CHAPTER 26

3.7K 467 10
                                    

Typo bertebaran.enjoy ^^


Berdiri celingukan ke dalam meyakinkan apa ada seseorang di dalam. Juna hampir saja hendak pulang karena rumah kekasihnya itu nampak sepi dan sayup, ketika bunyi deritan pintu utama terdengar. Dia menoleh dan tercengang. Dikira yang keluar suzana, tak tahunya pacarnya sendiri. Mirip suzana.

"Kamu kenapa, Ndra?" pekik Juna kaget melihat wajah pucat Diandra sangat kentara, lalu rambut singa, berjalan lirih-lirih mirip siput. Diandra tak menjawab. Membuka kunci pagar, dan membiarkan Juna masuk sendiri. Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tamu karena perutnya kembali sakit. Juna menyusul tergopoh-gopoh. Ikut duduk disampingnya.

"Kamu sakit?" lelaki itu menempelkan tangannya dikening pacarnya. Tidak demam, tapi kenapa wajahnya bisa sepucat itu?

"Apanya yang sakit?"

Juna sedikit panik mengamati Diandra yang meringis seperti menahan kesakitan.

"Hei..."

"Maag sama pms."

Juna menciut. Jangan remehkan pmsnya wanita. Dan jangan sekali-sekali menyinggung atau bertanya bagaimana rasa sakitnya itu kepada mereka. Bisa-bisa sakit itu menular kepadanya karena dipukul sesuatu oleh wanita itu.

"Udah minum obat?" tanya Juna mengusap-usap perut Diandra lembut. Wanita itu menggeleng. Menyesali kemarin-kemarin ia tak makan teratur. Lalu semalam menghabiskan ayam bakar pedas. Beginilah jadinya.

"Obatnya dimana? Biar aku ambilin."

"Kamarku. Di atas."

"Kamu tidur sini aja dulu." perintah Juna membaringkan pelan kepala Diandra ke bantal sofa. Diandra menurut karena perutnya sudah kepalang nyeri. Juna segera naik ke lantai dua dan membuka pintu pertama yang diyakini kamar kekasihnya karena pintu itu ditempeli papan kayu dengan model vintage bertuliskan Diandra.

Kamar dengan dominasi warna putih dan ungu kesukaan Diandra merayap ke pandangan Juna. Nampak gelap karena gordennya sengaja ditutup. Mungkin Diandra tadi bermaksud tiduran sebelum Juna datang. Lelaki itu membuka satu persatu laci meja untuk mencari obat yang dimaksud. Saat ia beralih pada laci nakas di samping kasur milik Diandra, matanya terpaku pada sebuah pigura berwarna pink cantik terletak disana. Tapi bukan karena piguranya yang membuat Juna terpekur, lebih pada gambar yang ada dalam pigura itu.

Disana, Juna memeluk bahu Diandra. Keduanya tersenyum memperlihatkan gigi-gigi tengil mereka dengan seragam sekolah yang keduanya kenakan. Juna melihat ujung pada foto tersebut. 4 Februari 2004. Juna tersenyum penuh haru mengingat foto ini diambil ketika mereka memaksa Derian –sahabat Juna untuk memotretnya di bawah rimbunnya pohon belakang sekolah. Dimana mereka masih kelas dua. Hubungan Juna dan Diandra masih manis-manisnya. Sebelum Diandra pergi untuk belajar.

Juna mengusap foto itu kagum. Ada secercah rasa bahagia yang besar mengetahui bahwa selama sepuluh tahun ini, ternyata Diandra masih menyimpan foto lawas mereka. Menyimpan semua kenangan mereka tanpa harus dibuang, diinjak, dan dilupakan. Juna menemukan obat Diandra dan untuk yang terakhir kali menatap dengan nikmat foto mereka berdua. Meyakinkan diri sendiri kalau Diandra pernah menjadi bagian hidupnya sepuluh tahun yang lalu.

Juna membantu Diandra meminum dua obat sekaligus. Yang pertama obat untuk nyeri pms, dan satu lagi maag. Lalu Diadra kembali berbaring diam. Hanya menatap Juna sayu setengah tertutup kelopaknya. Juna duduk dilantai persis menghadap muka Diandra. Mengelus rambut berantakan itu dengan sayang.

"Aku tadi ke rumah sakit. Ternyata kamu off. Ya udah aku kesini." terang Juna tanpa diminta. Diandra tetap diam saja mendengarkan. Juna menghembuskan nafas.

HAIWhere stories live. Discover now