ia datang ke kelab adalah saat Adhisty meninggal.

Gayatri mengerjapkan mata. Napasnya berubah pendek-pendek. Tubuhnya bergetar hebat.

"Mbak? You okay? Kok tiba-tiba aneh begitu?" Ramdan terdengar kebingungan dan khawatir.

Gayatri mengangkat tangannya sambil menggeleng. "Nope, nothing." Ia mengambil napas. Perempuan itu diam sejenak. Isi kepalanya terdengar begitu bising. "Ya udah, kalau begitu. Kasih gue waktu siap-siap."

Tubuh Gayatri berdiri. Apapun yang terjadi, mungkin, yang ia butuhkan hanya istirahat dan bersenang-senang.

*

Gayatri berdecak karena Ramdan, si adik brengsek itu malah meninggalkan Gayatri seorang diri tepat ketika masuk dan hilang di atas lantai dansa tak tahu sedang mengincar perempuan yang mana. Mata Gayatri melirik ke sekitar. Ia duduk di meja bar, memesan minuman sambil menatap sekelilingnya.

Dulu, dunia ini tak pernah asing untuknya. Ia menghabiskan malam-malamnya dengan pesta semalam suntuk, berdansa di lantai dansa dengan lelaki asing, dan bersenang-senang seperti tak ada hari esok. Tetapi sekarang, kenapa semuanya terasa begitu asing dan aneh? Seolah-olah, ini bukan tempatnya.

She feels out of place as if she is not belong here.

Apa memang benar kalau sekarang, umurnya bukan lagi berada di kelab? Mungkin, seharusnya, ia berada di tempat pijat sambil menenangkan diri.

Kepalanya kembali pusing tiba-tiba padahal, belum ada satu tetes minuman pun yang ia tegak. Ada sesuatu yang menekannya. Seolah, tembok seperti menghimpitnya dari segala arah. Napasnya sesak. Ia menggelengkan kepala untuk meredakan rasa aneh yang menyergap itu.

"You okay?" Sebuah suara berat membuat Gayatri mendongak. Ia mendapati sosok yang tidak asing.

Aris.

"Kita selalu ketemu di tempat yang nggak terduga ya, Tri. Padahal, lo sibuknya minta ampun." Lelaki itu berkata lagi.

Gayatri mengambil napas. Aris adalah orang terakhir yang ia ingin temui. Lelaki itu duduk di sebelah Gayatri.

Business UnusualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang