Chapter 41 - Dear Diary...

2.6K 96 3
                                    

Playlist : Havana - Camila Cabello 🎶

***

Jen POV

Aku menghempaskan tubuh ini ke atas ranjang king size milikku. Aku tersenyum saat menatap guling kesayanganku dan segera saja aku peluk tanpa aba-aba. Guling ini adalah guling khusus yang ada foto Williamnya. Guling ini dibuat khusus agar aku selalu merasa bahwa William masih bersamaku. Jujur, aku masih belum rela melepas kepergiannya dan setiap saat aku berharap bahwa guling ini akan berubah menjadi William yang sesungguhnya. Katakanlah aku gila? Namun, apa daya jika kita mencintai seseorang, tetapi semuanya dirampas begitu saja dari kita tanpa alasan. Menyakitkan, bukan?

Aku lalu mendudukkan diri dan mengeluarkan sebuah buku kecil berwarna pink beserta pulpen pink cantik menemaninya. Entah mengapa semenjak kepergian William, aku lebih memilih untuk mengurung diri di kamar. Sejujurnya aku juga terpaksa pergi kuliah. Tetapi, aku kasihan juga melihat wajah sendu kedua orang tuaku, maka dengan terpaksa aku menuruti apa kemauan mereka yaitu untuk berkuliah.

Aku mulai membuka diary ini. Aku merasa lega setiap menuangkan apa yang menghambat pikiranku, apa yang mengganjal hatiku. Dengan seperti ini aku bisa menahan air mata yang terus mendesak minta untuk dikeluarkan. Kalian tahu? Aku selalu mengatakan pada diriku bahwa aku sendirian dan maka dari itu aku harus kuat. Setidaknya untuk menyenangi orang yang kukasihi. Sempat terpikirkan untuk mengakhiri hidup ini dan menyusul William ke surga sana, tetapi seketika aku sadar bahwa itu tindakan bodoh. Belum tentu William mau bertemu lagi dengan seseorang yang menyakitinya. Kemungkinan terbesar William malah membenciku. Aku tidak bisa membayangkan itu.

Aku menghela napas kasar lalu mulai menodai kertas putih bersih itu dengan tinta hitam yang berasal dari pulpen cantik yang tengah kugenggam. Aku juga tak ingat kapan aku membeli buku ini. Hanya saja saat aku tengah berjalan-jalan tak sengaja melihat toko buku dan iseng tak iseng membeli buku ini. Katakanlah kekanak-kanakan, tetapi itulah kenyataannya.

Wednesday, December 20th, 2017

Aku tidak tahu apa dan bagaimana, semuanya terjadi begitu saja di luar nalarku.
Yang kutahu sekarang kini tinggallah kehampaan.
Kehampaan yang dengan kejamnya merampas oksigen yang kuhirup dengan paksa, namun perlahan.
Aku yakin aku pasti sudah gila jika memikirkan hal ini.
Tetapi, apa daya hati ini jika ia ingin menuntutku, menghakimiku, dan memaksaku untuk mengeluarkan air mata walau hanya setetes.
Aku tak paham akan situasi ini.
Logikaku berjalan, tetapi perasaanku terdiam.
Aku tahu mungkin ini yang terbaik dan harus kulalui.
Namun, apakah bisa?
Setiap moment, setiap saat, dan tanggal yang sama, mana mungkin aku melupakannya.
Seseorang yang berarti dalam hidupku, tetapi kusadar bahwa terdapat jarak yang memisahkan.
Mungkin ini berat. Tidak! Ini sungguh berat.
Aku tak tahu lagi harus apa, tak tahu harus bersikap seperti apa.
Akankah kau akan terus memandangku?
Akankah kau terus menemaniku?
Akankah kau tetap melindungiku?
Kuharap jawabannya iya.
Aku tahu ini berat juga bagimu.
Tetapi, aku tidak bisa.
Kumohon jangan membenciku, jangan menjauhiku, dan jangan memaafkanku.
Karena aku juga tidak bisa memaafkan diriku sendiri.
Aku di sini hanya dapat menunggumu.
Menunggumu menjemputku yang kukira sepertinya hanya khayalan.
Egoku memang besar, keras kepala iya.
Aku lelah ....
Andai kau tahu, aku ingin semua ini berakhir.
Tolong aku ....
Bawa aku pergi dari rasa sakit ini.
Bantu aku tuk bangun kembali.
Berilah aku kekuatan untuk menanggung semuanya sendiri.
Aku sadar bahwa hanya kesepian dan kesendirian yang kumiliki.
Tak pernah ada kebahagiaan yang kudapatkan.
Bukan tak ada sama sekali, hanya saja semuanya hanya semu.
Kau mengerti 'kan maksudku?
Tenang saja ... rasa ini masih sama untukmu dan takkan berubah.
Kenapa begitu?
Karena kaulah cinta pertamaku, maka kuputuskan juga bahwa kau adalah cinta terakhirku.
Boleh 'kan aku masih menyimpan rasa ini?
Kau tahu? Aku masih menunggumu untuk menjemputku dan membawaku ke dalam kebahagiaan yang kau bentuk.
Aku mencintaimu ... William Johansson.

Aku menutup bukunya rapat-rapat dan tak terasa air mata jatuh membasahi pipiku. Aku memukul dada ini untuk menghilangkan rasa sesak yang menggerogoti hatiku. Aku merasa frustrasi dengan semua ini. Kenapa hidupku sangat berat? Sungguh ... aku tak membutuhkan harta berlimpah seperti ini. Aku tak perlu seseorang yang selalu merasa segan setiap bertemu denganku. Aku bahkan tidak peduli nama belakang keluarga ini. Yang kuperlukan hanyalah kasih sayang. Seseorang yang selalu menemaniku baik suka maupun duka. Penyesalan memang selalu datang diakhir karena kalau di depan itu namanya pendaftaran. Kini dia sudah pergi .... Pergi meninggalkan dunia yang kejam ini. Lalu, sampai kapan diriku harus terjebak dalam rasa bersalah ini? Rasa bersalah yang tak ada ujungnya.

Air mataku semakin mengalir deras tanpa dapat dicegah. Aku merasa bingung dan kalut. Mengapa di umur yang baru ke-17 ini malah harus menyakitkan?

Apa yang harus dilakukan?

Adakah yang bisa menjawab?

Tolonglah aku ....

Aku menjambak rambutku sendiri dan berteriak frustrasi.

Siapa pun tolong bawa aku pergi dari penderitaan ini ....

Aku lelah ....

Aku menatap lekat guling itu dan segera kupeluk. Rasanya menenangkan. Perlahan kurebahkan tubuh lemah ini di atas ranjang empuk, tetapi terasa keras didetik yang bersamaan. Aku biarkan pendingin ruangan yang ada di kamarku ini menyala hingga derajat tertinggi. Biarkanlah aku membeku di dalam sini. Aku sudah tak peduli lagi.

Selama dua tahun ini aku sudah mencoba untuk tegar, tetapi tetap saja tidak bisa. Aku juga merasa bersalah dengan orang-orang yang kusakiti. Tetapi, aku tak akan minta maaf. Orang terakhir yang kubully itu adalah Claire Willow. Gadis itu memang tidak pernah takut padaku dan iblis dalam diriku ini merasa tertantang untuk membuatnya bersujud di bawah kakiku. Biarlah semua orang membenciku. Aku tak peduli. Yang kumau hanya William seorang.






Ready for Season 2 ?

***

Menurut kalian bagaimana chapter ini? Chapter khusus Jen.

Author sih no comment...

Jangan lupa vote dan comment ya.

Terima kasih.

SevenTeen ✅Where stories live. Discover now