Chapter 34 - What's wrong?

2.8K 86 2
                                    

Morgan membanting semua barang-barang yang ada di meja kerjanya, kemudian menjatuhkan tubuh besarnya di kursi kerjanya. Ingatannya masih dipenuhi dengan ucapan yang baru saja dilontarkan gadisnya. Dia pikir bahwa ketika gadis itu memilihnya itu berarti bayangan adik kandungnya dalam hidup gadis itu akan menghilang. Tetapi, apa nyatanya? Semua hanya angan belaka dan gadis yang dicintainya dalam pandangan pertama tak dapat melupakan pria yang memiliki hubungan darah dengan dirinya. Morgan mengacak rambutnya yang masih berantakan menjadi lebih berantakan. Hatinya panas sekarang dan yang dia inginkan sekarang hanyalah menjadikan gadis itu menjadi miliknya seutuhnya.

Tok .... Tok ....

Suara ketukan pintu itu menyadarkan Morgan dari lamunannya. Dia menatap lekat pintu besar di seberangnya sampai pintu itu terbuka. Dan tampaklah seorang gadis yang masih memakai piyama bergambar Hello Kitty berdiri di sana.

"Morgan ...," panggil gadis itu yang tak lain tak bukan adalah Jen.

"Untuk apa kau kemari?" tanya Morgan seraya berdiri lalu berjalan menuju jendela besar yang ada di ruang kerjanya.

Jen memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan itu lalu berdiri tepat di belakang tubuh tegap Morgan. "Kau masih marah?" tanya Jen dengan suara kecilnya.

Morgan hanya diam dan tak berniat untuk menjawab pertanyaan Jen yang Jen sendiri pun sudah tahu jawabannya.

"Morgan ...," rengek Jen sembari mencoba untuk menyentuh tangan Morgan, tetapi Morgan langsung menghindar.

"Apa benar bahwa kau mencintai pria itu?" tanya Morgan dengan datar.

Jen meneguk ludahnya kasar lalu menunduk. Jika itu yang malah ingin diketahui Morgan, maka dia akan lebih memilih untuk diam.

Morgan menghela napas, lalu memandang Jen yang tengah menunduk. Dia menarik dagu Jen agar Jen menatapnya. "Tatap aku jika aku sedang bicara sama kamu!"

Jen dengan takut-takut menatap mata Morgan yang juga tengah menatapnya.

"A-aku ...."

"Katakan!"

Jen memejamkan matanya lalu menjawab dengan satu tarikan napas. "Ya, aku memang mencintainya."

Kepala Morgan serasa panas saat mendengar pengakuan Jen bahkan telinganya ikut memerah. Morgan mengepalkan tangannya, lalu kembali menatap keluar Jendela. "Jadi, kau hanya menjadikanku sebagai pelarian?"

Jen menggeleng. "Tidak sama sekali, Morgan. Kau salah paham!"

"Salah paham katamu?!" bentak Morgan membuat nyali Jen menciut.

"A-aku ...."

Morgan lalu memejamkan matanya dan menghela napas panjang. "Keluar dari ruanganku sekarang!"

Jen speechless mendengar Morgan mengusirnya. "Morgan .... Kita bisa bicara baik-baik," bujuk Jen.

"Aku tidak terima kalau kau hanya menjadikanku pelarian, Jen."

"Aku tidak begitu!" protes Jen.

Morgan tersenyum kecut. "Lalu, kenapa kau mau bersamaku?"

"Morgan .... Aku bisa jelaskan."

Morgan menggeleng. "Dengar, Jen! Kau sendiri yang sudah lari padaku dan tak akan pernah kubiarkan kau lepas dariku."

"Apa maksudnya?" tanya Jen heran melihat sikap Morgan. Kenapa pria ini harus sangat marah padanya? Dia hanya silap menyebutkan nama William dan itu masalah sepele.

"Aku—pria yang ada di hadapanmu ini—yang menjadi kakak dari pria yang kau cintai dan yang lebih menyakitkannya lagi, hanya dijadikan pelarian. Aku mencintaimu dengan tulus, Jennifer Anlikie," lirih Morgan.

Mata Jen membulat sempurna mendengar pengakuan dari mulut Morgan sendiri. Tetapi, bagaimana bisa Morgan menyukainya? Pasalnya dia hanya dekat pada William dan lebih parahnya dia memutuskan perjodohan antara dirinya dengan Morgan tanpa mau mengenalnya terlebih dahulu.

Morgan mengusap wajahnya kasar lalu berjalan menuju pintu. Keluar ruangan dan membanting pintu dengan keras.

Jen sama sekali tidak bergeming dari tempatnya. Dia masih shock dengan semua ini bahkan dia tidak sadar bahwa dia menahan napas lebih dari sepuluh detik. Dia bingung harus apa sekarang. Satu masalah belum selesai, malah masalah baru datang lagi, dan itu semua karena keegoisannya.

Jen seolah tersadar dan segera berlari keluar ruangan. Dia menatap sekeliling apartemen ini, tetapi tak nampak batang hidung Morgan. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Dirinya sendirian. Dia tiba-tiba teringat akan pria yang sangat ingin dihindarinya itu. Memdadak atmosfer di dalam ruangan itu naik dan membuat Jen gelisah. Dia takut Morgan mencari William dan melampiaskan amarahnya. Tanpa membuang waktu lagi, Jen segera berlari ke kamarnya dan menyambar ponsel pintarnya. Dengan perasaan campur aduk, Jen menelepon seseorang untuk memastikan sesuatu. Kepanikan tampak jelas di raut wajahnya. Jen terus mondar-mandir karena orang yang dihubunginya tidak mengangkat teleponnya. Hanya nada sambung yang terdengar.

"Halo ...."

Dengan suara bergetar Jen menjawab. "Halo .... Bisakah kita bertemu? Aku mohon ...."

"Baiklah .... Di mana dan kapan?"

"Sekarang dan aku akan mengirimkan alamatnya."

"Oke." Setelah itu sambungan pun terputus.

Jen segera mengirimkan alamatnya dan tanpa membuang waktu lagi dia bergegas masuk ke kamar mandi.

***

"Ada apa, Jen?"

Jen hanya diam, menatap lekat pria yang kini ada di hadapannya. Setelah pelayan pergi untuk memberikan pesanan mereka pada chef pun Jen belum mau mengeluarkan suaranya. Dia hanya menghela napas berkali-kali dan itu membuat pria di depannya menatap Jen bingung.

"Jen .... What's wrong?"

Jen memejamkan matanya lalu menarik napas panjang. Tak lupa untuk menghembuskannya juga. "I'm sorry, Mr. Johansson."







TBC

***

Maaf karena digantungi...

Untuk tahu kelanjutannya silakan tunggu author kembali ya...

Bye...

SevenTeen ✅Where stories live. Discover now