CHAPTER 11

5.4K 617 13
                                    

Sore ini selepas magrib, rumah Juna cukup ramai menerima tamu. Tidak banyak sih, hanya Derian, Tito, dan Putra saja yang datang. Romi absen katanya sedang kencan. Tapi mendengar suara Putra yang menggelegar bak petir disiang bolong, membuat rumah Juna jadi terasa didatangi puluhan orang.

"Jadi, gimana bisa ketemu sama Diandra lagi?" mendadak Tito langsung ke inti permasalahan karena sudah bosan menanggapi guyonan receh Putra yang sepertinya tidak bisa berhenti.

"Iye, Jun. Kata Romi Diandra yang ngerawat elo ya?" tambah Putra. Juna mendengus. Mereka berempat sedang berada dikamar Juna. Ibu Juna mempersilahkan mereka naik ke atas karena kondisi Juna yang masih lemas.

Sementara Derian yang paling diam itupun hanya diam di kursi kerjanya menunggu jawaban Juna.

"Iya. Dia dokter UGD di mitra keluarga. Awalnya gue nggak tau klo dia yang meriksa gue pas sore gue masuk. Gue dalam keadaan pingsan. Paginya, dia lagi keliling. And... yah gitu deh. Dia meriksa gue lagi." papar Juna mengedikkan kedua bahu. Putra melongo, dan Tito memasang wajah mengejek.

"Terus lo bahagia banget kayanya ya ketemu dia. Diperiksa lagi, di pegang-pegang, main stetoskop. Aw." kikik Tito geli.

"Kok bisa kebetulan gitu sih. Gue mau semuntaber apapun, mencret, mimisan berlebihan, nggak pernah tuh pas ke rumah sakit ketemu Diandra. Malah dokter gue akik-akik yang katanya sih profesor." sesal Putra dengan tampang melas. Juna dan Tito hanya tertawa saja.

"Ya apes lo itu mah. Juna kayanya lagi dimainin takdir tuh ketemu mantan yang paling tersakiti. Sekarang dia yang sakit, Diandra yang nyembuhin hahaha. Mungkin dia ngebatin, rasain lo ,Jun. Biar mampus koid sekalian. Huahaha." canda Tito berhasil membuat Juna geram. Lelaki itu melempar bantal ke kepala Tito.

"Sialan lo!"

"Terus gimana rasanya?" ucapan Derian sontak mengalihkan pandangan Juna ke arah mata sahabatnya itu. Dingin, dan agak menusuk. Juna sampai keder.

"Rasanya? Ya..biasa, Der."

"Dusta! Wajah lo nggak nampilin biasa aja." imbuh Derian sengit. Tapi tak urung sudut bibirnya tertarik ke atas membuat paras kakunya berubah cukup tampan. Sampai Juna salah tingkah ditusuk dengan kata-kata seperti itu.

"Bener, Derian. Lo kesenengen kan pasti? Apalagi pake dirawat sama Diandra. Pasti lo berharap bisa balikan ama dia, ya toh? Gue bener toh?"

Juna tercekik oleh pertanyaan Putra. Matanya menatap ke sembarang tempat dan hidungnya kembang kempis gugup.

"Tapi katanya Romi dia udah punya anak." sergah Tito.

"Heh, kagak kok. Diandra belum kawin keleus."

"Gue dikasi tau Romi, katanya lo pernah ketemu Andra bawa anak kan, Jun di mall?"

Juna menggaruk kupingnya yang tidak gatal. Padahal saat itu Juna salah paham, tapi Romi sudah membocorkan saja informasi ini. Dasar mulut comberan tuh anak.

"Gue salah ngira. Itu ponakannya. Habis itu bayi lumayan mirip Diandra sih. Ya jelas gue syok."

"Iya kok. Gue punya Ignya Andra. Emang dia sering posting foto bareng bayi, itu anak kakaknya. Foto laki aja nggak ada, kayanya jomblo tuh."

"Lah elo syok kenapa, Jun?" selidik Tito semakin membuat Juna gerah.

Ini anak klo udah kepo bikin gue jantungan aja.
Kan gue malu klo jujur-jujuran masih sayang dan pengen balikan lagi sama Diandra. Ngebet banget lagi.

"Ya... syok, kok nikah nggak ngundang gue."

"Lah emang elo siapanya?"

"Nggak diundang, apa syok karena Andra udah punya anak?"

Juna menahan kekesalannya saat Derain mengejeknya tepat menembus jantungnya. Anak itu walaupun diam, sekali bicara langsung membuat lawab bicaranya skak matt.

"Ya udah deh. Andra emang belum nikah tuh kan ya. Jadi sekarang, lo maunya gimana, Jun?" Putra bertanya jahil. Menaikan kedua alisnya yang playboy lagi-lagi menggoda Juna sampai temannya itu matang bak ikan panggang.

"Nggak gimana-gimana lah." cicit Juna melengking, meminum air putih yang di sediakan oleh ibu dengan cepat.

"Yakin?" Derian tersenyum misterius.

"Jujur aja kali, masih pake malu sama kita-kita. Gue nggak nyalahin elo kok klo lo mau deketin Andra lagi."

"Lo kelamaan keburu ditikung Putra noh. Dia kan udah nggak dianggep pacar sama Cindy. Galau dia mau ngajak siapa ke kondangan anaknya si bos."

"Taik lo!!" Putra melempar handuk Juna ke muka Tito yang serampangan. Derian mengamati wajah Juna yang berubah halauan. Sedikit menekuk dan bingung.

"Gue ngarep sih sama dia. Tapi..." Juna menunduk, lalu tersenyum oahit sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"... nggak buru-buru. Jalanin apa yang ada. Klo dari Atas emang dia jodoh gue, ya syukur."

"Ya elo kudu gercep lah. Umur lo udah 28. Andra itu cantik, dokter, istri masa depan banget, kebanggaan suaminye. Belum yang naksir tuh banyak. Gue liat ya followernya tuh pada cowok-cowok gitu. Beuh, elo malah sok lamban. Jangan-jangan setahun kemudian lo syok lagi pas ketemu Andra gendong anak. Kali itu anaknya beneran, bukan anak kakaknya!" ucap Putra pedas, prihatin melihat sahabatnya lemot begini.

"Iye, Jun. Klo nggak cepet, trus lo mau nikah umur brapa? Punya anak umur brapa? Cewek diatas 30 lumayan berat lo buat ngelahirin. Suka ngawur nih bocah." kini giliran Tito yang menambahi. Disini hanya Derianlah yang paling bisa menangkap maksud Juna. Dia tahu apa yang dirasakan sahabatnya itu. Dan alasan mengapa Juna tak mau terburu-buru mendapatkan Diandra kembali.

"Lo masih minder ya sama kesalahan lo dulu?" tanya Derian sungguh-sungguh. Benar saja, Juna diam tak mau memandang Derian. Sehingga sahabatnya itu mendekat, memukul bahu Juna dengan pukulan saudara. Memberi kekuatan untuk Juna, mengingatkan Juna bahwa manusia itu tempatnya dosa. Semua pasti melakukan kesalahan yang dapat menyakiti hati siapapun.

"Saran gue, lo yang pernah nyakitin, lo sendiri yang harus nyembuhin. Bener Putra. Lo juga harus cepet." katanya bijak. Mau tak mau, Juna tersenyum. Merasa dibasuh air wudhu oleh Derian. Menyadarkannya.

"Thank's, Der." kata Juna berterima kasih.

Juna berjanji, sejak malam itu, ia akan serius untuk mengejar Diandra. Diandranya.

***

A/N: Edisi valentine nih bagi-bagi yg manis2 tapi bukan coklat. tapi kok pendek? Iya besok rabu kan jadwalnya update lagi. sabar deh ya :))

HAIWhere stories live. Discover now