Lima

46.1K 5K 14
                                    

"Mir.. Mirallae..''

Seorang perempuan dengan telinga lancip berdiri gemetaran di ujung ranjang. Sementara orang yang ada di depannya tidak henti mengedipkan matanya. Ya, Asa mengedipkan matanya berkali-kali. Dia tak percaya dengan indera penglihatannya sendiri.

Bagaimana bisa dia berada di ruangan yang begitu luas dengan atap tinggi ini?

Semua yang ada di sekitarnya seperti berasal dari negeri dongeng. Bukan dongeng puteri biasa. Ruangan ini serasa dilingkupi aura magis. Interiornya klasik dengan banyaknya ukiran berbahan perak mengilap. Warna baby blue pada dinding menambah kesan natural ditambah dengan lima jendela besar di sisi barat yang menampilkan pemandangan lembah hijau berkabut.

Orang-orang kota yang penat dengan rutinitas kerja pasti rela membayar berapa pun untuk berada di ruangan ini, pikir Asa takjub.

Perempuan pertama yang dilihatnya sejak bisa membuka mata masih berdiri gemetaran sambil menutup mulutnya dengan tangan. Asa tidak tahu harus berbuat apa padanya. Dari suaranya Asa kenal perempuan itu adalah Jash si penggosip.

Mata Asa kembali memutari seisi ruangan. Satu sofa set klasik berada di sisi timur ruangan bersebelahan dengan pintu raksasa. Pintu raksasa yang decitan kayunya selalu membuat telinga Asa tegang menanti orang yang masuk ruangan ini semasa dirinya tidak bisa bergerak. Pintu itu berwarna cokelat asli kayu. Tidak dicat namun tetap indah dengan ukiran perak berbentuk alur daun di sepanjang sisi daun pintu dan gagang besarnya.

Pintu itu terbuka, memunculkan sosok perempuan lebih gemuk dengan telinga lancip. Mata perempuan itu membesar. Asa menangkap ganjil pada ekspresi dua orang itu terutama kata yang diucapkan mereka pun sama, Mirallae.

Asa menengok sisi tubuhnya. Di atas ranjang ini tidak ada sosok lain kecuali dirinya. Pun dalam ruangan ini hanya ada dia dan dua perempuan itu. Dimana Mirallae? Bathinnya.

Asa mencoba keluar dari selimut putih besar yang hangat itu. Dia turun dari ranjang namun sayang tubuhnya oleng. Membuatnya terjerembat jatuh dari ranjang yang ternyata cukup tinggi itu. Matanya menangkap sebuah tangga kecil dengan dua pijakan berada tidak jauh dari tempatnya jatuh. Seharusnya dia turun ranjang menggunakan tangga kecil itu, lengannya tidak akan ngilu menabrak lantai pualam gelap ini.

Dua perempuan itu berjalan mendekat. Keraguan tampak jelas di wajah mereka. Cicit ketakutan keluar dari mulut Mano. "Kami bantu.''

Asa masih bisa mendengar cicit itu. Dia segera bangkit. Gerak cepatnya membuat dua perempuan itu melangkah mundur. Asa jadi tidak enak hati melihat wajah mereka yang tidak nyaman dengannya. "Tidak perlu, aku baik-baik saja. Terima kasih'', kata Asa tulus sambil tangan kanannya memegangi siku kirinya yang membentur lantai.

Dua perempua itu beradu pandang. Mereka keheranan. Namun Asa mengacuhkannya dan berjalan menuju pintu raksasa. Membukanya dengan segenap tenaga yang ternyata sangat ringan. Tidak memerlukan banyak kekuatan. Dia berjalan menyusuri lorong panjang yang satu sisinya dinding dan sisi lainnya jendela-jendela besar dengan tiang-tiang yang dirambati pohon. Asa melihat sekilas ke arah luar jendela. Sebenarnya dia takjub dengan keindahan yang tersaji. Sebuah kota yang berdiri di antara alam seperti dalam film Lord of the Ring ketika para hobbit datang ke dunia elf. Sayangnya kedua kakinya terus membawa tubuhnya berjalan meski terseok-seok karena otot tubuhnya masih kaku. Di belakang, Jash dan Mano membuntutinya sambil terus saja memanggil nama Mirallae. Entah dimana Mirallae, itu pula yang sedang dicari oleh Asa.

Di ujung lorong terlihat ada belokan, Asa semakin mempercepat langkahnya. Dirinya meyakini sesuatu yang dia inginkan ada di sana. Belum sempat berbelok dirinya dihadang sekelompok perempuan dengan pakaian yang sangat indah. Terutama yang berdiri di tengah. Auranya menunjukkan dialah ketua dari mereka. Wajahnya cantik dan mahkota emas putih dengan batu permata biru tua di kepalanya menambah kecantikannya.

"Cissara!'' Asa tidak tahu kenapa dia tiba-tiba mencetuskan nama itu. Begitu saja terucap.

"Beraninya kau memanggil ratu..''

Perempuan bermahkota itu memberikan instruksi agar perempuan di sebelahnya tidak melanjutkan perkataannya. Dia berjalan mendekati Asa. Hati Asa lega seketika melihat senyum tipis perempuan itu.

"Ikutlah denganku, Mir.'' Perempuan bermahkota itu merangkul lengan kanan Asa.

Asa mengikuti kemana perempuan itu membawanya. Dirinya tak lain seperti dungu yang rela dibawa kemana saja asal dia bisa dekat dengan perempuan bermahkota ini. Dia yakin perempuan ini benar bernama Cissara. Satu dari dua nama yang pernah disebut Mirallae. Matanya melirik ke belakang. Perempuan-perempuan berpakaian indah membuntuti, paling belakang berjalan Jash dan Mano yang baru disadarinya berpakaian lebih sederhana.

Perempuan itu membuka pintu raksasa ruangan tadi. Membimbing Asa masuk ke dalam. Sebelum dia masuk, perempuan bermahkota itu berucap pada mereka yang mengikutinya, ''Tolong tunggu di sini. Aku perlu bicara berdua dengan Mirallae.''

Asa menatap selidik pada perempuan bermahkota itu. Pintu raksasa sudah tertutup, perempuan itu masih berdiri membelakangi pintu itu seolah membuat jarak dengannya.

"Mirallae.''

SurealOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz