Tiga Puluh

28.2K 3.6K 75
                                    

Kepala Thanay mendongak menantang sinar matahari. Peluhnya luruh dari kening ke pipi. Sudah lima hari sejak Mir menghilang. Selama itu pencarian dilakukan. Sukar dipercaya, Mir menghilang lagi. Bahkan setelah mengelilingi lembah Ishna, tempat Mir terakhir kali ditemukan tak sadarkan diri, Mir belum juga diketahui keberadaannya.

Kemana kau? Desah Thanay dalam hati.

"THANAY!" Donalen berlari tergesa. Perisainya berderak keras. Pedang besarnya dikepal erat satu tangan dan tangan lain memegang secarik kertas.

"Apa kau mendapat kabar Mir?" Tanya Thanay. Matanya menyorotkan harapan. Dia menghawatirkan Mir. Sangat. Ketika menghilang pertama kali, Mir tak sadarkan diri untuk berbulan-bulan. Kali ini, Thanay mencemaskan situasi yang lebih buruk dari tak sadarkan diri.

"Bukan," Don menggeleng, "aku pun tak yakin." Don menyodorkan kertas yang dipegang. "Aku baru saja menerimanya."

Thanay enggan membaca kertas itu. Air muka Don telah memberi sedikit petunjuk bahwa apapun dalam kertas itu berdampak buruk. Namun Thanay tetap meraihnya, membaca pelan, dan terdiam cukup lama.

Don tak sabar menunggu respon Thanay. "Seorang pemberontak tertangkap," ucap Don. "Beberapa menteri mengaitkan pemberontak ini dengan Mir."

"Biar kutebak," potong Thanay dengan senyum mengejek. "Willema."

"Ya. Willema yang mengumpulkan menteri-menteri itu," sahut Don. Dia enggan mengakui keberadaan Willema sebagai ketua penyihir tak lebih dari biang onar. Menghasut demi mengamankan posisi. Alih-alih melaksanakan tugas melindungi benteng sihir kerajaan.

"Menghasut, Don," koreksi Thanay. Don mengangkat sebelah bahu malas-malasan. Mereka sudah melakukan penyisiran besar-besaran di hutan Thunja dan masih belum menemukan jejak Mir. Anjing sihir milik Raja Jed hanya sanggup mengendus jejak Mir sampai hutan di belakang rumah. Seolah dari situ Mir dibawa oleh makhluk magis.

Tidak. Naga telah punah, pikir Thanay.

Naga, makhluk magis itu, telah lama tak menampakan diri. Sejauh ini orang-orang mengetahui naga hanya melalui kisah-kisah orangtua. Kebanyakan tidak berdasar. Bahkan Raja Artha pernah melakukan pencarian naga yang berujung nihil. Catatan masa lalu pun tidak menyebutkan naga dalam perkembangan kerajaan. Hanya tercatat dalam buku dongeng.

Don memandang arena latihan prajurit. Para pemuda giyom berlatih keras dalam arena-arena kecil. Sekitar mereka sepi dari lalu lalang orang, tetapi tak menutup telinga tersembunyi menguping percakapan mereka. Don ingin memberitahu Thanay apa yang dilihatnya di ruang kerja raja. Sesuatu yang berkaitan Mir dan Jed. Sekali lagi, Don mengatupkan bibir. Jangan memperkeruh situasi. Hilangnya Mir telah menimbulkan banyak praduga. Ke semua praduga tersebut mengarah pada hal negatif.

"Dimana pemberontak itu?" Thanay bertanya agak lesu. Dia kurang tidur, itu jelas akibat pencarian Mir. Namun dia lesu bukan karena itu. Thanay lelah menghadapi politik kerajaan.

"Di penjara kerajaan."

"Apakah kita bisa ke sana?"

"Aku rasa tidak. Tetapi..."

"Ya?"

"Aku bisa meminta bantuan Jed."

Jed, nama pria itu sekaligus raja, adalah siapa yang paling dihindari Thanay. Jed dan Mir, sesuatu dalam masa lalu mereka, telah membuat Thanay tak nyaman.

"Aku tahu kau tidak menyukai ideku, kawan. Tapi mari kita kesampingkan alasanmu. Kau butuh bukti untuk melawan Willema dan para menteri." Don menepuk bahu Thanay sekali, menarik kembali kesadaran Thanay akan prioritasnya saat ini.

"Ya. Kita akan meminta Yang Mulia-"

"Tidak perlu meminta tolong. Jed dalam perjalanan ke penjara. Kita cukup bertemu di sana, memberi satu dua alasan protokol lalu ikut masuk."

"Apakah Willema tidak memperhitungkan Yang Mulia yang akan membuktikan kebenaran tuduhan mereka?" Willema terkenal licin. Penyihir wanita paling mengerikan yang pernah dikenal Thanay. Namun penyihir berdarah murni nyaris sukar dilahirkan―sebuah fakta mencengangkan yang menjadi alasan Willema bisa dipromosi hingga puncak karir dalam kurun waktu sekejap.

"Aku rasa, Willema tahu. Tapi lawannya Jed." Don memanggul pedang besarnya pada bahu kanan. "Apapun yang Willema rencanakan―baik Jed, aku, dan kau―kita berada di sisi yang sama."

Thanay mengangguk. Kepalanya terangkat memandang cakrawala. Matahari masih bertengger di atas sana. Entah mengapa, sejak tadi dia merasakan sesuatu yang memikat. Sesuatu yang tak tersentuh juga menariknya dari arah matahari.

"Ayo, kawan." Don mengajaknya pergi. Thanay berpaling kepada Don, lalu balik menatap matahari. Matanya menyipit. Sesuatu itu telah hilang. Mungkin hanya prasangkanya. Dia balik badan, menyusul Don yang memimpin jalan.

***

"Dia di sana," kata Asa. Dia duduk pada punggung Obire―naga berperisai yang ditemuinya pertama kali.

"Aku tahu. Kau merindukannya?" Obire mengepakkan sayapnya yang lebar dan tampak kokoh dengan lapisan perisai di bagian atas.

"Aku ... aku, entahlah. Kurasa tidak," jawab Asa meragu.

Angin semakin kencang saat Obire bergerak semakin naik. Asa menggigil kedinginan. Mereka terpaksa terbang semakin tinggi karena Obire menemukan keganjilan pada sikap Thanay, yang diartikan Obire bahwa Thanay menangkap keberadaan mereka. Atau mungkin merasakan kecurigaan atas sosok mereka yang menyatu dalam sinar matahari. Itu buruk. Apalagi Asa masih belum bisa menampakan diri setelah mengadakan ritual sihir.

"Katakan padaku, apa kau menyukainya?"

"Siapa?"

"Suami Mir."

Asa menunduk kian dalam. "Mengapa kau menyebutnya suami Mir? Pria itu mempunyai nama!"

"Oh, kau cemburu."

"Tidak!"

"Ya! Aku tahu itu!"

Asa menggeleng kuat. "Seth mengatakan kekuatan naga tidak menjangkau hati. Kau berbohong!"

Obire berputar seratus delapan puluh derajat, membuat Asa menjerit ketakutan. Mereka terbang dalam posisi terbalik demi menghindari awan―yang Asa yakini hanya keusilan Obire. Asa memukul perisai kepala Obire sambil memintanya agar kembali ke posisi normal. Karena tidak mau menurut, Asa berkonsentrasi mengeluarkan kekuatan sihir.

Obire melonjak kaget. Tepukan Asa yang awalnya biasa, berubah jadi tepukan sihir yang menyerang kepalanya. Meski hanya serangan sihir kecil, tetap saja dia oleng saat terbang. Hingga posisi mereka kembali normal.

"Kau bisa meminta dengan baik, Asa."

"Aku memintamu," teriak Asa kesal.

"Senang bisa melayanimu, Ratu Asa."

Asa tahu itu lelucon Obire sehingga memilih tidak menanggapinya. "Jawab pertanyaanku tadi!" Nada bicara Asa sarat akan perintah.

"Tidak perlu sihir untuk memahami hati. Para naga pun memiliki hati. Cukup melihat dan dirasakan, kau akan mengerti."

"Sangat romantis, Tuan Obire Sang Pujangga."

"Kau meledekku."

Obire mempercepat laju terbang. Kepala Asa tersentak ke belakang, tak pernah mengira Obire akan mengubah ritme terbang demikian cepat. Jerit ketakutan Asa tenggelam dibawa angin.

***

Thanay sekali lagi menoleh kepada matahari. Rasa-rasanya dia mendengar suara familiar. Namun tidak yakin saat tidak menemukan apapun di langit, kecuali seekor burung. Setidaknya, Thanay berpikir itu burung.


###


08/10/2018

Oalaah... apdet lagiii 🎉🎉🎉

SurealHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin