29. Marriage Decision

6.6K 913 53
                                    

"Dikta ngajakin nikah."

Ramdan nyaris menyemburkan minuman yang ia tegak, Kartika mengerutkan dahi, sementara Darma melongo ketika Gayatri melontarkan pernyataan yang terdengar terlalu aneh. Setelah satu jam percakapan, Romi memutuskan untuk pulang lebih dulu, meninggalkan empat bersaudara itu di satu meja yang sama. Wira nampak tak terlihat batang hidungnya. Si bungsu itu sepertinya sibuk pacaran.

"Ulang, Mbak! Tadi lo ngomong apa?" Ramdan pura-pura tidak mendengar.

Gayatri menarik napas. Ia menegak minuman dalam gelasnya satu teguk. "Dikta ngajak nikah." Ia mengulang. Kali ini, nadanya merendah.

Gayatri berharap ada reaksi tawa dan bahagia dari saudara-saudaranya ini. Kurang lebih, sama seperti ketika Darma memutuskan untuk menikahi Salsa. Tetapi, mereka semua diam.

Cuma Kartika yang akhirnya tersenyum. "Selamat ya, Baterai! Akhirnya!" Ia memeluk kakaknya erat.

Seraya Gayatri membalas pelukan sang adik, ia bisa merasakan tatapan Darma yang tajam menghunus dirinya, juga membaca tatapan mengejek dari adiknya, Ramdan.

Memangnya salah? Memangnya tidak boleh kalau Gayatri menikah?

Kartika yang sadar juga menengok ke arah para kaum adam yang berada di sana. "Kok lo pada diem aja, sih?!" Ia memiringkan kepala ke arah Gayatri. "Baterai ngumumin hari bahagia loh!"

Ramdan mengerang. Ia menatap kakak tertuanya. "Lo serius?"

"Iya, dia ngajak gue nikah, Ram." Gayatri berkata yakin.

"Dan lo iyain?" Kali ini, suara Darma. Ia bertanya dengan nada datar. Bahkan ekspresi wajahnya tak berubah: tenang, datar namun sedikit menghakimi. Sepintas mirip dengan ayah-ayah mereka.

Gayatri mengangguk pelan. Tatapan menghakimi lagi-lagi tampak dari dua saudara laki-lakinya.

Ramdan langsung tertawa ketika Gayatri mengungkapkan pernyataan itu untuk kedua kalinya. Ia menggeleng tak percaya. "Lo semakin hari semakin tolol sih gue lihat-lihat, Baterai."

Kartika mengangkat alis. Merasa peka dengan kakak perempuannya. "Salah emangnya kalau mau nikahin Baterai, Ram?" Ia mendesis dengan nada penuh dukungan pada Gayatri. "Lo kok kayak nggak seneng?"

"Bukan nggak seneng, tapi, aneh aja. Gue nggak bisa membayangkan aja Baterai nikah. Orang kayak Baterai bisa nikah tuh ... Mukjizat." Ramdan berucap sambil tertawa.

Gayatri menelan ludah dengan kasar. Memang pada dasarnya, hubungannya tidak pernah awet.

Tetapi, bukan ini ekspektasi Gayatri terhadap tanggapan saudara-saudaranya. Ia pikir, saudara-saudaranya itu akan ikut senang, namun sebaliknya, wajah Darma dan Ramdan yang keras menandakan mereka punya respons negatif. Kalau Kartika... adiknya yang satu itu memang tipe perempuan paling tidak suka masalah dan terlalu positif.

"Baterai itu terlalu mudah jatuh cinta, terlalu mudah terbuai. Ini cowok janjiin apa sama lo? Bukannya dia yang dulu ngebuang lo? Buat apa lo tiba-tiba mau-mau aja sama dia?" Ramdan menunjuk Gayatri dengan gelas champagne-nya.

"Itu..."

"Gue setuju sih sama Ramdan." Darma buka suara. "Lo baru pacaran sama dia berapa lama? Satu? Dua bulan?"

Gayatri memutar bola mata. "Ya, tapi..."

"Apa jaminan dia nggak akan berbuat jahat lagi sama lo?" cecar Darma.

Tak ada yang bisa menjawab.

"You are not the type of person who can settle for someone for life, Tri. Besok ganti, gitu aja terus." Darma memotong lagi untuk kedua kalinya.

Business UnusualWhere stories live. Discover now