CHAPTER 19

4.3K 539 9
                                    

Juna dan Diandra akhirnya bisa makan malam di Platter.Walaupun tempat itu cukup ramai, tetap tak bisa meramaikan hati Juna yang tengah sepi dan sendu.

Diandra yang sadar bahwa Juna murung sejak ia mengatakan bahwa dirinya terkenang akan masa lalu, hanya memberengut merasa bersalah. Padahal mereka telah sepakat untuk tidak mengungkit-ungkit masalah lama. Sekarang ya sekarang. Yang penting Diandra sudah kembali ke sisi Juna.

"Nih." Diandra meletakkan telur setengah matang porsinya ke porsi Juna. Lelaki itu mengerutkan kening dan Diandra hanya cengengesan.

"Masih suka telur setengah mateng kan? Jangan cemberut dong."

Juna menghembuskan nafas pasrah, disenyuminya telur itu dan kemudian melahapnya. Enak dan nikmat.

"Kamu dulu ada mantan berapa habis aku, Yang?" tanya Juna mengunyah telur bersama nasi dagingnya yang dihidangkan di hot plate.

Diandra memutar bola matanya berpikir, sedikit terganggu akan cekikikan para remaja sekolah di samping meja makan mereka.

"Eum. Cuman dua."

"Ceritain dong."

"Pas kuliah sama kakak tingkat gitu. Namanya Virdo. Terus yang terakhir namanya Gilang, dia pasien aku dulu." ungkap Diandra tersenyum mengingat mantan-mantannya. Juna jadi cemberut asal.

"Gitu doang? Putus kenapa itu semua?" selidik Juna ketika Diandra mengunyah nasinya.

"Yang sama mas Virdo, habis aku lulus jadi dokter, dia ambil spesialis di Jakarta. Terus juga kerja di rumah sakit sana. Dia nggak bisa LDR. Udah sama-sama sibuk, pake LDR pasti nggak akan bisa berhasil. Akhirnya putus baik-baik. Klo Gilang..." Diandra menjeda perkataannya menggantung, mengalihkannya sebentar untuk meminum air mineralnya sejenak lalu kembali melanjutkan.

"...dia mutusin aku soalnya dia lebih milih balik sama mantannya. Hehehe." perkataan Diandra yang santai itu membuat Juna mendelik. Juna tak habis pikir, bagaimana rupa si Gilang-Gilang itu. Apa mantannya sesempurna itu sampai dengan brengseknya dia meninggalkan Diandra yang manis begini? Juna meninggalkan Diandra saja sepuluh tahun tidak hilang-hilang penyesalan itu. Padahal jika dipikir lagi, brengsekan Gilang ketimbang perlakuan Juna.

"Kamu kok kaya nggak sakit hati gitu?" protes Juna membuat Diandra tertawa.

"Ya sakit hatilah, tapikan udah selesai ceritanya. Mau gimana lagi bukan jodoh aku. Apalagi slama ini aku hubungan sama dia dibalik bayang-bayang mantannya. Rasanya marah, kesel juga, tapi aku cobain ikhlas. Lagian, kayanya aku milih Gilang juga karena...eum dia mirip sama... kamu. Jadi aku sama Gilang impas." ujar Diandra tersipu. Dan Juna berhenti menegang, dia malah geleng-geleng kepala. Tak lama kemudian, dia menggeser duduknya supaya lebih dekat dengan Diandra, memeluk pinggang wanitanya itu.

"Tapi kamu sempet tunangan sama salah satu dari mereka itu kan?"

"Hah? Enggak! Kata siapa kamu?" tanya Diandra terkejut.

"Pas reuni SMA dua tahun lalu. Inget nggak? Kata Derian sama Tito, kamu udah tunangan. Kamu pake cincin berlian." tutur Juna mengangkat satu alisnya. Nampak Diandra terdiam memutar kepala akan kejadian dua tahun lalu. Dimana ketika dia berada di reuni yang mempertemukan kembali dengan Juna.

"Derian sama Tito kayanya salah paham deh. Aku belum pernah tunangan."

"Terus? Udah pake cincin gitu?"

Diandra tersenyum mengelus tangan Juna yang melingkari pinggangnya.

"Cuman cincin biasa kok dari Gilang. Semacem yaa cincin couple. Udah diikat, tapi belum resmi aja. Cuman emang lebay sih si Gilang ngasih cincin berlian kaya gitu, toh akhirnya kandas juga." mendengar penjelasan Diandra, entah kenapa Juna merasa cukup lega. Memang dasar mulut-mulut minta dicocolin sambel, ngomong sembarangan saja tidak berdasarkan sumber yang tepat.

HAIWhere stories live. Discover now