Chapter 28 - I can't

2.9K 95 0
                                    

Playlist : Lonely Together - Avicii 🎶

***

Jen sudah rapi dengan dress polkadot-nya. Dia keluar dari kamar lalu berjalan ke arah dapur. Jen mengerutkan keningnya saat melihat ada orang yang sepertinya tengah memasak di dapur.

"Siapa di sana?" tegur Jen sambil mempercepat langkahnya.

Jen menganga tak percaya saat melihat William memakai celemek berwarna pink bunga-bunga dan tengah memegang spatula.

"Hai," sapa William.

Jen segera menormalkan ekspresinya lalu sedikit berdeham. "Kau bisa memasak?" tanya Jen dengan ragu.

William hanya tersenyum tipis. "Jika tidak bisa, lalu untuk apa aku di sini?"

Jen mengangguk lalu memilih duduk di kursi meja makan.

William lalu kembali sibuk dengan masakannya. Entah apa yang dimasaknya. Jen harap dirinya tidak akan keracunan setelah memakan masakan pria bodoh itu. Tetapi, Jen sempat terpesona melihat William saat ini. Dia terlihat ... seksi.

"Jangan terus memandangiku, Jen. Nanti air liurmu mengotori meja makan yang tadi sudah kubersihkan," tegur William tanpa melihat Jen.

Jen tersentak kaget dan menyadari bahwa mulutnya terbuka. Dia segera menutupnya lalu menegakkan tubuhnya dan memfokuskan kedua matanya pada kuku-kuku tangannya yang dicat berwarna merah.

"Jangan terlalu percaya diri, Mr. Johansson. Aku sama sekali tidak memperhatikanmu."

"Really?" Kali ini William berbalik dan memperhatikan Jen dengan sebelah alisnya yang terangkat.

Jen membuang muka. "Of course. Sebaiknya kau selesaikan masakanmu karena aku sudah lapar."

William tersenyum geli lalu kembali melanjutkan memasaknya.

Jen menghela napas kasar lalu mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di atas meja.

"William ...."

"Hm?"

"Apa kau serius dengan pertunangan ini?" tanya Jen hati-hati. Takut kalau William akan tersinggung.

William menghela napas. "Of course. Kenapa? Apa kau ragu?"

"Iya .... Aku tidak mau kau menyesali keputusanmu ini nantinya. Aku sadar jika kita sudah terikat dengan ikatan pertunangan, orang tua kita pasti akan lebih antusias untuk menikahkan kita, William. Takkah kau kepikiran akan hal itu?"

William mematikan kompornya lalu mengangkat pancinya dan mulai memindahkan masakannya ke dalam piring-piring yang sudah disediakannya. William lalu memberikan sedikit garnish agar tampilannya lebih cantik. William membuat omelette untuk mereka berdua.

"William .... Kamu mendengarkanku, kan?"

William melepaskan celemeknya dan menggantungkannya kembali di tempatnya, lalu membawa dua piring itu dan menaruhnya di atas meja makan. "Aku sedang tidak mood untuk membahas itu," ujarnya dingin. William lalu mengambil dua gelas orange juice dan meletakkannya di atas meja.

"William ...."

"Makanlah ...," ucapnya tegas lalu duduk di sebelah Jen.

Jen menghela napas kasar lalu mulai memegang pisau dan garpunya. "Apakah ini lezat?" tanya Jen dengan pelan sembari memperhatikan makanannya.

William tengah mengunyah makanannya dan mengangguk.

Jen tampak ragu. Tetapi, saat melihat William semangat memakannya, sepertinya enak. Jen mulai memotongnya menjadi potongan kecil dan memasukkannya ke dalam mulut dan mulai mengunyahnya perlahan lalu menelannya.

"Bagaimana?" tanya William sambil memerhatikan Jen lekat.

"Ini enak," jawab Jen santai lalu memasukkan satu potongan lagi dan memakannya dengan lahap.

William tersenyum senang. "Baguslah kalau kau suka," ucapnya lalu kembali menikmati masakannya.

***

"William .... We have to talk."

William menghela napas lalu menjatuhkan bokongnya di atas sofa empuk berwarna maroon. "About what?"

Jen memutar bola matanya lalu duduk di seberang William sambil menatap pria itu dalam. "Tentang kelangsungan hubungan ini, William. Aku mau kita akhiri sandiwara ini. Aku tidak mau mengecewakan mereka nantinya."

"Oh, C'mon! Kau ingatkan perjanjian konyol antara keluarga kita. Kedua orang tua kita mau menjodohkan anak-anaknya. Jika kau memutuskan hubungan kita, itu artinya kau memilih Morgan Johansson."

Jen menggeleng. "Aku akan coba bicara dengan kedua orang tuaku, William."

William menghela napas kasar. "Kenapa, Jen? Kenapa kamu bersikeras mengakhiri hubungan ini?"

"A-aku ...."

"Jawab aku, Jennifer!" bentak William seraya berdiri.

Jen terperanjat lalu menundukkan kepalanya.

"Jennifer!" panggil William dengan nada tinggi.

"Aku hanya takut, William," jawab Jen dengan isak tangisnya.

William seketika menjadi panik saat melihat tubuh Jen bergetar. William segera menghampiri Jen lalu berlutut di depannya. "Don't cry, baby. Maafkan aku. Aku tidak sengaja membentakmu," ucap William lembut lalu menghapus air mata Jen dengan ibu jarinya.

Jen menggeleng. "Kau tidak perlu minta maaf, aku yang salah."

William mengangkat dagu Jen, lalu menatap manik mata milik Jen dalam. "Coba katakan padaku, apa yang membuatmu takut? Karena yang kutahu Jen adalah gadis pemberani yang tidak pernah takut pada apa pun."

"Tetapi, nyatanya aku takut, William. Aku takut jatuh cinta padamu."

Tubuh William menegang mendengar penuturan Jen barusan. Jen yang sadar akan apa yang dikatakannya segera berdiri.

"Maaf .... Anggap saja aku tidak pernah mengatakan itu," ucap Jen pelan.

William lalu berdiri. "Jen ...."

Jen menggeleng. "Tak perlu berbicara apa pun, William. Aku tahu aku bukanlah siapa-siapamu dan hubungan ini juga hanya sebuah perjanjian. Jadi, William ... supaya aku tidak jatuh terlalu dalam, berhentilah bersikap manis padaku. Kembalilah menjadi William yang menyebalkan seperti dulu. Kau bisa, 'kan?"

"Tetapi, Jen—"

Jen meletakkan jari telunjuknya di depan bibir William. "Aku mohon ...," ucapnya dengan wajah memelas.

"I can't." Setelah mengucapkan itu William langsung berjalan keluar dari kamar hotel.

Jen mematung di tempatnya. Air matanya kembali mengalir. Tubuhnya merosot dan duduk di atas karpet merah. Jen menekukkan kedua kakinya dan menyembunyikan wajahnya di sana.

"Nyatanya aku sudah masuk terlalu jauh, William. Aku baru menyadari perasaan ini ketika kita berciuman di balkon rumahku," lirih Jen.




TBC

***

Wow...

Ternyata oh ternyata...

Jen mulai mencintai William. Lalu apakah william akan membalas perasaan Jen ini?

Tetap ikuti cerita SevenTeen ini ya.

Terima kasih.

SevenTeen ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang