Sembilan

41.7K 4.8K 13
                                    

Asa berhasil mengajak Inatra pulang ke rumah. Tidak hanya berdua. Sepuluh teman Inatra turut datang sesuai tawaran Asa. Termasuk bocah laki-laki yang dilihatnya duduk di bawah pohon bersama Inatra, bernama Sakki.

Sepanjang perjalanan pulang, orang-orang menatap bingung rombongan mereka. Namun Asa menanggapi mereka dengan tutur lembut, ''Inatra mengajak teman-temannya makan kue apel di rumah.'' Ada yang menanggapi senang, ada juga yang curiga dengan keramahan Asa.

Sampai di rumah, Asa baru teringat pesannya pada Jash untuk mengunci rumah jika sudah selesai dan membawa kunci itu pulang. Asa menjelaskan pada tamu-tamu kecilnya dan pamit ke rumah Jash yang berada di bawah lereng. Awalnya anak-anak itu menawarkan diri untuk mengambilnya tetapi Asa menolak dengan alasan tidak ingin membuat tamu spesial Inatra kelelahan. Perhatian kecil Asa membuat anak-anak itu merasa dihargai. Dan di belakang anak-anak itu, mata biru pucat berembun. Inatra mengelap kasar matanya, tidak ingin siapapun tahu dia menangis bahagia, sangat bahagia melihat seseorang yang diyakini orang-orang sebagai ibunya berlaku lembut dan penuh kasih.

"Cissa!'' Asa terkejut melihat Cissara berada di antara Inatra dan teman-temannya. Kereta kuda putih dan delapan orang prajurit berdiri di depan pagar rumahnya.

Dia bergegas membuka pintu rumah. Menyingkir dari jalan agar tamu-tamunya dapat masuk. Inatra membimbing teman-temannya menuju serambi belakang.

"Duduklah di depan perapian. Aku akan menyusulmu. Aku perlu menyiapkan kue untuk teman-teman Inatra'', kata Asa sambil melangkah ke dapur.

"Biarkan aku melihatmu. Ini pertama kalinya aku melihat rumah ini kedatangan tamu.'' Cissa memperhatikan gerak-gerik Asa yang mondar-mandir menyiapkan jamuan bagi teman-teman Inatra.

"Tidak pernah kedatangan tamu? Apa kau tidak pernah datang ke sini?'' Tanya Asa sembari memotong kue apel. Bentuk kue ini serupa pie namun ada lelehan keju di atasnya dan bentuknya persegi panjang. Bagi yang pertama melihat akan berpikir ini pizza. Bagian dalamnya sangat lembut seperti isi mousse. Asa akui rasanya sangat lezat.

"Aku? Pernah sekali setelahnya Mir menolak kedatanganku dan memilih dia yang datang ke istana. Padahal ini satu-satunya tempat yang diizinkan Jed untuk kukunjungi.'' Cissara menerima uluran piring berisi kue apel. Jed adalah adik Cissara yang menjabat raja.

Inatra masuk ke dapur bersama Sakki dan dua anak lain. Dia menawarkan bantuan membawakan makanan dan minuman. Teman-temannya juga membantu. Asa dengan suka hati menyodorkan banyak jamuan. Tidak hanya kue apel. Ada juga potongan buah-buahan, jus jeruk, susu, dan gula-gula asam buatan Jash demi mengurangi mual yang dirasakan Asa waktu itu. Dua pelayan Mir memang mempunyai bakat masak yang hebat.

"Kau tahu alasannya?'' Tanya Asa setelah yakin anak-anak itu sudah menjauhi dapur.

"Entah. Mungkin menghindari keramaian di rumah ini. Aku tidak tahu.'' Asa menilai jawaban Cissara jujur. Mir ternyata bukan orang yang seterbuka itu, bahkan terhadap Cissara.

"Karena aku yang di sini maka aku yang akan membuat keputusan mau bagaimana rumah ini.'' Asa meletakkan segelas air putih di hadapan Cissa yang duduk di salah satu kursi yang melingkari meja di dapur.

"Terserah kau. Hei, hanya air putih?''

Asa terkekeh. "Aku tidak tahu harus menyajikan minuman apa untuk Ratu Cissara.''

Cissara berdiri dan mendorong Asa menyingkir dari jalannya menuju lemari penyimpanan. "Kau menyajikan jus jeruk dan susu kepada anak-anak tapi memberiku air putih. Aku ini tamu agung. Siapapun di negeri ini ingin kudatangi rumahnya. Kau malah menjamuku ala kadarnya begitu.''

"Mereka tamu Inatra. Mereka juga masih kecil, wajar kuberikan banyak makanan biar cepat besar'', bela Asa bercanda.

"Kalau aku tidak perlu diberi makanan dan minuman enak?'' Cissara mendengus sebal. Hal yang tidak akan pernah ditunjukkan pada siapapun kecuali Asa dan Mir. Sikap yang tidak sopan dilakukan keluarga kerajaan.

"Baiklah, katakan minuman apa yang mau kau minum ratuku.''

"Aku sudah buat sendiri'', kata Cissara membawa sebuah teko putih ke meja.

"Apa itu?''

"Teh. Aku temukan di toples hijau. Kucium baunya enak. Mungkin Mano atau Jash mengeringkan daun mint.''

Asa menerima cangkir yang diulurkan Cissara. Membauinya lalu menyesapnya sedikit. "Cissa, apa kau pernah penasaran kemana Mir?''

Cissara menggantung cangkir teh yang tinggal sesenti lagi menyentuh bibirnya. "Dari ceritamu, aku menduga dia sudah tiada tapi hatiku percaya dia masih hidup. Entahlah. Sayang aku bukan ratu yang terlahir dengan kekuatan Imora. Mungkin dengan kekuatan itu aku bisa mencari tahu.''

"Imora?'' Alis Asa bertautan.

Cissara merapatkan tubuhnya pada Asa. Bibirnya mendekati telinga Asa. "Kekuatan magis melebihi kekuatan giyom biasa.''

Asa menoleh tajam padanya. Dunia tempat tinggal Mir menyimpan terlalu banyak rahasia. Mungkin mengetahui lebih banyak rahasia bisa membawa Asa kembali ke asalnya. Tempat yang sesungguhnya tidak begitu dia ingat sejak siuman namun dia merasa Inatra lebih membutuhkan Mir dibandingkan dirinya. Kembali ke dunia asalnya bisa jadi mengembalikan Mir pada anak perempuan yang sudah membuat Asa jatuh cinta itu.

"Apa kekuatan giyom biasa? Apa kekuatan amora?'' Tanya Asa menuntut jawaban.

"Giyom biasa mempunyai bakat mendengar suara alam dan memohon bantuan pada alam.'' Cissara menarik napas sebelum melanjutkan. "Giyom pemilik kekuatan imora bisa lebih dari itu. Ada yang bilang mengendalikan giyom lain, menghidupkan orang mati, lalu..''

"Tunggu, apa maksudmu ada yang bilang? Kekuatan imora belum terbukti?''

Cissara meringis. "Kekuatan imora sangat jarang dimiliki giyom. Menurut cerita, giyom terakhir pemilik imora adalah nenek dari nenekku. Dia bisa memanggil naga untuk membantu suku kami bermigrasi ke hutan barat Tunjha.''

"Siapa lagi pemilik kekuatan itu?''

"Sejak kami tinggal di sini, belum ada giyom pemilik kekuatan imora.''

"Apa naga mempunyai kekuatan imora?''

"Naga mempunyai pengetahuan'', cibir Cissara. Dia malas melanjutkan pembahasan ini meski dia yang memulainya tadi.

"Naga mempunyai pengetahuan apa? Apa naga tahu soal imora?''

"Mereka makhluk abadi yang mempunyai penglihatan hebat. Para naga banyak mengetahui persoalan yang tidak diketahui makhluk lainnya.''

"Kau bisa memanggil naga?''

"Sudah kubilang, nenek dari nenekku yang bisa memanggil mereka dengan kekuatan imora.''

"Dimana tempat naga tinggal?''

"Tidak ada yang tahu. Naga membuat sarang yang terlindungi dari siapapun.''

"Cissa, apa naga berbentuk ular raksasa? Atau kadal raksasa?''

"Keduanya.'' Cissara meremas sedikit bahu Asa. "Tolong hentikan percakapan ini. Kita pikirkan jalan lain. Sekarang kita nikmati teh ini.''

Asa mengiyakan ucapan Cissara. Dia memang kelewatan memikirkan persoalan ini. Biarlah dia memahami persoalan ini pelan-pelan. Menyelesaikannya terburu-buru pun belum tentu menghasilkan solusi.

SurealWhere stories live. Discover now