CHAPTER 34

3.8K 520 35
                                    

A/N : Halooo semua reader ketemu lagi ama autor gak jelas ^^ sebelum baca,autor mau ngucapin minal aidzin wal faidzin mohon maaf lahir batin yaaa maafkan klo autor pernah menyinggung reader,atau novel ini kurang memuaskan bagi pemirsah yah maklum autor kacangan amatiran tapi autor sudah memaksimalkan yg terbaek loo. maafkan juga autor agak lama menghilang soalnya dua minggu kemaren autor persiapan sidang TA dan akhirnyaa autor lulus horee :D ampun dah seneng banget.kegalauan kuliah akhirnya terbayar dengan satu hari dagdigdug didepan penguji.makasih sebelumnya yaa yg sering ngevote dan menuhin notif autor dgn menambahkan novel ini ke reading list, beneran autor seneng banget ini novel bisa terpajang dipenjuru reading listnya reader :D

Sekali lagi makasih banyak dukungannya, dan terus mau baca, nunggu mas juna yg nyebelinnya minta ampun, ada yg nagih-nagih sampe ngeDM itu autor beneran gak terganggu sama sekali malah seneng ada gitu yg nungguin gue yg gak jelas hehe dah ah kepanjangan autor notenya. Pokoknya makasih banyak yaa semuaa ^^

***

Diandra mempersilahkan Juna duduk di ruang tamunya. Dalam rumah Diandra nampak terang benderang sejak adanya bunda Ria. Meskipun ayah Diandra pulang malam, kini Diandra akan disambut dengan senyum hangat ibunya tersebut.

"Malem, tante." sapa Juna mencium tangan bunda Ria yang tadi keluar dari drama televisinya.

"Udah makan, mas Juna? Tante masakin semur daging. Di, klo mau makan ambil nasi sendiri tuh." perintah ibunya.

"Ntar aja, bun. Aku bikinin Juna minum dulu. Teh anget ya?"

Juna menggeleng, meminta untuk Diandra tetap tinggal menemaninya di ruang tamu dengan isyarat mata.

"Ya udah, tante masuk dulu ya." Sepeninggalan bunda Ria, Diandra menyambut tangan Juna. Ditariknya gadis itu sampai menuju sofa berwarna krem dan keduanya duduk berdampingan.

Diandra melihat sikap aneh Juna yang kian detik kian kaku. Seolah memaksakan apa yang sedang ia lakukan kini. Demi memenuhi rasa penasarannya, Diandra diam menunggu sampai Juna yang memecah keheningan.

"Ndra?"

"Ya?"

"Aku mau langsung ke intinya. Waktu itu...aku nggak sengaja buka tas kamu, Ndra."

DEG.

Jantung Diandra langsung terpaku secepat kilat tak bisa berfungsi dengan baik. Mata bulatnya melebar menatap Juna dengan perasaan sedikit takut. Juna membuka tasnya, dan apa yang lelaki itu temukan semoga bukan kemungkinan terburuk.

"Terus?" tanya Diandra waspada.

"Aku nemu surat dari kampus kamu. Itu...beneran kamu diterima beasiswa lagi?"

Melengoslah hati Diandra. Bahunya merosot turun dan gadis itu merutuki dirinya sendiri karena sudah bertindak ceroboh. Alih-alih ingin membuang surat itu, malah Juna menemukannya sebelum Diandra menghanguskannya. Diandra mencoba mengamati wajah kekasihnya tersebut dengan hati tak enak. Tapi yang ia dapatkan hanyalah kekosongan.

"Kamu...sudah baca itu?" tanya Diandra seraya menundukkan kepala.

"Aku cuman baca pembukanya aja..." Juna menggantung kalimatnya dengan maksud bahwa siapa tahu itu surat pemberitahuan lain selain Diandra diterima beasiswa sekolah kedokteran spesialis yang entah memakan waktu berapa tahun lagi untuk menunggu.

Keheningan beku nun tercipta kembali. Diandra kalut akan perasaan bersalah dan perang batin bahwa dirinya harus menjelaskannya kepada Juna sebelum terlambat. Bahwa ia sudah tidak minat lagi akan sekolah.

"Ya. Itu bener. Aku diterima...beasiswa." jawab Diandra tak bersemangat. Juna tersenyum, bukan senyuman manis. Tapi senyum pahit dan hampa. Matanya mengatakan bahwa ini semua sangat tidak bisa ia percayai.

HAIWhere stories live. Discover now