Dua Puluh Enam

27.3K 3.7K 37
                                    

Kelopak mata Asa bergerak tak karuan menyesuaikan intensitas cahaya yang tiba-tiba menimpa penglihatannya. Kesadarannya baru saja pulih. Yang pertama dia lihat adalah sosok naga yang mengantarkannya ke lembah para naga, seekor naga berzirah dengan bola mata hijau cemerlang. Mata yang memusnahkan kesan mengerikan dari figurnya, mata yang keindahannya mengantar pada ketenangan.

"Akhirnya kau bangun, Asa." Naga berzirah itu menegakkan kepalanya, menghalau terpaan sinar matahari, memberi kesempatan Asa bangkit dari tidur.

"Apakah kau yang membawaku ke sini, Tuan..." Asa lupa nama naga ini padahal semalam Seth menyebutkan namanya.

"Obire dari Yolessis. Ya, aku yang membawamu ke sini saat kau pingsan di tepian jurang batas dunia."

"Terima kasih banyak, Tuan Obire dari Yolessis. Dan mengenai jurang batas dunia, apakah itu sama dengan lembah batas dunia?" Tanya Asa berhati-hati.

"Jika kau ada di tempat kau pingsan, kami menyebutnya tepian jurang. Jika kau ada di dalam jurang, kami menyebutnya lembah batas dunia." Obire merendahkan kepalanya untuk menatap Asa lebih dekat. "Apakah ada sesuatu yang mengganggumu, Asa? Barangkali aku bisa membantu."

Asa mengalihkan pandangan pada daratan negeri para naga yang berbukit-bukit. Rumputnya berwarna hijau segar dan langit―entah siang atau pagi―berwarna biru muda dengan arak-arakan awan tipis. Suasananya nyaris senormal keadaan kerajaan giyom, kecuali tentu saja hanya naga dan naga sejauh mata memandang.

Asa harus menghemat waktunya bermain curiga dan tebak-menebak. Dia butuh kebenaran atas penglihatan yang dia dapat sebelum pingsan. Meski Asa belum yakin apakah para naga sekutu atau musuh.

"Pertama kali aku bertemu dengan Mirallae adalah di lembah batas negara. Saat itu, aku tak pernah menyangka akan terbangun dan dianggap orang sebagai Mir," cerita Asa. Ingatannya masih jelas mengulang kejadian demi kejadian di masa lalu. "Awalnya aku sukar menerima situasi itu akan tetapi janjiku pada Mir memantapkan hatiku bertahan di sini. Lambat laun aku menemukan potongan demi potongan keganjilan. Hingga aku tiba di tepian jurang batas dunia."

Asa menatap pilu Obire. Harapan menyatu kedukaan dalam matanya. Dia ingin menumpukkan penat kepala pada Obire, kendati kepercayaan yang hadir malah hatinya yang meragu. Ada rasa kecewa besar atas penghianatan yang merasuk dan Asa tak sanggup memahaminya. Siapa yang menghianatinya? Mengapa dia merasakan perasaan demikian?

"Kau ingin menceritakan keganjilan apa yang kau temukan di tepian jurang batas alam?"

Obire menekuk keempat kakinya. Sekarang pandangan mereka lebih mudah bertemu daripada Obire harus menundukkan kepala. Asa melangkah dan berhenti tepat di depan Obire. Sebelah tangannya terangkat untuk mengelus moncong Obire yang tidak terlapisi pelindung kepala.

"Aku melihatnya," ucap Asa, masih tetap fokus mengelus Obire.

Asa menarik napas panjang lantas melepasnya pelan. Obire tidak memberikan tanggapan. Naga itu sepertinya memberikan ruang luas bagi Asa mengemukakan seluruh isi pikirannya.

"Aku melihat apa yang dilihat sang ratu," kali ini suara Asa melemah sebelum mantap menatap manik mata Obire, "aku melihat kejadian malam itu saat para naga datang ke kerajaan giyom. Lalu suami sang ratu mengadakan ritual di atas bukit. Dan..."

Obire mengedip sekali, tanda naga itu masih hidup selain deru napasnya. Sepanjang Asa berbicara, naga itu membatu.

"Mirallae," desis Asa. Tangannya menjauh dari moncong Obire. Badannya berputar menghadap Yolessis, negeri para naga yang tercatat magis dalam buku literatur kerajaan. Dia telah sampai ke Yolessis. Seharusnya dia mereguk segala jawab atas pertanyaan-pertanyaannya. Seharusnya dia memekik gembira dapat berada di negeri ini. Namun Asa merasa sebaliknya. Dia disesaki oleh lebih banyak kesakitan―yang tak tahu darimana asalnya.

Asa kembali menghadap Obire yang bertahan dalam posisinya. "Katakan padaku, apa penyebab Mir bunuh diri," pinta Asa memelas.

Ini adalah ujung tanggul kekuatannya. Asa tak sanggup maju tanpa pegangan. Asa butuh satu saja genggaman agar dia berani menguak lebih banyak.

"Dia mengetahui sejarah yang berulang." Obire berdiri setelah menjawab. Kepalanya menegak. Dengan dada berlapis baju zirah, dia tampak lebih gagah.

"Sejarah yang berulang," Asa membeokan kalimat itu. Matanya memicing pada Obire yang menatapnya anggun.

"Apakah hidup sang ratu berulang pada anak keturunannya? Termasuk Mir?" Tanya Asa.


SurealWhere stories live. Discover now