Chapter 58 - Side to Side

2.2K 80 2
                                    

Playlist : Sweet Scar - Weird Genius ft. Prince Husein 🎶

***

William menggeram marah dan membanting semua barang yang ada di apartement-nya. Baru saja dia mendapatkan kabar dari anak buahnya jika Jen menghilang. William mengacak rambutnya frustrasi dan memikirkan kembali pembicaraan terakhir mereka. "Kamu akan menyesal, Jennifer Anlikie," gumamnya lirih.

Chyntia yang baru saja tiba, terkejut saat melihat apartement William yang sudah kacau. Lebih terkejut lagi saat menemukan William tengah terduduk disudut ruangan.

"Wil ...," panggil Chyntia sembari berjalan mendekat.

Tadi William meneleponnya dan mengatakan jika dia merasa tak enak badan. Maka dari itu, Chyntia berinisiatif membawa makanan dan berniat merawat pria itu. Tetapi, jika dilihat dari kondisinya, pasti sesuatu telah terjadi.

Chyntia berjongkok di depan William saat pria itu tengah menyembunyikan wajahnya di balik kedua lututnya. Chyntia mengusap pelan rambut pria itu hingga William mendongakkan kepalanya.

"Hei, babe," sapa Chyntia sambil tersenyum manis.

"Untuk apa kamu kemari?" tanya William dengan suara serak.

Chyntia mengangkat kantong plastik yang di bawahnya dan menggedikkan bahu. "Aku hanya membawakan sarapan untukmu."

William bangkit berdiri, disusul oleh Chyntia. Mereka lalu berjalan ke arah meja makan. William menempati salah satu kursi di sana, sementara Chyntia menyiapkan sarapannya.

"Chyntia ... tolong setelah ini suruh seseorang untuk membereskan kekacauan ini," ucap William pelan.

Chyntia berbalik kemudian meletakkan mangkuk berisi bubur itu di atas meja. "Aku bisa melakukannya jika kamu mau."

William meraih sendok dan mulai memakan sesuap bubur itu. "No, kamu bisa menugasi seseorang."

Chyntia hanya mengangguk lalu meraih tempat di seberang William.

"Jadi?"

William menghentikan pergerakannya dan menatap Chyntia tajam. "Tidak sekarang, Chyntia."

Chyntia menghela napas lalu melipat tangannya di atas meja. "Tanpa kamu memberitahuku, aku bisa mencari tahunya sendiri," ucap Chyntia keras kepala sembari meraih ponselnya dari dalam saku celana.

William mendorong mangkukya ke samping dan berdiri. "Jangan mencobanya atau kamu akan menyesal, Hilbert!"

Chyntia menghela napas dan meletakkan ponselnya di atas meja. Dia mendorong kembali mangkuk itu ke arah William saat pria itu memutuskan untuk duduk kembali. "Kontrol emosimu, babe. Aku tidak mau menjadi sasaranmu lagi," lirih Chyntia.

William tidak berkata apa-apa lagi dan mulai memakan buburnya.

***

Claire masuk ke dalam ruangan Morgan setelah salah satu anak buah Morgan keluar dari ruangan. Terlihat di depan sana, Morgan tengah duduk di kursi kerjanya sembari memijat keningnya. Claire menghembuskan napas kasar, lalu melangkah mendekati meja panjang berwarna coklat itu.

"Morgan ...."

"Ada apa, Claire?"

Claire meremas ujung blouse-nya sebelum mengucapkan kalimat yang mampu menghentikan waktu sejenak. "Bertunanganlah denganku ...."

Morgan merasa telinganya sedikit berdengung saat mendengar dua kalimat itu. Bertunangan? Dengan Claire?

