CHAPTER 24

3.6K 454 14
                                    

Happy satnite ^^

***

Jam enam pagi, Diandra keluar dari kamar Arif setelah berganti baju. Putra pertama kakaknya yang sudah SD. Semalam dia memutuskan untuk menginap di rumah Elma ketimbang harus pulang karena ia masih belum bisa menghadapi ayahnya. Diandra melihat Elma tengah membuat sesuatu di dapur dan Arif juga sedang duduk di meja makan menyantap telur mata sapi sembari membaca buku pelajaran.

"Mas Barry mana?" tanya Diandra pada kakaknya. Elma menoleh sebentar.

"Mandi. Kenapa?"

"Gue bareng mas Barry ya ke rumah sakit?"

"Hm. Nggak sarapan?"

Diandra menggeleng lesu tak nafsu makan. Kakaknya tersebut tersenyum prihatin.

"Lo udah tau kan soal papa?"

Pertanyaan itu membuat Elma berhenti dari aktivitasnya. Menghela nafas dan tersenyum apa adanya.

"Sudah."

"Kenapa nggak bilang sama gue?" tuntut Diandra kesal.

"Itu kewajiban papa buat ngasi tau sendiri ke anak-anaknya."

"Dan lo ngasih izin?"

Elma menengok pada Arif yang kini sudah tak berkonsentrasi pada makanannya. Melihat Diandra dan dirinya bergantian.

"Kak, kamu nyalain tv sana. Biasanya kan ada sponge bob jam segini."

Arif menurut. Membawa susu coklat dan bukunya lalu berjalan pergi menuju ruang tv. Diandra membuang pandangannya sembarangan. Elma berdiri bersandar pada kursi meja makan.

"Itu hak papa, Di. Dia udah menduda lama banget. Papa juga butuh temen hidup buat ngehabisin sisa umurnya."

"Papa masih punya kita. Punya gue! Gue nggak kemana-mana." protes Diandra meninggi. Elma menggeleng-gelengkan kepala.

"Tapi lo bakalan nikah someday. Lo bakal jadi istri yang harus nurut sama suami kemanapun suami lo pergi. Dan papa bakal kesepian."

"Gue bisa tinggal dirumah klo udah nikah. Gue nggak setega itu langsung minggat dari rumah."

"Bukan itu, dek. Bukan masalah lo slalu ada buat dia. Gue tau, kita anak-anaknya pasti ngejaga papa, nemenin papa. Tapi kita ini hanya anak-anaknya."

"It's means?"

"Kita nggak akan bisa jadi pasangan hidupnya. Coba lo posisikan sendiri klo lo yang jadi papa. Apa lo akan sekuat papa? Sendirian. Ngeliat anak-anaknya nikah dan lo udah bukan jadi prioritasnya lagi. Papa butuh seseorang kaya lo butuh sama Juna, dek." ujar Elma bijak dan tersenyum manis. Apalagi setelah ia tahu kalau Diandra kali ini sudah serius dengan pacar lawasnya itu.

Tapi tidak untuk Diandra. Ia merenungkan setiap perkataan Elma dengan ogah-ogahan. Jelas Elma mengiyakan papa untuk menikahi seseorang lain. Sedangkan dirinya, masih enggan memberi jawaban. Alasannya cuman satu.

"Mama pasti juga nggak seneng liat papa kesepian disini, dek. Mama bakal ngerasa bersalah klo dia ninggalin papa terlalu cepet. Buang jauh ego lo, dan biarin papa juga bahagia sama pilihannya."

Elma mendekati adik tersayangnya tersebut dan membungkuk. Mengusap air mata yang turun di mata adiknya. Diandra menitikkan air mata secara tiba-tiba. Entah kenapa ia merasa bodoh dan egois. Sudah bertindak semena-mena hanya karena tidak mau melihat papanya bahagia.

***

Diandra akan berangkat mengikuti mas Barry menuju mobil saat ia terhenyak akan seseorang yang sudah muncul di pagar rumah kakaknya sepagi ini tanpa diduga. Juna tersenyum hangat, melambaikan tangannya, menyapanya. Tapi Diandra hanya diam.

HAIWhere stories live. Discover now