Chapter 39 - Die

2.5K 85 1
                                    

Playlist : Stay - Blackpink 🎶

***

"Jen ...."

Hati Jen berdetak kencang saat Alex tengah berdiri di depan pintu ruangan William dengan tatapan sendu dan suara yang terdengar lemah. Pikiran-pikiran negatif tentang William mulai bersarang dalam pikirannya. Dia menggeleng kuat untuk mengenyahkan pikiran itu dan melangkah mendekati Alex yang terlihat terpuruk. Jen mencoba berpikiran positif bahwa semuanya baik-baik saja. Dia selalu optimis bahwa William pasti akan membuka matanya.

"Ada apa, Uncle?" tanya Jen dengan pelan.

Vivian dan Jaz yang baru saja menyusul Jen menghentikan langkah mereka saat melihat Mr. Johansson tampak kacau.

"Jen ...."

"Kenapa Uncle di sini? Siapa yang menjaga William di dalam?" tanya Jen dengan suara kecilnya.

"Jen ...." Lagi-lagi hanya namanya yang diucapkan oleh Alex.

Jen lalu bergerak menuju pintu dan memegang knop pintu, tetapi suara Alex langsung menghentikan gerakannya yang hendak membuka pintu.

"William sudah tiada."

Napas Jen tercekat dan dia dengan cepat membuka pintunya dan menulikan telinganya mendengar ucapan Alex. Pasti dia hanya berhalusinasi.

Jen membekap mulutnya saat melihat tubuh kaku seseorang yang sudah ditutupi dengan kain putih dari kaki hingga kepala. Jen menggeleng tak percaya melihat ini semua. Terlihat dokteryang menangani William dan seorang perawat sedang mencatat tanggal dan waktu kematian pasien.

Jen segera berlari menghampiri brankar, lalu memeluk tubuh yang kini semakin dingin dan menangis tersedu-sedu.

"Tidak, William! Tidak! Buka matamu, please ...."

Dokter dan perawat yang berada di sana menatap Jen dengan prihatin. Tak lama Alex, Jaz, dan juga Vivian masuk ke dalam. Vivian langsung memeluk Jaz saat melihat keadaan menyakitkan ini. Alex dengan tergesa-gesa menghampiri Jen lalu memeluk tubuhnya.

"Sudahlah, Jen .... Ikhlaskan dia ...."

Jen semakin terisak dan mencengkeram kemeja yang dipakai Alex. "William kenapa tega meninggalkanku? Kenapa dia jahat, Uncle? Aku tidak apa jika dia tidak mencintaiku, tetapi tidak dengan dia meninggalkanku, Uncle. Aku sungguh tidak rela."

"Sssttt ... tenanglah, Jen. Mungkin ini sudah jalannya."

"No!" teriak Jen dalam isakannya. "William tidak mungkin secepat itu meminggalkan aku."

Morgan baru tiba di ruangan itu dan menatap tak percaya apa yang terjadi. Pandangannya mengarah pada brankar, di mana adiknya tidur dan kini sudah ditutupi kain putih. "Apa yang terjadi?"

Jaz menoleh dan seketika rahangnya mengeras. "Kau kakak paling tidak punya hati sedunia! Kau lihat sekarang? Adikmu sudah pergi untuk selamanya dan kau puas 'kan sekarang?"

Morgan menggeleng tak percaya. Tubuhnya merosot ke bawah dan dia hanya mampu bersandar pada pintu. Air matanya turun seketika tanpa bisa dicegah. Dia menyesal sekarang. Dia memang bukan kakak yang baik. Apa sekarang dia pantas disebut sebagai seorang kakak? Tidak sama sekali. Dia teringat akan kata-kata pedasnya sebelum insiden ini terjadi.

"Aku akan mengirimmu ke London."

"What do you mean?"

"Aku melakukan semua ini demi Jen. Dia yang memintanya sendiri agar dijauhkan darimu. So, aku harus mengirimmu ke rumah grandpa di London."

SevenTeen ✅Where stories live. Discover now