Chapter 8 - I Love Him

4.6K 164 0
                                    

DON'T COPY MY STORY!!!

Biasakan budaya vote sebelum membaca. Thank you so much yang sudah mengikuti cerita author sampai chapter 8 ini. 😊

Happy reading...

***

William menemui para orang tua yang tengah mengobrol di ruang tamu. "Apa Morgan sudah berangkat?" tanya William lalu duduk di sebelah Belinda.

"Sudah. Kamu lama sekali di kamar Jen. Apa yang kalian bicarakan? Apa kamu berhasil membujuk Jen?" tanya Alex beruntun.

William menggeleng kecil. "Jen tidak akan pernah menikah sama Morgan," ucap William penuh penekanan.

"Ah! Anak itu .... Biar aku yang memberi pengertian," celetuk Jordan kesal.

"Tidak, Uncle, Aunty. Jen tidak mau menikah dengan Morgan, karena dia mencintai seseorang." Semuanya speechless mendengar penuturan William barusan.

"Apa kamu tahu siapa orang itu, William? Apa dia satu sekolah sama kalian?" tanya Clarissa penasaran. Belinda pun menunggu jawaban William dengan tidak sabar.

"Tentu, karena orang yang dicintainya adalah aku. Kami berpacaran." Semuanya tambah shock dan tak percaya dengan apa yang William sampaikan.

"Dia tidak mau dijodohkan, karena yang kalian pilih adalah Morgan. Tetapi jika kalian memilih aku, pasti dia tidak akan menolak," ucap William santai.

"Apa kamu serius?" tanya Belinda tak percaya.

"Terserah kalian semua mau percaya atau pun tidak. Tetapi, kalian tahu sendiri 'kan seberapa keras kepalanya anak itu. Aku hanya tidak mau dia sampai sakit karena mogok makan."

"Tetapi, kenapa kamu tidak protes seperti Jen tadi?" tanya Alex curiga.

William memutarkan bola matanya. "Apa Daddy lupa? Saking terkejutnya aku sampai tersedak tadi. Aku hendak protes, tetapi keburu Jen pergi, jadi ya lebih baik aku menyusul dia dan menenangkan dia."

"Jika Jen mencintai kamu, apa kamu juga mencintai Jen? Uncle tidak mau kamu hanya mempermainkan Jen dan kami semua," tanya Jordan sambil melempar tatapan mengintimidasi.

William menghela napas. "Aku memang bukan anak baik seperti Morgan. Aku bukan anak yang penurut seperti Morgan. Aku juga masih terlalu muda dan wajar jika kalian kurang percaya padaku. Tetapi, aku bukan tipikal orang yang suka mempermainkan wanita. Aku punya ibu dan ibuku adalah wanita. Jadi, jika aku menghargai wanita lain itu tandanya aku menghargai Mommy."

Belinda tersenyum bangga lalu memeluk putra bungsunya itu. "Mommy bangga sama kamu, sayang."

William tersenyum kecil lalu membalas pelukan Belinda. Setelah pelukan dilepas, William kembali menatap dua pria tua itu. "Jadi, bagaimana? Apa kalian tetap menjodohkan Jen dengan Morgan?"

"Aku setuju karena William juga adalah anak kamu, jadi tidak ada bedanya," ucap Jordan.

"Aku pun setuju," jawab Clarissa mantap.

"Tetapi, bagaimana dengan Morgan? Dia sudah setuju dengan perjodohan ini," ucap Alex bingung.

"Itu hanya sepihak, Dad. Kalau ini mereka sama-sama setuju," ucap Belinda.

"Aku perlu dengar jawaban langsung dari Jen."

"Jen setuju, Uncle, Aunty, Daddy, Mommy. Jen maunya sama William bukan yang lain." Semuanya terkejut saat melihat Jen tiba-tiba berdiri tidak jauh dari ruang tamu dan menjawab semua keraguan yang ada di sana.

"Kamu yakin sayang?" tanya Clarissa lagi.

"Ya. Bukankah tadi William sudah bilang bahwa aku mencintainya," jawab Jen dengan menekankan kata 'mencintainya', lalu menatap William dengan tatapan tak suka.

