CHAPTER 7

5.7K 722 26
                                    

Siena melirik abangnya yang tengah menonton tv diranjangnya. Begitu juga dengan Ayah dan ibunya. Ibu menyibak gorden pemisah antara bangsal Juna dengan bangsal sebelah yang kosong. Sehingga ayah dapat menggelar kasur gulung untuk ditiduri dan menonton tv. Sedangkan Siena sendiri tengah menelungkup diatas kaki Juna yang berselimut. Membawa buku sejarah untuk dipelajari, tapi fokusnya kemana-mana.

Sudah lima hari Juna dirawat. Kondisinya memang sudah membaik. Tak mual lagi, pusing hanya sesekali, panasnya juga. Meskipun masih lemas. Dan trombositnya sudah naik walaupun tidak drastis. Tapi perlahan. Itu kemajuan.

"Mas, kenapa mas nggak sama mbak Didi lagi sih?" celetuk Siena yang seketika mendapat pelototan terkejut Juna. Tak ayal ibu dapat mendengar pertanyaan Siena, segera memasang kuping untuk mendengar jawaban Juna.

"Ngapain nanya-nanya gituh?!" gertak Juna.

"Baik orangnya, cantik, ramah. Pacarin lagi gih." rengek Siena sembarangan.

Ya kali, dek. Mas Juna juga pengen balikan lagi. Tapi ya apa daya.Bukan jodoh masmu ini. Batin Juna muram.

"Ngawur kamu." jawab Juna seadanya, kembali menonton tv.

"Kok ngawur siih?! Dibilangin juga." kini gantian Siena yang sewot.

"Iya, mas. Kok nggak sama dokter Didi aja? Udah nggak usah cari yang baru, kamu kelamaan. Ini ada dokter Didi di depan mata, mas. Coba deketin gih. Siapa tau jodoh." timbal ibunya ikut-ikut. Juna melengos.

"Nggak bisa, bu."

"Kenapa?"

Lelaki itu mendesah, berusaha supaya lidahnya tidak terlilit.

"Diandra tuh udah nikah. Udah punya anak, bu. Juna udah pernah ketemu sama anaknya."

Hening. Respon yang baik menurut Juna. Dia tak harus kelabakan seperti teman-temannya tempo dulu saat mereka terkejut mendapati Diandra sudah bercincin.

"Serius, mas?" tanya ibu yang agaknya kecewa. Juna mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari tv. Karena kalau ia menatap ibunya, beliau pasti tahu kalau Juna pun turut kecewa.

"Iya sih. Aku liat mbak Didi tuh kaya dewasa banget. Keibuan juga. Nggak kaya mas Juna. Cengengas cengenges. Apalagi klo temen kantornya pada main kerumah. Beuh, kaya bocah semua." cibir Siena dan langsung dihadiahi jitakan.

"Sayang ya. Padahal ibu mau lho klo kamu sama dia. Bukan karena profesinya sih. Dari pas jaman SMA, dia kan akrab sama ibu, sering ngasitau ibu resep-resep kue gitu. Ibu inget. Terus pernah diajarin bikin kue jahe yang nggak pahit. Cari yang kaya dokter Didi gitu, mas."

"Heem, bu." jawab Juna sekenanya. Mendengar perintah ibu, Juna jadi ingat umur yang sudah tak muda lagi.

"Mau liat dong anaknya, mas. Kepo aku." pinta Siena kepada Juna.

"Lah, anaknya ya dirumahnya lah. Kok kamu nanya ke aku. Emang aku baby sitternya?" ketus Juna.

"Ya liat fotonya doang, mas. Ih sensi banget."

"Ya aku nggak punyalah, dek!"

"Instagramnya, mas Junaaaa!! Jangan bilang kamu juga nggak punya instagramnya dia." semprot Siena mendelik tajam pada Juna. Tapi yang disemprot hanya melongo. Instagram ya? Kenapa Juna tak pernah berpikir untuk stalking Diandra lewat itu sih? Sembunyi dimana otaknya kala dia bertemu Diandra?

Siena sudah tahu jawabannya hanya melihat raut idiot abangnya tersebut.

"Hape iphone six dibuat ngapain aja sih? Mubazerrrr. Kasiin aku aja!"

"Justru hape bagus kaya gitu dikasiin abege macem kamu itu bikin generasi iphone cepet rusak. Isinya sosmed-aaaan aja. Nggak belajar-belajar." balas Juna tak kalah sebal pada adiknya.

HAIWhere stories live. Discover now