CHAPTER 32

4.4K 440 20
                                    

A/N: aku post ulang chapter ini soalnya kemaren gak sengaja kepencet delete.well enjoy

"Kamu kenapa?"

Diandra melirik Juna sedikit terkejut. Pacarnya itu bertanya penuh ekspresi aneh. Atau jangan-jangan dia sendiri yang aneh.

"Kok diem aja. Nggak di makan?"

"Capek aja tadi buanyak banget pasien masuk." balas Diandra sembari menambahkan sambel ke kuah kikil yang ia pesan. Mereka tengah makan malam di kedai kikil waru yang terkenal enak dekat dengan rumah sakit Diandra.

"Gara-gara hujan ya banyak yang sakit. Anak tetanggaku satu deret gantian kena demam berdarah." basa-basi Juna melahap lontongnya.

"Iya tadi juga banyak yang kena DB. Demam tinggi, apalah macem-macem. Kamu jaga kesehatan lho, yang. Jangan capek-capek." ingat Diandra kalem.

"Hm. Sekarang lagi sibuk nyiapin diri sih."

"Nyiapin apa?"

"Nyiapin hati, sabtu-minggu depan mau ke rumah kamu sekeluarga."

Perkataan itu membuat Diandra terhenyak. Ada gerangan apa nih? Silaturahmi? Kalau silaturahmi Juna mah tidak perlu ngomong dalam mode serius begini.

"Ngapain?"

Tatapan Juna pindah dari potongan kikilnya ke mata Diandra yang secoklat madu terang. Adem sekali lihatnya.

"Ya ngelamar kamu lah, sayang. Kan udah janji mau ngelamar resmi. Masa cuman ecek-ecek doang kaya kemaren bisa dipegat aku sama papa kamu." canda Juna menghilangkan rasa gugupnya. Siapa yang tidak gugup, Juna kan belum pernah melamar anak gadis sebelumnya.

"Oh...jadi...sabtu itu..?" tanya Diandra ragu-ragu. Antara syok juga karena ternyata aksi Juna jauh lebih cepat dari yang ia bayangkan. Ia pikir, akan ada jeda beberapa bulan ke depan begitu. Toh mereka juga sama-sama menikmati hubungan ini dengan santai.

"Kamu sama papa ada dirumah kan?"

Diandra menyulirkan rambut nakalnya ke telinga, menutupi rasa tidak enaknya. Tatkala otaknya tersebut kembali teringat akan surat penerimaan beasiswa kuliah spesialisnya.

Sial,sial!! Ngapain lo inget itu lagi, Diandra!! Bego!

"Iyaa..insya allah ada dirumah kok. Ini resmi kan, berarti...aku juga harus masak buat makan siang."

Juna tersenyum lebar dan mengusap rambut Diandra sayang sebagai jawaban iya. Lalu kembali melanjutkan makannya tanpa curiga apapun kalau dibalik semua ini, Diandra gelisah bukan main. Batinnya perang antara memilih sebuah pilihan. Katakan, atau tidak sama sekali.

"Kok kamu nggak bilang jauh-jauh hari sih?"

"Surprise."

Diandra manyun berat. Mana ada kejutan tapi diberikan dengan wajah lempeng gitu. Belepotan kuah kikil lagi.

Dari sinilah Juna mulai peka. Kekasihnya itu terlihat kurang antusias. Tidak selepas seperti biasanya. Apa pengaruh kelelahan atau gimana?
"Kamu kok kaya nggak seneng?" kata Juna mengutarakan. Diandra nampak mengaduk makanannya tanpa minat.

"Nggak. Aku cuman...ngerasa apa ini nggak kecepetan? Habis papa nikah terus...kita..."

"Cuma itu?" selidik Juna lembut. Diandra memutar kedua bola matanya dan mengangguk yakin.

"Aku udah pengen serius, sayang. Kita udah nggak muda lagi. 28 tahun. Nanti kamu susah hamil lagi. Bukannya klo ada niat baik harus disegerakan ya?"

Wanita itu tahu kalau Juna sangatlah benar saat ini. Tak ada apapun yang dapat mencegah niat indah itu sejak awal. Menikah. Siapa yang tidak ingin. Umur sudah sangat matang apalagi yang ditunggu. Calon sudah ada, sudah mapan. Latar belakangnya jelas. Diandra mengulum bibirnya.

HAIWhere stories live. Discover now