41. You Know I Love You, Right?

4.7K 785 31
                                    

Dikta tak tahu apa yang ada di dalam kepalanya, tetapi, ia otomatis membawa mobilnya ke gedung Adhyaksa. Tanpa berpikir dua kali, kakinya melangkah ke lift khusus. Beberapa hari lalu, Gayatri memaksa Dikta memegang salah satu kartu akses lift VIP yang mengantar lelaki itu langsung ke atas. Kini, ia sedikit banyak bersyukur karena kartu ini adalah hal yang dibutuhkannya.

Kaki Dikta melangkah ke arah lorong yang kosong. Ia jadi ragu. Apakah jangan-jangan, Gayatri sudah pulang? Tetapi, belum ada pesan baru di ruang obrolan di BlackBerry Messenger-nya pertanda Gayatri belum pulang.

Benar saja, di ujung lorong, tampak ruangan yang masih menyala. Ia berjalan ke arah ruangan itu. Mengetuk pintu dan mengintip dari jendela kecil ruangan tersebut untuk menemukan Gayatri yang sepertinya bersama adik-adiknya.

Ada rasa syukur karena Gayatri tak sendiri di sana.

Perempuan itu tampak kaget sejenak sebelum berdiri dan berjalan mendekat ke pintu untuk membukakan pintu. "Mas Dikta?"

"Hai..." Dikta menjawab lemah. Ia menatap adik-adik Gayatri yang menatapnya dengan pandangan memicing. Dilihat dari pandangan menghakimi Ramdan dan Kartika, Dikta punya tiga prediksi. Pertama, mereka masih belum seratus persen mempercayai perasaan Dikta untuk Gayatri. Kedua, mereka mengendus terkait relokasi yang dilakukan oleh grup Prama secara tiba-tiba demi Soeprapto. Dan yang ketiga, keduanya.

"Masuk, Mas..." Gayatri melebarkan pintu.

Dikta langsung nyelonong masuk begitu saja. Lelaki itu terlihat begitu kacau.

Ramdan dan Kartika saling pandang sejenak. Mereka terlihat canggung.

"Gue cabut dulu, deh! Mau balik!" Ramdan yang pertama kali membuka mulut. Ia menengok ke arah Kartika. "Batik jadi mau nebeng, nggak?"

kartika mengangguk sebelum berdiri dari duduknya dengan laptop di pelukan. "Kabarin aja besok meeting jam berapa, Mbak." Ia berucap sebelum pergi dari ruangan. Meninggalkan Dikta dan Gayatri berdua.

Dikta dan Gayatri saling pandang sebelum melempar senyum.

"Kamu kenapa ke sini?" Gayatri menutup pintu, menatap Dikta yang berwajah kusut melempar dirinya di sofa.

DIkta tak menjawab. Sebagai gantinya, ia mengulurkan tangan, meminta Gayatri untuk duduk di sebelahnya.

"Kenapa? Pasti tadi ribut lagi?" tebak Gayatri.

Dikta tak menjawab. Ia memeluk Gayatri sebagai gantinya. Napasnya naik turun. Semuanya terasa berputar di kepala. Ia butuh mengatur kata-katanya tetapi tak sanggup. Rasanya hanya ingin marah dan mengamuk saja.

Makan malam tadi berakhir dengan sangat tidak baik. Suasana jadi tidak menyenangkan setelah topik Carissa mencuat. Ibunya masih memaksa untuk Dikta untuk bertemu dan meminta maaf pada Carissa. Tetapi, tak perlu meminta maaf, Dikta yakin, perempuan gila itu akan muncul lagi, entah kapan, entah di mana dan entah bagaimana.

"Mas?" Gayatri memanggil pelan. "Kamu kenapa?"

Dikta menggeleng. "Sebentar, please."

Gayatri diam. Ia membuka lengannya untuk membalas pelukan Dikta. Membiarkan lelaki itu menenangkan diri. Apapun yang terjadi, hal itu pasti berat untuknya.

"Tri..." panggil Dikta pelan.

"Uhum?"

"Kamu percaya sama aku?" tanya Dikta lirih.

"Kamu kenapa?" Gayatri menyatukan alis.

Dikta menggeleng. "Kamu percaya sama aku?" ulangnya.

"Percaya." Gayatri melepas pelukan sambil mendorong tubuh Dikta. "Ada apa sih?"

Business UnusualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang