CHAPTER 38

4.6K 577 76
                                    

A/N : Agak ragu ngepost chapter ini pasti nanti banyak yg marah2 sama autor wkwk kenapa juna begini kenapa diandra begitu wkwk hidup tak sebercanda itu kawan :D trus yg orang surabaya atau yg lagi tinggal disurabaya atau yg lagi mampir disurabaya, plis juna diandra itu fiksi yaa maupun tokoh lainnya yg ada di dalem cerita ini*ngakak sampe mau dicari2 ke tempat kerjanya.cari autornya aja ini nyata bisa kopdar wilayah surabaya dan sekitarnya lol but thx perhatiannya semua yg komen dan vote :* typo dimana2 maklumin yah soalnya gak punya editor,mata udah jeleng buat ngedit wkwk

***

Ayah, Ibu, Siena berlari tergopoh-gopoh di lorong rumah sakit menuju kamar rawat. Mereka mendapat telpon kalau Juna kecelakaan dan kondisinya lumayan parah. Parah lebaynya maksud Diandra. Hanya memar dan sedikit berdarah. Tanda kebiru-biruan memang akan membengkak besok, tapi kalau dibawa ke tukang urut pasti selesai. Setidaknya Juna harus masuk kamar rawat semalam, dan besok pagi bisa pulang.

"Masya Allah, le, le. Kamu itu disuruh beli bebek malah nyelonong ke rumah sakit. Jantung ibu sampai nggak karuan." rutuk ibu Juna mengelus pundak Juna. Lelaki itu meringis, meminta maaf kepada keluarganya yang sangat panik.

"Makanya, bu. Jangan nyuruh orang galau naik kendaraan. Pikirannya lagi kacau tuh. Nggak konsentrasi jadinya." gantian Siena berceletuk.

"Ya udahlah, nggak papa toh kamu, mas? Kata dokter gimana?" tanya sang ayah.

"Kata Diandra cuman memar aja ini. Besok udah bisa balik."

Mendengar nama Diandra disebut, semua anggota lantas terdiam. Membuat Juna bingung sekaligus ciut.

"Kamu ketemu mbak Didi?"

"Ehm, iyalah. Kan dia dokter UGD disini." jawab Juna malu-malu.

"Kok ya lucu, kamu keserempet motor dideket sini. Nggak sengaja atau cari perhatian?" kekeh sang ayah yang sepertinya sudah mahir seluk beluk permainan cowok muda.

"Apaan sih, yah. Kan emang kalau pulang muter lewat sini. Lewat timur kejauhan. Keserempet kok dikata caper." kilah Juna salah tingkah. Siena malah menoel hidung mancung kakaknya.

"Jodoh kayaknya, mas."

Amiiin.Amiiin

"Terus sekarang mbak Didinya kemana?"

Juna mengangkat kedua bahunya lesu. Teringat omongan terakhir Diandra yang membuatnya teriris. Bahwa Diandra benar-benar mantap untuk menikah.Bukan pendidikannya. Bahkan, Diandra tidak memilih untuk melanjutkan keduanya bersamaan. Tapi hanya menikah dengan Juna.

"Balik kerja lagi. Kan dia masih jam kerja."

"Ibu cari dia dulu deh. Mau ngucapin makasih." kata Ibu seraya bangkit. Siena pun juga bangun dari duduknya.

"Aku ikut, bu."

Tinggal Juna dan ayah saja berdua di kamar inap. Ayah menggeleng-geleng dan duduk di dekat anak sulungnya tersebut. Mengamati perban-perban yang menempel dibeberapa bagian tubuh Juna. Sudah mirip mummy.

"Kamu beneran udah nggak lanjut sama mbak Diandra, mas?" tanya sang ayah melunak. Juna sempat kaget ditanyai langsung begini oleh ayahnya. Karena kemarin-kemarin tak ada bahasan apapun setelah Juna dikabarkan putus. Juna juga malas membicarakannya.

"Nggak gitu sih, yah. Kemarin...Juna cuman minta waktu sebentar biar Diandra bisa mikir mantepnya gimana. Lanjut nikah, apa sekolah lagi. Maksudku...aku mau nunggu kok sampai Diandra selesai sekolah. Ayah kan tau sendiri, sekolah dokter tuh sibuknya minta ampun. Mana bisa diganggu sama urusan nikah. Malah ketabrak jadwalnya yang inilah itulah..." jawab Juna mengulum senyum masam.

HAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang