Dua Puluh Lima

29.4K 3.8K 85
                                    

Asa menatap ragu-ragu pada Seth yang setia menatapnya dalam diam. Perlahan tatapan Asa turun ke kaki kiri Seth. Luka gores panjang yang pada area sekitarnya gosong. Berpindah ke kaki kanan Seth. Lukanya nyaris serupa namun yang sebelah kanan lebih pendek dan tidak menyebabkan sisiknya hilang.

"Seth," seruan Asa sarat akan kesedihan. "Maafkan aku membuatmu harus mengenang kembali ingatan kala itu."

"Bukan masalah. Aku yang ingin menceritakannya. Apakah kisahku membuatmu sedih?"

"Sangat."

"Sama persis seperti Mir."

"Mir?"

"Perempuan itu datang untuk mengetahui kisah itu. Meski dia sudah menebaknya. Namun dia membuat pilihan gila setelah mendengar kisahku."

"Apa... pilihan Mir?"

"Bunuh diri."

Asa mendekap mulutnya tidak percaya pada jawaban Seth. Bagaimana bisa Mir yang terkenal angkuh sampai nekad bunuh diri?

"Mengapa?"

Seth tidak lagi menjawab. Kedua kaki depannya menumpuk, kaki belakangnya ditekuk, dan kepalanya bertumpu pada tumpukan kaki depan. Naga hitam itu tidak mengacuhkan Asa, dia terlelap. Kepala Asa mendongak pada hamparan tirai pelangi di langit. Terlalu indah tuk ditinggalkan atas alasan tidur. Asa kemudian berdiri, berjalan perlahan menuruni bukit. Di kejauhan, naga-naga mengambil pose serupa Seth, tidur berpangku kaki depan. Asa tidak menemukan mana naga yang tadi menjemputnya. Dia terus melangkah, kemanapun kakinya hendak membawanya.

Angin berhembus lembut memainkan anak-anak rambut Asa. Rerumputan yang dipijak kaki telanjangnya serasa jeli yang kenyal. Lambat-laun Asa memasuki daerah yang ditumbuhi rumput tinggi, nyaris setengah betisnya. Hingga langkahnya terhenti di tepian jurang. Kepalanya melongok, jurang itu gelap pekat. Dia mengambil batu sebesar genggaman tangan lalu melempar ke bawah jurang. Butuh waktu sekian detik hingga terdengar suara benturan dari dasar jurang.

Dalam sekali, pikir Asa.

Dia memilih mengistirahatkan kakinya di dekat batu pualam tak jauh dari bibir jurang. Duduk sembari mengamati suasana sekitar yang terasa begitu dekat, begitu terjamah. Seolah tiap rumput tinggi yang memagari jurang dan lembah para naga telah mengenalnya beratus tahun.

Beratus tahun...

Beratus tahun lalu...

Mata Asa membesar ketika potongan demi potongan kejadian berputar silih berganti dalam pengamatannya. Seorang wanita dalam balutan gaun kebangsawanan tersenyum pada seorang pria. Berganti kejadian saat wanita itu diserahkan tongkat platina berukir sulur emas yang menyanggah mutiara hitam. Berpindah pada kawanan naga berzirah melayang di langit. LaluーAsa merapatkan mata dan menutup telinga menggunakan kedua telapak tangan. Bunyi ledakan dalam penglihatannya begitu keras memekakan telinga.

Sekujur badannya bergetar hebat. Perlahan, dia beranikan membuka diri. Melongok sekitarnya yang masih sama. Tak ada dampak ledakan apapun seperti dalam penglihatannya.

Dia terperangah. Timbunan pertanyaan memenuhi benaknya.

Airmatanya luruh manakala potongan-potongan kejadian itu berhasil dia satukan dalam kepalanya. Ada peristiwa yang disembunyikan dalam sejarah kaum Giyom. Sebuah konspirasi besar yang berputar. Penghianatan yang pernah menyeret Mir hingga batas kemampuannya lalu menyerah.

Asa berdiri lalu berjalan tertatih mendekati bibir jurang. Tenaganya habis tersedot. Dia jatuh terduduk pada tepian jurang. Melongok pada kegelapan yang tak berdasar.

"Siapa yang menyangka aku pernah ada di dasar jurang ini," gumamnya masih dengan airmata berderai.

Kesakitan merambati jiwanya, menggerogoti badan kemudian memakan kesadarannya. Hal yang terakhir Asa lihat adalah naga yang tadi mengantarny ke lembah para naga tengah berdiri di belakangnya. Lalu gelap.

SurealWhere stories live. Discover now