William tersenyum miring lalu mengedipkan sebelah matanya. Jen langsung memalingkan wajahnya.

"Baiklah .... Kami akan mengurus pertunangan kalian," ucap Jordan akhirnya.

"Apa? Pertunangan?" kaget Jen,.Sedangkan, William hanya santai saja.

"Iya, Jen. Kenapa? Kenapa kaget begitu? Harusnya kamu senang bukan kalau yang kamu katakan tadi benar?" ucap Jordan curiga.

"Bukan begitu, Uncle. Jen mungkin mau saya langsung nikahi. Dia tidak sabar," jawab William langsung dan alhasil mendapat pelototan dari Jen. Semua yang mendengar itu tertawa.

"Ya, sayangnya kalian masih sekolah padahal Mommy ingin cepat menggendong cucu," ujar Belinda lesu.

William seketika berdiri. "Kami bisa membuatnya sekarang juga. Dengan senang hati malah," jawabnya santai. Semua yang ada di sana langsung menatap William horror dan pria itu malah tertawa. "Aku hanya bercanda."

"Pokoknya jangan macam-macam kalian!" ancam Clarissa.

"Aku tidak akan menyerang jika Jen tak menggodaku."

"AKU TAK PERNAH MENGGODAMU, WILLIAM JOHANSSON!!!" pekik Jen kesal lalu segera pergi dengan kaki dihentak-hentakan.

William menaikkan satu alisnya sambil menatap Jen yang menjauh.

"Lucu ya anak kita," ucap Belinda pada Clarissa dan Clarissa hanya tersenyum.

"Maaf semuanya, tetapi aku harus pergi sekarang. Aku ada urusan penting."

"Kamu tidak pamit sama Jen dulu?" Tanya Clarissa lembut.

"Dia sedang merajuk. Nanti akan kutelepon dia."

"Ya, anak itu memang kekanakkan," ucap Clarissa.

"Tak masalah, Aunty. Aku sudah biasa. Kalau begitu aku pergi dulu, ya. Selamat malam semuanya."

William berjalan menuju pintu utama rumah besar ini. Saat William hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba seseorang mencengkram bahunya lalu membalikkan tubuh William. William terkejut, tetapi orang itu langsung mendorong tubuh besar William hingga punggungnya menabrak pintu mobil.

"Wow .... Aku pikir siapa. Tetapi, apa kau serius dengan aksimu ini? Aku jadi merasa bahwa kau sedang bergairah."

"Bergairah gigimu!!! Aku ke sini mau buat perhitungan sama kamu."

"Besok pas pelajaran matematika saja. Aku tidak punya waktu sekarang."

"Diam!" bentak Jen. William terdiam lalu menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Apa maksudmu dengan aku mencintaimu? Seenak jidatnya saja kamu menyatakan begitu dan lebih parahnya lagi hanya aku yang mencintaimu seolah-olah aku yang mengejar-ngejar kamu."

William terkekeh lalu menurunkan tangannya. Dia menggeleng tak percaya. "Jadi, kau berharap bahwa aku mengatakan aku mencintaimu. Begitukah?"

"Aku sama sekali tidak berharap begitu," elak Jen cepat.

"Really?"

"Yeah. Aku ingin kamu menarik kembali ucapanmu itu."

William lagi-lagi menggeleng. "Aku bicara begitu supaya mereka percaya, Jen."

"Kalau begitu minta maaf, karena kau sudah memfitnahku."

"Maaf. Puas?" ujar William datar.

"Itu tidak ikhlas namanya," gerutu Jen sambil memanyunkan bibirnya.

"Awas!" William mendorong tubuh Jen lalu segera membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. William menyalakan mesinnya, lalu membuka kaca Jendelanya. "Jangan lupa memimpikanku, ya."

"Never," jawab Jen cepat lalu pergi.

William terkekeh lalu menjalankan mobilnya.





TBC

***

Jangan lupa vote dan comment-nya.

Contact???
Instagram : (at)funggzz_

SevenTeen ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang