9. It Feels So Wrong

7.7K 985 86
                                    

Dikta mengangkat alis ketika melihat dua temannya baru datang ke salah satu bar di bilangan Pantai Indah Kapuk malam ini. Senyumnya miring dengan wajah kesal lantaran menunggu nyaris satu jam sendirian seperti orang yang menyedihkan dengan dua botol bir yang sudah tandas.

Cengiran dua temannya itu malah membuat Dikta makin ingin menempeleng mereka. Bisa-bisanya terlambat barengan, begitu?

"Tumben lo dateng paling cepet, biasanya paling ngaret," sembur Lukas, salah satu dari mereka. Gayanya bak pekerja kantoran korporat teladan yang baru keluar kerja dengan kemeja lengan panjang yang sudah digulung, celana bahan hitam lengkap dengan pantofelnya. Dikta yakin, ada dasi di mobil temannya itu.

Sementara, Gio, temannya satu lagi masih tertawa-tawa. "Iya, makanya kita sengaja telatin." Lelaki berkacamata itu duduk.

Bola mata Dikta berputar. Malas mendebat banjiran fakta yang teman-temannya ujarkan. 

Dikta mewajari Lukas terlambat. Kantornya berada di bilangan Tebet, butuh sekian jam untuk sampai ke Pantai Indah Kapuk. Tetapi, Gio? Rumahnya cuma selemparan batu dari tempat mereka janjian.

"Lagian, dadakan banget ngajak ketemuan, untung gue nggak ada kerjaan," sungut Lukas sambil mengangkat tangan ke arah salah seorang pramusaji di sana. "Gue kan bukan bos kayak lo berdua."

Desisan terdengar dari mulut Gio, "Nggak gitu juga kali, Kas!" balas lelaki berkaos dan celana jins santai itu yang jelas menunjukan statusnya.

"Yang bos cuma Gio aja, sih!" balas Dikta. "Gue masih berdarah-darah! Kalau Gio tiap hari tidur juga dapet duit!"

"Ngedip doang dia mah, kayak ngedipin cewek!"

Gio langsung menatap Dikta dan Lukas penuh permusuhan walau kenyataannya, dalam keseharian yang lelaki itu lakoni, ia memang nyaris tidak bekerja.

Tawa-tawa kecil saling ejek terdengar sebelum kedua temannya memesan minuman. Lukas dan Gio sudah jadi teman Dikta sejak bersekolah di Horizon International School dari SMP. Ketiganya kemudian menempuh jalan yang berbeda saat kuliah.

Gio melanjutkan studinya di Kanada dan Dikta di Amerika Serikat. Hanya Lukas yang melanjutkan studi di Indonesia karena tepat di tahun terakhirnya bersekolah, perusahaan keluarganya gulung tikar. Beruntung Lukas punya otak yang cukup encer hingga bisa langsung kembali bangkit dan terbang. Saat ini, ia menjadi manajer di sebuah perusahaan produk lampu dan alat-alat kelistrikan.

Pertemuan mereka setelah menjalani hidup masing-msing dilakukan dengan tidak sengaja. Awalnya, pada reuni sekolah tujuh atau delapan tahun lalu, selanjutnya malah jadi sering nongkrong bareng sampai hari ini. 

Hanya dengan mereka bertiga, Dikta menemukan kenyamanan. Entah dalam bentuk seperti apa.

Apalagi, mereka punya kesamaan yang sama. Sama-sama single. Tentu dengan alasan yang berbeda. 

Lukas masih ingin fokus dengan karirnya. Sebagai sandwich generation, menurutnya, akan sulit membagi penghasilan untuk orangtuanya dan anak istrinya. Jadi, ia ingin memastikan dirinya settle terlebih dahulu.

Kalau Gio, dia memang anti komitmen. Pesta jadi makanannya tiap malam.

Sementara Dikta, perlukah membahas bagaimana carut marut hidupnya? Terutama tentang Rima. 

Ia punya mimpi bersama Rima, semua hal manis yang bisa ia bayangkan. Hingga suatu hari, Rima mengaku hamil. Jelas, Dikta ingin bertanggung jawab. Namun, restu menghalangi. Hingga, perempuan yang ia cintai itu frustasi dan mengakhiri hidupnya sendiri enam tahun lalu karena merasa tak sanggup menahan tekanan yang ada. Membawa serta anak mereka yang belum lahir untuk pergi bersamanya.

Business UnusualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang