Chapter 40 - Again?

2.6K 83 5
                                    

Playlist : As If It's Your Last - Blackpink 🎶

***

2 tahun kemudian...

Lagi-lagi pagi ini harus diwarnai dengan pembully-an yang selalu dilakukan setiap harinya di kantin Universitas California, Los Angeles (UCLA). Seolah-olah ini adalah ritual pagi bagi seorang gadis untuk mengawali harinya. Tak terhitung sudah berapa banyak yang menjadi korban pelampiasannya, tanpa peduli pria maupun wanita karena semuanya sama saja baginya.

Kali ini gadis itu mencari masalah dengan memecahkan sebutir telur yang dia ambil dari dapur kantin ke atas kepala seorang gadis bernama Claire yang sudah duduk di kursinya.

"Apa yang kau lakukan?!" maki Claire tak terima.

"Ck! Jangan marah-marah, sweetheart. Apa kau tak tahu apa kesalahanmu, hah?!"

Gadis dengan rambut hitam bergelombang itu tentu tahu apa yang dimaksud gadis yang tengah melihatnya dengan senyum mengejek ini. Tangannya terkepal kuat dan tanpa diduga dia nekat menarik rambut panjang gadis menyebalkan itu.

"Dasar gadis bar-bar! Enyahlah kau dari kampus elit ini. Kau bahkan tak pantas menginjakkan kaki di sini."

Gadis itu menatap lawannya garang lalu membalas tarikan Claire. "Kau kira kau siapa, hah?! Berani sekali menyentuh rambutku!"

"Singkirkan tangan kotormu itu dari rambutku, bitch!"

"Kau yang seharusnya melepaskan rambutku karena kau yang menjambakku terlebih dahulu!"

Claire semakin brutal menjambak rambut gadis yang sudah menyulut emosinya tanpa memedulikan siapa gadis yang tengah dilawannya.

"Jen ... Stop!!!" teriak dua orang gadis yang tengah mencoba memisahkan mereka berdua. Sedangkan, para penghuni kantin hanya mampu menonton dan melindungi dirinya sendiri saja.

"Kau ini apa-apaan, Jen? Kenapa selalu mencari masalah?" gerutu seorang gadis yang dikenal sebagai atlet taekwondo ini, Rachel Simsons.

Gadis yang dipanggil Jen itu berdecak tak suka, lalu melepaskan jambakannya. Begitu juga yang dilakukan dengan Claire.

"C'mon, Hel .... Dia yang mencari masalah denganku. Sudah jelas dia yang salah karena sudah duduk di tempatku dan malah melawan."

"Hei, gadis bar-bar! Kursi ini milik umum, kantin ini juga milik umum, jadi suka-suka aku mau duduk di mana," maki gadis yang terkena telur tadi.

"Ck! Makanya kalau punya mata itu digunakan. Jangan hanya dipakai untuk melihat pria-pria bermata keranjang! Apa kau tidak lihat bahwa sudah tertulis namaku di kursi yang kau tempati itu, hah?!"

Ketiga gadis yang ada di sana spontan menengok ke arah kursi yang disebut Jen dan membulatkan matanya saat melihat dua kata di sana.

Jennifer Anlikie

"Sudah lihat, 'kan? Sekarang minta maaf," ucap Jen dengan angkuh.

Claire mendengus kesal. "Aku tidak akan meminta maaf karena aku tidak salah."

Jen ingin menjambak rambut gadis itu lagi, tetapi Rachel segera menahannya.

"Tidak lagi, Jen," ucap Rachel sambil menarik kedua tangan Jen ke belakang.

"Lepaskan aku!"

"Sebaiknya kau ke kamar mandi sekarang dan bersihkan rambutmu itu! Kau pasti tidak akan suka dengan bau telur mentah," ucap gadis berkacamata yang sedari tadi diam. Dia adalah Vivian Lowie.

Claire lagi-lagi mendengus kesal. Tangannya bergerak meraih tas hitamnya yang tergeletak di bawah meja, lalu bergegas pergi sebelum dia bertambah malu karena ulah gadis berandalan itu.

"Harusnya kau membiarkanku merobek bibirnya itu!" gerutu Jen saat Rachel sudah melepaskan tangannya.

"Jangan cari masalah lagi, Jen!" tegur Vivian.

"Kalian membela dia, heh? Sebenarnya teman kalian itu siapa? Aku atau dia?"

Rachel dan Vivian hanya mampu menggeleng-gelengkan kepala mereka. Mereka lalu duduk di meja yang sudah diklaim Jen sebagai tempatnya.

"Kenapa kau selalu menulis namamu di setiap kursi yang kau duduki, Jen?" tanya Rachel saat teringat akan kejadian dulu, di mana dia duduk di kursi taman yang terdapat nama Jen juga.

"Agar mereka tahu bahwa kursi itu sudah ada yang punya dan mereka harus meminta izin terlebih dahulu."

Rachel berdecak tak suka. "Kenapa kau mengklaim segalanya sesuka hatimu, gadis nakal?"

"Jangan mencampuri urusanku, Rachel Simsons. Kau cukup urus saja urusan percintaanmu dengan Sam."

"Jangan membahas ini lagi," gerutu Rachel.

"Kalian berantem lagi?" tanya Vivian dengan kerutan di dahinya.

"C'mon, vi. Di dunia ini tidak ada hubungan semanis hubunganmu dengan Jaz. Aku bahkan iri padamu," ucap Rachel sembari cemberut.

"By the way, aku tidak pernah mendengar kabar soal Chyntia lagi," ucap Vivian tiba-tiba.

"Dia tiba-tiba menghilang begitu saja setelah ujian kenaikan kelas, bahkan aku tidak tahu sekarang dia kuliah di mana," timpal Rachel.

"I don't fucking care," ketus Jen lalu memilih fokus pada ponsel rose gold-nya.

"Jen ... jangan seperti ini terus. Sudah dua tahun kamu terpuruk karena kepergian William dan kamu malah melampiaskannya dengan membully mahasiswa-mahasiswi di sini. Lama-lama kamu bisa di drop-out," ucap Rachel mengingatkan.

"Iya, setidaknya pikirkan masa depanmu. Kepergian William sudah membuktikan bahwa kalian tidak berjodoh."

Jen menghela napas. "Aku sudah kehilangan gairah hidupku. Rasanya aku tidak punya semangat hidup lagi. Sebenarnya aku ingin mengakhiri hidupku dan menyusul William ke sana. Namun, aku tidak mau membuat orang tuaku sedih dan belum tentu juga William mau bertemu denganku di sana. Dia pasti membenciku."

"William tidak membencimu, Jen. Dia mencintaimu," ucap Rachel dan Vivian hanya mengangguk membenarkan.

Jen menggeleng kecil. Tak terasa setetes air mata jatuh membasahi pipi mulusnya. Dia menggigit bibir bawahnya untuk menahan isakan yang keluar dari bibirnya. Dia tidak mau semua orang di kantin melihatnya lemah seperti ini.

"Keluarkan apa yang mau kau keluarkan, Jen. Jangan ditahan," ucap Rachel sambil mengenggam tangan Jen.

"Aku sudah kehilangan semuanya. Dari kecil aku memang sudah tidak ditakdirkan untuk bahagia. Tidak ada yang peduli padaku. Rasanya aku sendirian. Aku bingung dengan jalan hidupku sekarang. Rasanya aku ingin mati saja, tetapi aku takut ...," lirih Jen.

Rachel dan Vivian menatap Jen iba lalu perlahan memeluk Jen untuk menenangkannya.

"Semua akan baik-baik saja. Kau hanya perlu lebih tegar lagi," ucap Vivian bijak.

TBC

***

Sejujurnya author lagi galau makanya author menuangkan semua emosi author dichapter ini. Tapi rasanya belum cukup. Masih saja galau. 😔

Huft... 😫

Hmm.. udah deh itu saja.

Btw pada ada yang kepo soal Morgan tidak??? Karena selanjutnya akan ada chapter tentang Morgan.

Jangan lupa vote dan comment ya.

See you...

SevenTeen ✅Where stories live. Discover now