CHAPTER 15

5K 583 19
                                    

Sudah pukul sembilan lewat lima puluh lima menit ketika mobil toyota agya hitam milik Juna berhenti di depan pekarangan sebuah rumah yang nampak senyap meskipun lampunya masih terang benderang. Juna mematikan mesin mobilnya dan menoleh pada wanita yang duduk disampingnya dengan tatapan hangat.

"Nggak turun?" tanyanya lembut mengusap puncak kepala gadis itu. Dan dia menoleh, membalas tatapan Juna intens, rindu, dan juga penuh makna. Hati Juna mengembang menatap kekasih lama yang kini sudah menjadi miliknya lagi. Meskipun saat di restoran tadi Diandra hanya mengucap kata terima kasih, tapi Juna tahu dari gelagat perilakunya kalau Diandra menerima pernyataan cintanya.

"Juna, aku boleh meluk kamu?" satu pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir Diandra yang bergetar. Juna dengan senang hati mau, tapi ada yang berbeda. Diandra disini hampir menangis. Lalu tak sempat dia mengangguk, Diandra sudah menghamburkan diri ke tubuh Juna. Memeluknya, erat sekali. Menyembunyikan wajahnya di bahu Juna supaya lelaki itu tak tahu kalau dirinya memang sedang menangis.

"Ndra, kamu nangis?" tanya Juna mendengar isakan kecil Diandra, ia kebingungan.

Gadis itu diam, malah semakin menambah isakannya. Memeluk semakin erat. Juna tak tahu harus apa. Yang bisa ia lakukan hanya membalas pelukan itu, mengusap punggung Diandra untuk ditenangkan.

"Sepuluh tahun. Itu lama banget, Jun."

Juna tertegun, rahangnya mengetat mendengar ucapan Diandra. Dia merasa menyesal, karena selama sepuluh tahun ini, Diandra pasti mencoba menyembuhkan luka yang dibuat oleh Juna.

"Aku... aku bahkan nggak berani berekspetasi kalau... aku bakal bisa gini lagi sama kamu..." isak Diandra.

"Andra..."

"Dan kamu dateng disaat aku bener-bener butuh sandaran. Butuh penuntun, butuh teman waktu aku ngerasa sendiri. Aku...nggak tau harus gimana. Aku minta maaf klo aku pernah ninggalin kamu." tangis Diandra pecah, dan hati Juna terluka mendengar penuturan sejujurnya dari mulut Diandra. Wanita ini bahkan memendam rasa bersalah padanya. Juna mendesis lirih, dia mengetatkan pelukan Diandra, tak peduli kalau ada yang melihat dari balik luar mobil.

"Kamu nggak pernah ninggalin aku, Andra. Aku yang ninggalin kamu waktu itu. Aku yang salah, aku yang harus minta maaf sama kamu."

Diandra menggeleng-geleng keras kepala sampai Juna mengurai pelukannya. Tersenyum tulus namun pilu melihat muka Diandra yang cantik berubah konyol gara-gara air mata. Diusapnya air mata itu dengan sayang, lalu menyentuh kedua pipi Diandra untuk dipandangnya lama, menyimpannya dalam memori. Diandranya masih tetap sama.

"Just let it go. What happen in the past, stay in the past. Kita berdua dulu masih sama-sama labil. Sama-sama melukai dan bego. Jadi, kita mulai dari awal ya?" tawarnya penuh harap. Kelegaan membanjiri perasaan Juna saat dilihatnya Diandra mengangguk mantap, tertawa dan terisak bersamaan. Suka cita dia mau melakukannya.

"Udahan ah nangisnya. Drama mulu. Nanti orang rumah curiga aku ngapa-ngapain kamu." gurau Juna mencoba mencairkan suasana melankolis itu dengan mencubit pipi kekasihnya. Diandra manyun, lalu mengusap sendiri air matanya yang lengket.

"Kamu nggak keberatan aku... kaya gini?"

Sesungguhnya, Juna tahu apa maksud pertanyaan Diandra itu. Mengenai profesinya yang dulu pernah dipermasalahkan oleh Juna dan Diandra muda. Tapi mereka kini sama-sama dewasa, haruskah mempermasalahkan itu lagi? Menyembunyikan fakta bahwa Juna turut khawatir, dia hanya mengerutkan kening mencoba bercanda. Tak menggubris lagi permasalahan profesi Diandra yang terobsesi dengan cita-citanya sampai ke jenjang lebih tinggi.

"Kaya gimana sih? Udah ah, ayo turun." pengalihan yang bagus dari Juna. Dia melepaskan seatbeltnya dan beralih ke Diandra. Tak ayal mengecup pelipis Diandra yang wangi aroma buah. Sampai gadis itu bersemu menggemaskan.

HAITahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon