Chapter 24 - Don't be angry, baby!

2.9K 101 0
                                    

Playlist : Came Here For Love - Sigala, Ella Eyre 🎶

***

Jen memilih menenangkan diri di balkon. Dia benar-benar kesal pada Vivian. Tiba-tiba ada tangan yang memeluk pinggangnya. Dan Jen dapat merasakan hembusan napas seseorang menerpa tengkuknya.

"Kamu kenapa?"

Tanpa Jen menoleh pun, Jen sudah tahu siapa itu. "Kenapa kamu bisa ada di sini?"

"Tampaknya mood-mu sedang kurang bagus."

Jen membalikkan badannya dan menatap William datar. "Itu kamu tahu. Jadi, sebaiknya kamu pergi dari sini sebelum aku melemparmu dari lantai 2."

William menaikkan sebelah alisnya lalu melepaskan pelukannya. "Kau terlihat sangat garang," ucapnya dengan nada menggoda.

"PERGI WILLIAM!!!" bentak Jen sambil mendorong bahu William.

William menarik kedua tangan Jen sehingga tubuh keduanya bertabrakan. "Don't be angry, baby!"

Jen mendongak dan menatap tepat di manik mata William. Perlahan bibir mereka semakin mendekat dan berciuman. Jen meletakkan kedua tangannya dileher William. Jen dapat merasakan bahwa William tersenyum, tetapi Jen tidak peduli. Dia butuh pria tengil ini.

Vivian menutup mulutnya dengan kedua tangan saat dirinya tak sengaja melewati pintu balkon yang terbuka. Di sana William dan Jen berciuman. Pipi Vivian memerah. Dia segera pergi dari sana sebelum ketahuan.

William menahan kepala Jen saat Jen hendak melepaskan bibirnya. Dan akhirnya mereka kembali larut dalam ciuman memabukkan ini.

***

"Halo, Hel ..."

"Ada apa, vi? Kenapa kamu bisik-bisik begitu?"

"Itu, hel. A-aku ...."

"Aku apa?" tanya Rachel tak sabaran dari seberang sana.

"Jen—mereka ciuman."

"Jen? Mereka ciuman? Maksudnya apa?"

"William dan Jen berciuman," ucap Vivian dalam satu tarikan napas.

"Bagaimana kamu bisa tahu?"

"Aku sedang ada di rumah Jen dan aku tidak sengaja melihatnya."

"Oh my God! Ini jawaban atas pertanyaan kita. Mereka saling mencintai," Rachel berteriak heboh.

Vivian berlari ke arah pintu dan membukanya sedikit. Aman! Ya, Vivian sedang bersembunyi di kamar Jen.

"Aku juga berpikir yang sama, makanya aku meneleponmu, tetapi ini hanya rahasia kita berdua."

"Tenang ... aku tidak akan bocor."

"Hel, sepertinya kita harus hentikan ini. Aku tidak mau memisahkan mereka dan kali ini aku akan memperjuangkan perasaanku pada Jaz."

"Kamu serius?" tanya Rachel antusias.

"Ya."

"Kenapa tiba-tiba?"

Vivian hanya diam. Dia bingung harus menjawab apa. Lagipula Rachel tidak tahu bahwa Jen membantunya untuk berubah.

"Vi, kamu masih di sana, kan?"

Seolah tersadar dari lamunannya, Vivian menjawab, "Iya."

"Ya sudah .... Aku tutup dulu ya teleponnya." Tanpa menunggu persetujuan dari Rachel, Vivian langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka membuat Vivian terlonjak kaget.

"Rupanya kamu masih di sini? Kukira sudah pulang." Jen masuk ke dalam kamar lalu berjalan menuju walk in closet.

"Emm ... Jen .... I'm so sorry."

"Forget it! Aku mau keluar. Kamu masih ingin tetap di sini?" tanya Jen datar.

Vivian menggeleng lalu meraih tasnya. "Aku pulang sekarang." Vivian langsung berlari menuju pintu. "Oh, ya! Bajunya besok kukembalikan."

Terdengar suara helaan napas. "Buat kamu saja." Setelah mengucapkan itu, Jen langsung menutup pintu walk in closet.

Vivian menghembuskan napas lalu keluar dari kamar Jen. Vivian terperanjat saat menemukan William masih berada di sini.

"Hai, Vi."

Vivian hanya tersenyum kikuk.

"Jadi, kamu yang membuat Jen marah?" tanya William santai.

"A-aku ...."

"Kamu boleh pergi sekarang."

Vivian mengangguk lalu segera keluar dari rumah Jen.

***

Jen memandang keluar Jendela. Dia sedang berada di mobil ferrari milik William. Tadi William mengajaknya untuk keluar, tetapi dia merahasiakannya tujuannya.

"Kenapa kamu diam saja?"

"Lalu, aku harus apa? Menarikan lagu baby shark dududu?"

William menyeringai. "Boleh juga, sekalian hiburan."

Jen memutar bola matanya lalu kembali memandang keluar Jendela. "Kita sebenarnya mau ke mana?"

William berdeham lalu menegakkan tubuhnya. "Rahasia."

Jen tiba-tiba menyadari sesuatu dan membulatkan matanya. "Kenapa kita keluar dari kota?" kaget Jen.

William hanya diam.

"William!"

"Sssttt .... Dari pada kamu ribut, mending tidur saja. Nanti jika sudah sampai aku akan membangunkanmu."

Jen menyilangkan kedua tangannya di dada. "Kau mau macam-macam, ya? Lalu, aku dimutilasi. Setelah itu kau membuangku ke hutan atau laut."

William tersenyum miring. "Bisa jadi lebih buruk dari itu."

Jen menelan ludahnya susah payah. Bibirnya bergetar karena takut.

Tiba-tiba William tertawa. "Just kidding! Astaga! Ekspresimu lucu sekali. Aku jadi ingin menciummu hingga kehabisan napas."

Jen spontan memukul lengan William bertubi-tubi. "Kau menyebalkan!"

William menghentikan tawanya lalu menormalkan ekspresinya. "Tidur saja. Ini akan lama."

Jen menurut. Dia menutup mata lalu mulai terlelap.





TBC

***

Maaf ya karena segini saja. Soalnya author lagi sibuk. Ini saja author sempat-sempatin. Hehehehe...

Masih setia sama SevenTeen, kan?

Moga-moga ya. Hehehehe...

See you...

SevenTeen ✅Where stories live. Discover now