CHAPTER 4

7.9K 895 25
                                    

Siena masuk ke kamar abangnya dan mendapati abangnya sore-sore begini masih tidur nyenyak dari balik selimut. Memang sih ini hari minggu, biasanya kalau tak ada meeting mendadak, Juna habiskan minggunya dengan tidur, bermain playstation, atau terkadang menemani Siena nonton drama korea. Maklum tim kreatif stasiun televisi, harus mencari inspirasi dimana-mana termasuk drama korea picisan.

"Mas, kolormu udah disetrika. Nanti masukin sendiri ke lemari ya." ujar Siena sembari meletakkan kolor dan pakaian dalam Juna di atas meja kerjanya. Tak perlu menunggu Juna menjawab, Siena hendak keluar dari kamar itu ketika suara serak Juna menginterupsinya.

"Dek, ambilin paracetamol dong dibawah!" katanya tersendat. Siena mengerutkan kening, merasakan ada sesuatu yang salah dengan kakaknya. Segera saja Siena menghampiri Juna. Menyibakkan sedikit selimut yang menutupi muka Juna dan ia syok.

"Mas, mukamu merah banget!!" pekiknya kaget. Siena langsung meletakkan telapak tangan di atas kening Juna dan terkesiap.

"Astagfirullah, demam tinggi. Ibuuuu. Bu...Mas Juna demamnya tinggi banget, Bu!!" Itulah pendengaran terakhir Juna ketika Siena berlari dan berteriak ke lantai bawah rumah. Lalu kemudian, Juna tak ingat apa-apa lagi selain sekujur tubuhnya panas dingin.

***

Juna membuka matanya perlahan-lahan. Dan tercenung sejenak mengamati atap langit yang pertama ia lihat. Kok sepertinya itu bukan atap langit kamarnya sendiri? Dimana dia?

Perlahan-lahan, Juna menoleh ke samping. Dan benar saja, Juna bukan berada di kamar. Tapi di sebuah kamar milik rumah sakit. Dengan adanya tirai pemisah dengan bangsal lain, lalu infus, lalu ibu yang sedang sholat di lantai, dan Siena yang duduk di kursi sebelah kiri sembari bermain hpnya.

"Dek." Siena menoleh cepat mendengar suara Juna, mata anak itu melotot.

"Mas, udah bangun? Pusing nggak?" tanyanya seraya bangkit. Juna mengangguk, dan adiknya itu segera membuka botol air mineral dan menyorongkannya kepada Juna perlahan-lahan membantu Juna minum menggunakan sedotan.

"Mas sakit apa dek?" tanya Juna serak dan merasa tubuhnya lemas sekali.

"Kena DB, mas. Mas Juna sih kemaren-kemaren sering lembur terus. Katanya ayah trombosit mas Juna rendah banget." jelas Siena memarah-marahi kakaknya yang ceroboh.

"Ayah sekarang mana?"

"Ngurus administrasi. Sama sekalian nyari jus jambu buat kamu."

"Mas udah bangun?" Juna menoleh melihat ibunya selesai sholat. Masih menggunakan mukena.

"Lemes banget, bu." keluh Juna.

"Tidur aja, mas. Nanti klo makan malemnya udah dateng, ibu bangunin." kata ibu seraya mengusap kepala anaknya.

"Bu, ayah klo mau bayar administrasinya pake ATMku aja, ya."

"Iya, nanti ibu bilangin. Gampang."

"Dek, hpku mana?" tanya Juna kepada Siena. Siena meraih tas kecilnya, mengeluarkan ponsel Juna dan memberikannya kepada kakaknya itu. Tapi Juna malah menolak.

"Email-in kantorku, izinin klo aku lagi sakit."

"Gimana kata-katanya aku nggak ngerti." cicit Siena bingung. Lalu, Juna nampak mendikte kalimat sebagai permohonan izin kepada kantor Juna karena harus dirawat di rumah sakit. Hanya lima menit, dan Juna kembali merasakan lemah dan mengantuk. Samar-samar ia dapat mendengar celotehan iseng adiknya.

"Bu, dokter yang tadi cantik banget ya. Ina sampe nggak kedip lho ngeliatnya. Mana wangi banget lagi."

Dan Juna segera terlelap.

HAIWhere stories live. Discover now