Tiga

54.8K 5.9K 13
                                    

Suara derap langkah banyak orang terdengar. Bola mata Asa bergerak-gerak di balik kelopaknya. Dia berusaha fokus dengan suara di sekitarnya. Setelah kegelapan dan dingin yang tiba-tiba menyelimutinya, dia yakin dirinya sudah berada di tempat awal dia bersama Mirallae.

Kepalanya terus mengulang kata terakhir yang diucapkan Mirallae. Inatra. Asa tidak tahu orang seperti apa yang dimaksud Mirallae. Dia sadar dia tidak akan bisa memenuhi keinginan teman barunya itu jika dia sendiri bahkan tidak bisa merasakan otot dan tulang pada tubuhnya.

"Kasihan Mirallae. Melihatnya seperti ini membuatku iba padanya.''

Asa menangkap suara di kejauhan. Telinganya segera dia fokuskan. Ada nama kenalannya disebut oleh perempuan yang entah berapa usianya. Tidak ada kesan lembut dan elegan dalam suaranya. Apalagi ketika suara lain menimpali, terdengar seperti perempuan penggosip yang judes.

"Jangan pedulikan Mirallae. Mengingat betapa sombongnya dia semasa sehat, aku merasa keadaannya kini adalah ganjaran atas perbuatannya. Begitu menyebalkan. Dia bahkan mengacuhkan suami rupawan yang begitu mencintainya itu. Hanya demi siapa itu, penjaga istal istana. Sungguh memalukan. Pantas saja Inatra tidak pernah sudi menjenguknya. Dia pasti jijik pada Mirallae.''

"Hentikan omonganmu. Jika Thanay mendengar, tamatlah riwayat kita'', kata perempuan pertama.

Asa tidak suka omongan perempuan kedua yang sangat jelas menunjukkan ketidaksukaannya pada Mirallae. Dari suara saja, Asa menilai mereka berdua jauh dari level Mirallae yang berkelas.

"Thanay sedang ke sungai Dodsh. Malam ini, keponakanku yang diminta menjaga Mirallae.''

Suara ketus perempuan kedua membuat Asa tambah kesal. Setidaknya dia tahu malam ini bukan dua perempuan itu yang akan menjaga Mirallae. Sejangka kemudian dia berpikir jika nanti malam keponakan perempuan penggosip itu menjaga Mirallae lalu dimana Mirallae berada saat ini? Dimana dia sekarang berada?

Asa menghirup dalam aroma sekitarnya. Bukan aroma tanah usai hujan. Tidak ada hembusan lembut angin menerpa kulitnya. Tidak ada suara gesekan dedauan dan gemeretak ranting bahkan kehangatan sang surya.

Asa masih jelas mencium aroma khas Mirallae. Manis dan lembut yang memanjakan. Bahkan aromanya terasa begitu dekat.

Sekitarnya beraroma pinus dan rempah yang kuat. Bunyi cicitan burung terdengar merdu begitu dua perempuan itu pergi. Dia tahu dari suara langkah mereka yang menjauh dan bunyi decitan benda besar seperti pintu raksasa yang menutup. Pintu raksasa? Asa makin penasaran dimana dia berada ini. Dia berpikir dia berada di dalam ruangan. Hanya dia tidak yakin bagaimana bentuk ruangan ini. Suara angin yang berhembus membuatnya menebak ada jendela-jendela besar yang terbuka. Mungkinkah selama berada dalam kegelapan, dia dan Mirallae dibawa ke sini.

Krriiittt

Asa melenyapkan semua terkaannya. Telinganya fokus pada suara decitan pintu. Langkah-langkah ringan bergerak mendekatinya. Dia gusar dengan pergerakan yang terlalu gesit itu. Dia tidak bisa menebak siapa yang datang. Selain itu dia juga menghawatirkan Mirallae. Mendengar ucapan perempuan penggosip tadi, Asa menebak banyak orang yang tidak menyukai Mirallae.

Suatu benda ringan mendadak terlempar ke sisi Asa. Hati Asa makin carut-marut. Tubuhnya belum bisa bergerak, barang membuka mata pun nihil. Malah ada sesuatu yang baru di sisinya. Begitu dekat.

Siapa dia?

Asa bertanya dalam bathin. Berharap Mirallae berada di sekitarnya memberi jawaban.

Hembusan hangat menerpa wajah Asa. Dia menyadari sesuatu di sebelahnya adalah makhluk hidup yang bernapas. Entah bagaimana rupanya. Menurutnya sosok di sebelahnya dan dua perempuan tadi pasti sejenis dengan Mirallae. Giyom.

Waktu berlalu lama. Tak ada pergerakan dari sosok di sisinya. Asa tetap berantisipasi. Dia tidak kenal siapa di sebelahnya.

Jemari mungil menyentuh rambut yang menjuntai di atas dahi Asa. Napas Asa seolah tercekat di ujung tenggorok. Buncahan rasa rindu mensesaki hatinya. Asa pusing mendapati tubuhnya hilang kendali. Otaknya yang biasanya logis seakan menggilai sentuhan kecil itu. Ada candu kasat mata yang meresapi dirinya. Lenyap segala amarah, duka, dan khawatir yang semula melingkupinya.

Sayang, pemberi candu kasat mata itu pergi. Asa dapat merasakan derap langkah ringan menjauhinya disusul bunyi decitan pintu raksasa.

Perasaan kehilangan merangsek masuk ke dalam hati Asa. Dia tidak rela kehilangan sosok pemilik langkah ringan itu.

SurealWhere stories live. Discover now