Lima Puluh

22.1K 2.1K 171
                                    

Gemuruh di luar menghentikan langkahku keluar kamar. Istana yang biasa sunyi senyap mendadak seperti diserang pekikan demi pekikan bahagia.

"Ada apa di luar?" tanyaku pada Jed yang menantikanku di depan pintu kamar.

"Seorang prajurit pemberani telah memenangkan Perang Wilayah," jawab Jed dengan senyum mengembang.

Aku tak menanggapi. Lagipula berapa lama Perang Wilayah bisa dianggap berakhir jika pihak lawan yang kalah akan kembali menyerang. Sebaiknya kujaga baik-baik pikiranku agar penghuni istana tidak sakit hati. Biarkan mereka bersenang-senang sejenak sampai tiba hari surat tantangan perang datang.

"Kenapa aku diminta menemui Paman?" tanyaku. Tak ada seorang pun yang memberiku penjelasan. Seorang putri angkat tidak diperlukan di majelis istana yang agung.

"Aku pun tak tahu. Kupikir ada hal baik yang ingin Ayah beri tahukan kepada kita. Ingat, kita satu keluarga." Jed tersenyum bahagia.

Hanya Jed yang konsisten menunjukan bahwa kami keluarga. Padahal Paman dan Cissa cukup bijak dengan memperlakukan sebagai kerabat jauh yang menumpang. Jika Jed berlaku yang sama, aku yakin kehidupan istanaku akan membaik secara harfiah.

"Kau datang, Nak." Paman Artha menarik tanganku ke lengannya, lalu membimbingku naik podiumーarea khusus bagi keluarga inti raja. Aku gelisah pada tatapan dengki pejabat yang memenuhi majelis. Meski demikian, aku hanya bisa mengikuti kemana pun Paman mengarahkanku. Hingga aku tersadar, aku berdiri di tengah podium.

"Thanay, pemuda luar biasa yang telah memberikan kita kemenangan Perang Wilayah!" Paman Artha memulai pidatonya. Hadirin diam menyimak. Aku tercengang pada keberadaanku di sisi Paman. Ini bukan tempat yang pantas bagi seorang putri angkat raja. Namun Paman menahan tanganku, tak membiarkanku pergi. "Aku sungguh berterima kasih atas perjuanganmu. Tak ada yang bisa aku berikan sebagai balasan atas jasamu. Sehingga aku menawarkan ikatan kekeluargaan."

Semua orang menarik napas. Aku melirik Thanay yang berdiri di tengah ruangan. Sepertinya gelar bangsawan akan menjadi miliknya hari ini.

"Menikahlah dengan Putri Mirallae," lanjut Paman.

Aku membelalak. Seisi ruangan bising seketika. Aku menoleh ke belakang. Jed berdiri sembari menatap bolak-balik ayahnya dan aku. Cissa berdiri meninggalkan podium. Semua ini jelas diputuskan Paman tanpa berdiskusi. Aku berpaling pada Thanay yang juga sedang menatapku.

Jadi dia, pikirku, pria yang diizinkan Paman untuk menikahiku.

***

SurealWhere stories live. Discover now