43. The Meeting

4.5K 686 21
                                    

Akibat pembicaraan semalam, Gayatri mengumpulkan semua lead dari tim business development ke ruangannya. Rapat mendadak dilaksanakan ketika Gayatri sadar bahwa imbas dari sabotase ini cukup besar.

Gayatri menghela napas keras-keras. Ia menatap satu persatu  beberapa lead business development setiap kategori beserta dengan Kartika dan Ramdan. Matanya membelalak karena marah. Walau berusaha mengontrol emosinya, ia merasa ingin memukul meja dan memaki-maki entah pada siapa.

Di atas meja, tampak sebuah kertas yang dijilid berisikan laporan rencana pengembangan dan progress-nya. Beberapa spot harus direlokasi dan dipindah karena secara tiba-tiba disabotase oleh Grup Soeprapto. Beberapa lagi benar-benar harus dibatalkan karena yang ditawarkan oleh para pengembang tidak sesuai dengan kualifikasi.

Relokasi dan pembatalan paling banyak jatuh pada grup Prama. Padahal, biasanya hampir seluruh merek dari perusahaan Adhyaksa selalu masuk ke sana. Mulai dari fesyen hingga makanan. 

"Yang bener aja, kenapa lokasinya cancel semua begini? Kapan kalian tahunya?" Gayatri menaikan nada.  

"Minggu lalu," jawab Jaka, salah satu lead di tim Ramdan.

Gayatri memijat pelipis. "Kenapa nggak ada yang ngasih tahu?" tanyanya kesal.

"Ka-kami pikir, mau mencoba solve dulu, Bu. Jadi, kami belum kabari Ibu atau Bapak dulu." Resty berkata takut-takut, menengok pada Gayatri, Kartika dan Ramdan.

"Kalau satu dua lokasi, nggak apa-apa! Kalau ini?" Ramdan gantian mengomel.

"Di bagian F&B hanya 20% yang terelokasi, Pak," timpal Jaka.

"Terus, menurut kamu, 20% itu angka yang kecil? Di bawah kategori F&B itu ada 10 merek ya, Jaka. 20% untuk F&B punya kuantitas setara 50-70% tim healthcare & beauty dan tim fashion," beber Ramdan kesal.

Kartika yang baru masuk beberapa minggu hanya bisa diam. Ia masih mengobservasi sekitar.

"Mas Darma tahu?" Akhirnya kalimat itu diucapkan Kartika dengan takut-takut.

Tak ada yang menjawab. Tetapi, dari semua respon dan lirikan mata, Tiga bersaudara itu tahu, Darma belum mengetahui perihal keadaan gawat ini. Pasalnya, Darma saat ini sedang berada di San Francisco untuk membahas masalah kerjasama distribusi produk berikutnya.

Gayatri tak bisa membayangkan bagaimana marahnya Darma kalau tahu keadaan ini terjadi walaupun ia hanya memegang DigiPro saja. Ugh! Perut Gayatri mual. Kebiasaan psikosomatisnya setiap kali terlibat sebuah masalah.

"Kata Nita, Adji ada waktu sore ini, nanti saya yang pergi. Kebetulan, saya kosong nanti sore," putus Gayatri. 

Gayatri sejujurnya bukan orang yang sering turun gunung. Dibandingkan dengan Darma, Gayatri lebih suka duduk di ruangannya. Buatnya, kepemimpinan itu harus berlandaskan sistem distribusi. Tetapi, untuk kasus satu ini, Gayatri mau tak mau harus turun tangan untuk bernegosiasi dengan Adji dari grup Prama. 

Tak ada yang berani melawan, Posisi Gayatri yang sekarang bertindak sebagai "anak kedua" dalam silsilah membuatnya mau tidak mau bertindak sebagai pengganti posisi Darma di perusahaan.

Sesuatu yang selama ini Adhisty lakukan. Sesuatu yang selama ini selalu Adhisty lakukan.

Tak ada pembicaraan lagi sesudahnya. Rapat ditutup begitu saja. Satu per satu, orang-orang meninggalkan ruangan Gayatri hingga tersisa Kartika di sana.

"Ada yang mau dibahas, Tik?" tanya Gayatri begitu menyadari adiknya masih duduk.

Kartika diam sejenak. Ia menengok ke arah lain. "Mas Dikta... tahu?" tanyanya.

Business UnusualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang