Chapter 66 - The Revenge

2.4K 80 4
                                    

Playlist : Boombayah - Blackpink 🎶

***

Chyntia duduk di cafe sambil menikmati hot chocolate-nya. Dia tengah menunggu kedatangan seseorang. Orang yang tiba-tiba meneleponnya dan mengatakan ada hal penting yang ingin dibicarakan.

Sudah setengah jam menunggu, tetapi orang yang ditunggunya belum datang juga. Dia memainkan ponselnya sampai seseorang datang dan mengambil tempat di seberangnya.

"Maaf karena telat."

Chyntia mengangkat kepalanya dan menatap orang itu tajam. "Aku sudah membuang waktuku untuk menunggumu dengan sia-sia, jadi langsung ke point pentingnya saja."

"Aku ingin membalasmu atas apa yang telah kamu perbuat padaku selama ini, Chyntia."

Chyntia mengerutkan kening bingung dan menatap Cindy dengan tajam.

Cindy dengan segera mengeluarkan beberapa lembar foto dari dalam tasnya dan menunjukkannya pada Chyntia. Kedua bola mata Chyntia membesar melihat foto itu. Foto itu diambil saat Rey menciumnya di parkiran gedung tempat Morgan bertunangan.

Chyntia ingin merebut foto itu, namun gerakannya kalah cepat dengan Cindy yang sudah menyimpannya kembali.

"Kemarikan foto itu!"

Cindy tersenyum miring, sembari menggelengkan kepalanya. "Tidak semudah itu, Chyntia."

Chyntia menggeram tertahan, rasanya dia ingin menjambak rambut gadis licik di hadapannya. "Apa maumu?"

Cindy tersenyum penuh kemenangan, kemudian bangkit berdiri. "Aku akan memberitahumu nanti. Tunggu telepon dariku, ya," ujarnya lalu pergi dari cafe itu.

Chyntia mengepalkan tangannya di atas meja. Menatap punggung Cindy dengan penuh amarah. Namun, dia tidak dapat melakukan apa pun. Kartu AS-nya telah dipegang oleh gadis licik itu. Dan jika sampai foto itu jatuh ke tangan wartawan, maka habislah nyawanya.

***

Jen menutup sambungan teleponnya. Beruntunglah ibunya menelepon di saat yang tepat. Jika tidak, mungkin dia sudah menjadi santapan William.

William duduk di atas sofa dengan wajah ditekuk. Dia merasa kesal karena seseorang mengganggu kesenangannya, padahal tinggal sedikit lagi maka Jen akan menjadi miliknya. Tetapi, mungkin bukan sekarang waktunya, tidak dengan cara memaksa Jen seperti tadi. William tahu bahwa dia salah karena hampir lepas kontrol, tetapi dia tidak bisa terus membiarkan Jen menjauh darinya.

Jen menatap William dengan sebelah alis terangkat, kemudian duduk manis di sebelah pria itu.

"Ibumu yang menelepon?" tanya William basa-basi padahal dia sudah tahu akan jawabannya.

Jen mengangguk kecil sebagai jawaban. "Ibu terkejut melihat apa yang terjadi di sini dan kurasa kedua orang tua kita akan bertemu untuk membicarakan masalah ini."

William menoleh ke arah Jen dengan senyum mengembang. "Ini kabar bagus!" serunya.

Jen mengerutkan kening bingung. "Kabar bagus?"

"Iya, aku akan melamarmu ketika keluarga kita berkumpul."

Jen melototkan matanya. William dan rencana gilanya benar-benar membuat Jen harus olahraga jantung. "Tidak! Aku tidak mau menikah denganmu!"

"Kenapa? Kita saling mencintai. Lalu, apa lagi?" protes William tak terima mendengar penolakan Jen.

"Semua ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, William," desis Jen. Jen menghela napas, kemudian kemudian menyentuh dadanya, tepatnya di bagian hatinya. "Masalahnya ada di hati. Luka yang ada di sini belum sembuh sepenuhnya."

William menunduk. Dia mengerti bagaimana perasaan Jen dan mungkin ini balasan yang setimpal untuknya. "Aku minta maaf untuk semua luka yang telah aku berikan, Jen. Tetapi, aku serius ingin menikahimu. Aku tidak bisa jika harus kehilangan dirimu lagi."

Jen menghembuskan napas kasar, menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa, menatap langit-langit hotel dengan pikiran menerawang. "Mungkin ini saatnya kita harus belajar melepas. Kita harus sadar bahwa apa yang kita inginkan tidak harus selalu kita miliki."

Rahang William menegang. Dia menoleh ke arah Jen dan menatap gadis itu dengan tatapan menusuk. "Tetapi, aku bisa memilikimu, Jen. Semua akan lebih mudah jika kamu mau menerimaku lagi."

Jen menatap William dingin. William terlalu menganggap mudah perasaannya. William terlalu berimajinasi tinggi jika pria itu bisa mengobatinya. Mungkin perlahan Jen bisa menghilangkan rasa sakit itu, tetapi tidak dengan ingatannya. Ingatan yang mampu mengorek kembali luka lama yang telah mengering. Perasaan takut akan disakiti dan dipermainkan lagi. Perasaan kecewa yang telah mendarah daging, membuat Jen tidak lagi bisa mempercayai apa yang keluar mulut pria itu. Dan jika sudah seperti ini, apa yang bisa diharapkan lagi? Apakah ada jaminan jika hal seperti ini tidak akan terulang kembali?

"Aku tetap tidak bisa, William," lirih Jen.

William menggeram marah, keduanya tangannya terkepal. "Kenapa, Jen?!" bentak William yang sukses membuat Jen menangis.

Jen tidak kuat lagi. Dia ingin menangis sejadi-jadinya sekarang. "Karena aku tidak mau kau sakiti lagi!!!"

William mengacak rambutnya frustrasi. Dia berdiri, menatap Jen dengan tatapan marah. "Aku akan kembali besok," ucapnya lalu segera keluar dari kamar hotel Jen dengan suara pintu yang dibanting.

Jen menangis kencang, memukuli dadanya yang terasa sakit. Dia tidak kuat lagi sekarang. Jen yang kuat dan tidak peduli apa pun sudah lenyap. Yang tersisa kini hanyalah Jen yang rapuh dan nyaris putus asa.

***

William memukul stir mobil dengan kencang. Menggeram marah dan menarik napas dalam-dalam. Hatinya terasa diremas dengan kuat. Lagi-lagi dia harus merasakan sakit hati mendapatkan penolakan dari gadis yang sama.

William tidak bisa berpikir jernih sekarang. Yang tidak dia mengerti adalah mengapa Jen sangat susah menerimanya? Mengapa gadis itu sangat keras kepala? Jika benar Jen mencintainya, harusnya saat ini mereka bahagia, bukan malah saling menyakiti.

William menyalakan mesin mobil, menatap tajam jalanan yang ada di hadapannya. Dia harus ke suatu tempat untuk menenangkan diri, tempat yang mampu menghilangkan penatnya. William menginjak gas, dan mulai menyetir hingga keluar dari basement hotel yang ditempati Jen.




TBC

***

Sorry banget karena kali ini pendek. Aku lagi tumpul banget. Tapi, aku janji akan lebih berusaha keras lagi. Dan disini aku mau minta izin dari kalian yang baca cerita aku.

Aku mau hiatus selama 2 minggu dulu dikarenakan UAS yang harus aku jalani untuk kenaikan semester.

Wish Me Luck!

Jadi, mohon kemaklumannya ya  🙏

Jangan lupa untuk vote dan comment-nya ya.

See you...

SevenTeen ✅Where stories live. Discover now