Dua

59.9K 6.3K 70
                                    

"Hai.''

Kelopak mata Asa bergerak tak beraturan. Alisnya mengerut karena kelopak matanya susah terbuka. Telinganya menangkap dengan jelas suara lembut di sisi tubuhnya itu. Entah apa yang terjadi, sekujur tubuhnya tidak mau menuruti perintah otaknya. Seolah semua otot itu sudah lumpuh.

Mungkinkah aku sudah meninggal?

Air mata tak pelak keluar. Jika sebelumnya dia merasa ingin mati dijejali setumpuk beban hidup. Kini hatinya menciut memikirkan nasib dirinya yang sudah tiada. Bahkan dia tidak punya daya memastikan kematiannya sendiri. Tubuhnya tergolek tak jelas dimana. Barang kali sudah dibuang oleh papa dan si jalang. Dilupakan tanpa doa pengantar ke surga. Dianggap sebagai restu Tuhan untuk cinta dua orang yang sudah berselingkuh di balik badan mamanya yang tulus.

"Jangan berpikir macam-macam. Kau masih hidup.'' Jemari lembut mengusap aliran hangat di pipi Asa. Siapa dia?

"Aku?'' Perempuan di sisinya itu seperti bisa membaca pikiran Asa. "Aku adalah temanmu. Aku bukan seseorang yang baik bagi kebanyakan orang yang mengenalku tapi percayalah, aku tidak akan menyakitimu, Asa.''

Dia tahu namaku. Bagaimana mungkin? Kepanikan merajai sanubari Asa. Dia merasa tidak nyaman. Terlihat dari keringat besar-besar di dahinya.

Perempuan di sisinya tertawa. Tawanya begitu lembut dan elegan. Mendengar tawanya saja sudah membuat Asa menerka penampakan perempuan itu pasti lembut, feminim, anggun, dan cantik. "Namaku Mirallae. Aku seorang giyom perempuan dari sisi barat Hutan Tunjha.''

Giyom?

"Iya, giyom. Itu jenisku. Seperti jenismu manusia, aku giyom. Kau akan tahu seperti apa giyom itu.. nanti'', balas perempuan yang mengaku namanya Mirallae itu. Dia menghembuskan napas pendek.

Asa merasa perempuan itu punya banyak beban terdengar dari napasnya. Dia mulai merasa nyaman dengan orang di sisinya itu. Padahal dia tidak tahu bagaimana rupa orang itu. Apalagi Mirallae mengaku dia berbeda dengan Asa yang manusia. Asa pasrah jika sosok di sebelahnya ini berbentuk kuntilanak, genderuwo, orang setengah kambing, bahkan perempuan berkepala singa bertanduk setan berwarna hitam. Sejauh ini dia tidak mencium aroma aneh selama berdekatan, malah dia mencium aroma manis dan lembut dari sisi asal suara yang menemaninya berbicara itu.

"Aku mengenalmu, Asa. Sayangnya kita tidak pernah mempunyai kesempatan berkenalan langsung. Kali ini pun kita bertemu karena keegoisanku.''

Asa berusaha menyimak omongan Mirallae. Dia semakin penasaran pada perempuan itu. Ada keinginan kuat di dalam dirinya ingin mendengar lebih banyak suara Mirallae. Suaranya membuat dada Asa dipenuhi debaran lembut yang menyejukkan.

Keegoisan apa yang kau maksud? Tanya Asa saat dirasakan Mirallae tidak kunjung melanjutkan omongannya. Dia merasa Mirallae bisa mendengar suara hatinya.

"Kau mau mengetahuinya?'' Ada nada keraguan dalam suara Mirallae.

Kau mengenalku tapi aku tidak mengenalmu. Tentu aku ingin tahu.

Mirallae menarik napas sebelum membuangnya lambat-lambat baru memulai bicara, ''Aku memaksamu datang ke sini. Lembah di antara batas dunia. Karena aku ingin meminta bantuanmu.''

Memaksa? Lembah di antara dunia? Bantuan?

Asa kembali teringat kondisinya terakhir. Dia tertusuk pisau lipat. Dia pasti sudah meninggal. Sekarang dia berada di dunia orang mati.

"Kau belum meninggal, bodoh.''

Bodoh, huh? Asa merasakan suasana mencair. Mirallae mulai mengumpat. Lawan bicaranya itu mulai nyaman membuka diri. Jelas Mirallae perlu membuka diri demi memberikan apa yang ingin dan perlu diketahui Asa.

"Maafkan aku. Kebiasaan buruk ini sudah lama tidak muncul, biasanya hanya muncul saat aku bersama Cissara. Mungkin hatiku sudah sangat nyaman denganmu.''

Aku terima permintaan maaf kamu. Boleh jelaskan keadaanku dan permintaanmu.

Jemari Mirallae mengelus rambut Asa lembut. "Aku membuatmu datang ke batas duniamu dan duniaku. Aku membutuhkanmu karena aku akan meninggalkan kekasih kecilku. Ini sudah batas hidupku namun tak pernah sekalipun aku membahagiakannya. Aku mohon padamu bahagiakan kekasihku.''

Alis Asa menukik curam. Semburat merah di pipinya serta bibirnya yang mengerucut seketika menghentikan ucapan Mirallae.

Kamu mau aku jadi apa buat kekasihmu?

Mirallae tidak segera menjawab pertanyaan ketus Asa. Jemarinya tidak berhenti mengelus rambut hitam legam Asa. Jemari dan rambut itu seperti menemukan pasangannya. Mereka menyatu dan sukar dilepas. Itu yang dirasakan Asa dan Mirallae.

"Tolong bahagiakan dia. Gantikan aku.''

Asa menarik bibirnya menjadi segaris. Ada rasa tidak enak mendengar suara sendu Mirallae.

Dia.. siapa?

"Kekasihku, Inatra.''

SurealWhere stories live. Discover now