Tiga Puluh Lima

24.8K 3.1K 60
                                    

Hari Peradilan.
Asa menatap langit malam yang bertabur bintang. Ingatannya akan kota tempat tinggal semakin memudar, tertindas desakan demi desakan ingatan Sang Ratu yang menyatu dalam dirinya. Asa yang tinggal dalam desa para pengikut Sang Ratu diyakini Gallea sebagai sosok yang baru. Sosok ratu yang pantas naik tahta. Meskipun fakta hidup Sang Ratu telah merasuk, Asa tidak kehilangan kendali atas dirinya. Asa dapat memilah situasi. Satu-satunya yang mengganjal ialah perasaan. Dia sadar telah jatuh sepenuhnya pada pesona Thanay, mendamba pria itu sebagai miliknya. Tetapi semua akan semakin merunyamkan situasi.

Asa datang ke sini demi Inatra. Ada masa depan seorang anak kecil yang pantas diperjuangkan. Mir telah menyerah atas sakit hatinya. Tinggal Asa yang ada.

"Apa yang menyakitimu, Mir?" Asa bertanya pada kegelapan malam. "Kau meninggalkan semua ini karena takdir Sang Ratu. Tetapi, apa takdirmu, Mir?"

Tidak ada jawaban kecuali suara-suara binatang malam. Asa menelan pertanyaan itu lagi. Gallea mengaku tidak tahu jawaban atas kebingungannya. Para naga pun demikian. Kemana dia akan bertanya?

Penjaga Dunia

Asa terperanjat. Dia berdiri dari batang kayu yang diduduki, memutar badannya dengan gelisah. Suara itu bukan berasal darinya, tapi suara itu terdengar jelas dan mirip suaranya. Dia mencari si pemilik suara dan tidak menemukan apapun. Hanya kesunyian desa.

"Siapa kau?" Tanya Asa tak gentar. Jika kali ini dia harus menemukan kejutan lagi di dunia ini, Asa tidak akan heran. Dia telah melalui begitu banyak pengalaman luar biasa yang sukar ditebak.

"Siapa kau?!" Tanya Asa lagi lebih nyaring.

Tidak ada jawaban. Asa terus mengarsis pandangannya pada sekeliling. Sepi. Tidak ada sahutan.

"Apa itu?" Gumamnya tak paham.

***

"Kenapa ke kuil Penjaga Dunia?" Gallea bertanya sewaktu melihat Asa menabur garam sihir melingkari tanah yang dipijak.

"Aku harus tahu," jawab Asa.

"Apa yang harus kau ketahui?"

"Segalanya."

"Apa maksudmu?" Gallea menarik lengan Asa dengan tidak sabar agar menghadapnya.

"Ada sesuatu. A-ada yang tertinggal... kau tahu, entahlah, ini sulit-"

"Sepupu, tenangkan dirimu. Kau pucat dan berkeringat. Apa kau sakit?" Gallea menatap Asa penuh kekhawatiran. Tangannya bertahan pada lengan atas Asa, menghentikan pergerakan yang berusaha dilanjutkan Asa.

"Aku baik-baik saja. Kumohon, Gallea, sihir ini harus diteruskan."

"Kau panik, Sepupu. Aku tidak akan mengizinkanmu melanjutkan sihirmu. Kau akan terjebak di dalamnya."

Asa mengerjap. Ucapan Gallea barusan memengaruhinya. Ekspresinya berubah curiga. "Katakan, apa yang akan terjadi jika aku melanjutkan sihirku?" Tanya Asa dengan suara menuntut.

Gallea melepas Asa. Kakinya melangkah mundur. Suara cuitan burung menjeda ketegangan di antara mereka. Asa mendekati Gallea, melangkah melewati garam sihir berbentuk lingkaran yang mengelilingi tanah yang dipijaknya. Gallea menurunkan pandangannya. Asa tidak melepaskan Gallea dari tatapan curiga.

"Gallea, kau tahu sesuatu. Katakan apa itu?" Tuntut Asa.

Gallea menggeleng lemah. Asa menyikapinya dengan anggukan sekali. "Aku anggap kau membiarkanku melakukan sihir sekarang," kata Asa mantap.

"Tunggu!"

Asa kembali menatap Gallea. Pria itu tampak sangat kacau dengan wajah penuh kebimbangan.

SurealWhere stories live. Discover now