3. The Starting Point

9.2K 936 46
                                    

 Hi! Sorry sebelumnya, ternyata bab 3 kemarin tuh pas aku revisi versi baru, nggak sampe "tersimpan" jadinya pas ke publish masih dengan versi lama atau karena di aplikasi beda dan pas di posting di hp ternyata beda dan baru ngeuh karena paragraf yang diubah di bagian akhir. Ada beberapa perubahan setting di sini (tapi alurnya mirip sih). Sekali lagi, maaf ya.

*

Adhisty menggelengkan kepala ketika melihat Gayatri tengah bersolek di ruangannya. Perempuan satu itu masih mengenakan maskaranya ketika Adhisty masuk. Bibirnya sudah dipulas lipstick warna merah.

"Cakep banget, mau jalan lo?" sambar Adhisty sambil meletakan amplop dokumen ke atas meja Gayatri.

Gayatri mendongak. Tersenyum lebar sebelum kembali berfokus pada riasannya.

"Uhum? Ke mana?"

"Clubbing."

Adhisty mengangkat alis. "Sama Matteo?"

"Bukan, sama Tasya dan Naomi." Gayatri menjawab dengan dua nama temannya yang sama-sama gila pesta dari SMA. "Habisnya, lo sekarang nggak asik! Lebih suka berduaan sama Romi."

Jawaban itu membuat Adhisty mendelik.  Sudah beberapa pekan Adhisty tak mengunjungi tempat hiburan itu lagi. Kesibukannya semakin menggunung. Sepulang dari pekerjaannya, Adhisty kini membantu ibunya mengurusi beberapa administratif Tell Tales.

Lagipula, Adhisty merasa waktu bersenang-senangnya sudah usai. Sudah saatnya ia serius dalam hidupnya sendiri.

"Lagian, lo tahu kan, gue belum boleh go public gimana gitu sama Matteo," keluh Gayatri.

Suara helaan napas Adhisty terdengar. Ia menggeleng perlahan. "Gue nggak paham, apa alasan lo nggak go public sama Matteo? Kayak, lo tuh ketemu diem-diem di mobil, terus kalau ada party sok-sokan lihat-lihatan nggak jelas, gitu? Sok pura-pura nggak sengaja ketemu. Apa banget, deh?"

Tawa Gayatri terdengar getir. Ia merapikan alat riasnya. "Kalau bokap gue kayak bokap lo, gue bisa deh go public. Tapi, lo tahu kan, Bapak Aditya Adhyaksa itu seperti apa?" Ia mendecih pelan. "Gue bisa dibunuh kalau ketahuan pacaran sama Matteo, apa lagi sampai go public."

Adhisty hanya bisa menanggapinya dengan senyum. Ia menarik kursi untuk duduk di depan Gayatri. "Mungkin, lo bisa memberikan alasan kenapa lo mau go public sama Matteo." Ia berucap cepat. "I mean, Matteo is not... bad."

"Well, nothing from Matteo will appeal Bapak Aditya Adhyaksa, Ti." Gayatri mendesah pelan. "You know what he wants. Buat Bokap gue, Matteo nggak lebih dari anak pengusaha importir anggur dan miras yang nggak seberapa. He is far from his list except for his good looks—yang nggak menyumbang poin yang gede-gede banget juga."

Adhisty menghela napas. Tak perlu diberitahu, semua orang sudah tahu apa yang Aditya inginkan. Bibit. Bebet. Bobot. Tetapi, bukan sembarang bibit, bebet, dan bobot yang dicari oleh Aditya. He seeks for the best. Dan itu, tidak mudah untuk anak-anaknya.

"Lagipula, gue merasa, nggak yakin sama Matteo."

Mata Adhisty menyipit ketika mendengar Gayatri berucap demikian. "What do you mean?"

"I mean, well, Matteo is fine as hell but..."

"But?"

"But, yah, nggak tahu, deh!" Gayatri mengangkat bahunya. "Begitu aja."

"Begitu aja?" Adhisty melirik ke arah Gayatri dengan bingung.

"Ya, kadang, jadi pacar kan dinikmatin aja, Ti. Nggak harus diseriusin," balas Gayatri ringan.

Business UnusualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang