CHAPTER 16

4.6K 545 14
                                    

"Makasih ya, Arjuna. Lain kali gue traktir lo deh." ujar Nayla sungkan saat lelaki bernama Arjuna dari tim lain yang ada dikantornya itu mengantar Nayla sampai ke depan pintu pagar. Juna sontak terkejut mendengar ucapan ramah Nayla.

"Santai aja kali, Nay. Gue pulang dulu ya." pamit Juna kepada Nayla, lalu beralih kepada seorang ibu yang berdiri di belakang Nayla untuk disalami.

"Tante, saya pamit dulu ya."

Ibu Nayla tersentak dari lamunannya, lalu tersenyum lebar mengulurkan tangan untuk Juna.

"Iya, hati-hati ya, mas. Makasih banyak udah nganter Nay padahal rumahnya jauh."

Juna berulang kali menjawab tidak apa-apa karena memang bukan masalah besar baginya. Hingga dia mengangguk sopan dan kemudian berlalu dari kediaman Nayla. Menyisakan Nayla dengan ibunya yang tersenyum genit. Dia sampai merinding, jangan-jangan beliau kesurupan.

"Kenapa?" tanya Nayla sengit. Sang ibu masih tersenyum tidak jelas.

"Ganteng ya masnya tadi. Pacarmu?"

"Bukan, Ma. Itu temen kantor. Gara-gara mobil jadul Papa tuh mogok. Untung ada dia." jawab Nayla ketus. Menutupi salah tingkahnya karena ibunya tersebut sudah lama tak mendapati Nayla diantar oleh lelaki.

"Oh. Sopan banget ya anaknya. Baik lagi mau nolongin kamu. Mama suka cowok yang kaya gitu." puji ibu Nayla setinggi langit membuat Nayla melengos malas. Walaupun Nayla seratus persen mengiyakan kata-kata ibunya tersebut, tapi dia tak mau bereaksi berlebihan seperti beliau.

"Ngomong ngelantur aja, Mama. Udah ah aku mau mandi. Bau mesin mobil."

"Bawain dia makanan gitu lho kapan-kapan, Nay." kata sang ibunda mengejar putrinya yang lebih dulu masuk rumah.

"Iya, Ma. Kapan-kapan."

Dan sekarang disinilah Nayla. Maju mundur untuk menghampiri bilik meja Juna yang ada di ruangan sebelah. Nayla dan Juna memang satu lantai kerjanya. Hanya dibatasi oleh dinding kaca yang membedakan tim kreatif dengan tim talent. Nayla bisa mengintip, kalau lelaki itu tengah sibuk memusatkan perhatian pada komputernya. Ketika yang lain mulai berhamburan keluar untuk mengisi perut karena sudah waktunya istirahat siang.

Sengaja Nayla menunggu karyawan lain keluar hingga sepi, dan barulah dia melaksanakan aksinya yang menurutnya memalukan ini. Dia seperti hendak menembak cowok layaknya anak-anak SMA saja. Padahal ia hanya ingin memberi buah tangan demi rasa terima kasihnya karena Juna banyak menolongnya malam itu.

Nayla memelankan langkah kakinya supaya sepatu pantefolnya tersebut tidak bergemelatuk di lantai marmer. Melirik kecil pada Juna yang sama sekali tak menyadari keberadaannya ketika Nayla semakin mendekat. Dilihat dari tumpukan map-map di meja, agaknya Juna sibuk berat. Dan tak akan bergabung makan siang di kantin bawah. Nayla memejamkan kedua mata, memberanikan diri sendiri lalu mendekat ke meja Juna.

"Arjuna."

"Ya?" tanya Juna tanpa mengindahkan matanya sama sekali ke arah Nayla. Wanita itu memasang tampang kecut, Juna sedang dalam mode tidak ingin diganggu. Duh rasanya Nayla ingin mundur saja.

"Eum, ini. Gue bawain makanan." dari situlah Juna menoleh, sedikit syok ternyata Nayla lah yang memanggilnya. Lalu berpaling kepada sekotak putih bertuliskan label bakery yang disodorkan Nayla padanya.

"Eh, Nay. Apaan ini?" tanya Juna mau tak mau menerima sodorannya.

"Pie buah. Kayanya lo nggak sempet makan siang ya?" Nayla bertanya ragu-ragu mengintip pekerjaan Juna di komputer.

HAIWhere stories live. Discover now