Claire meraih kursi yang ada di depannya dan duduk di sana. Dia mencengkram erat ujung meja coklat itu dan sedikit menarik napas panjang sebelum menghembuskannya dengan cepat. "Ini untuk kebaikan, Morgan. Kamu tidak bisa terus terjebak dalam perasaanmu sendiri. Jen berhak bahagia dengan pria yang dipilihnya. Dan aku tahu saat ini William tengah salah paham akan semuanya. Aku wanita dan aku bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Jen."

Morgan mengerutkan keningnya lalu melipat tangan di atas meja. "Lalu, apa hubungannya dengan pertunangan yang kamu ajukan itu?"

"Sudah kukatakan bila itu demi kebaikan semuanya. Grandpa sudah tua dan aku tidak mau dia direpotkan dengan masalah kita. Aku juga akan membantumu untuk melupakan perasaan itu," jelas Claire dengan bersungguh-sungguh.

Morgan menghembuskan napas kasar dan menyandarkan dirinya di sandaran kursi kerjanya. "Dan kamu berniat untuk mengorbankan kebahagiaanmu? Aku tidak bisa menjanjikan bahwa aku mampu untuk membahagiakanmu, Claire"

"Maka dari itu, kita akan melakukannya bersama-sama. Jangan mencari Jen lagi. Di mana pun dia berada, dia pasti akan baik-baik saja. Kita cukup mencari kebahagiaan kita mulai saat ini."

Morgan memejamkan matanya beberapa detik sembari memikirkan semua perkataan Claire, bagaimana pun juga apa yang dikatakan oleh Claire benar. Dia tidak bisa terus memaksa Jen untuk bersamanya. Jika hal itu terjadi, Jen akan terus tersakiti. Bukan hanya oleh William, tetapi juga oleh Goldon Johansson.

"Baiklah. Aku akan menuruti apa kemauanmu dan kuharap ini jalan terbaik."

Claire tersenyum senang. Matanya berbinar-binar saat menatap Morgan. "Tentu saja. Kamu tidak akan menyesal."

***

William kini menyibukkan diri dengan bekerja, alih-alih untuk menghilangkan pikirannya mengenai Jen. William sebisa mungkin mencoba untuk tidak peduli, tetapi nyatanya itu sangat sulit karena kali ini dia benar-benar khawatir.

William tahu bahwa Morgan telah menggerakkan semua anak buahnya untuk mencari Jen dan hal itu semakin membuatnya tak tenang.

Aku masih mencintaimu. Kalimat itu terus saja berputar dalam kepalanya. Tiga kata yang diucapkan terakhir kali oleh Jen berhasil membuat hatinya kacau.

Sejujurnya, dia juga ingin mengatakan itu. Akan tetapi, egonya menghentikan niatnya itu. Dia tidak mau jika dia terlihat lemah walau telah tersakiti begitu dalam. Selama ini William masih menganggap Jen adalah miliknya. Miliknya seorang. Berupaya untuk meraih gadis itu kembali ke dalam pelukannya. Tetapi, saat pemandangan tak mengenakkan itu berada di depannya, di mana Morgan mencium gadis itu, membuat William benci dengan semuanya. Semua yang berhubungan dengan gadis itu, termasuk dirinya sendiri.

William mengutuki dirinya sendiri yang pengecut dulu. Tidak mampu mengungkapkan isi hatinya karena gengsi. William tahu pasti bahwa Jen membutuhkan kepastian darinya. Tetapi, entah mengapa dia merasa tidak bisa melakukannya dan takut akan mengecewakannya. Maka dari itu, sebisa mungkin William berusaha menahan hatinya yang ingin berteriak bahwa dia juga sangat mencintai gadis itu.

William meraih gelas yang ada di mejanya, lalu meneguk airnya hingga habis. Matanya menggelap oleh kemarahan dan tangannya meremas gelas yang tengah dipegangnya hingga suara retak terdengar. Darah terus mengalir dari telapak tangannya, namun William sama sekali tidak mempedulikannya dan terus menatap lurus ke depan. "Aku akan membuatmu memohon kepadaku kali ini, Jen," gumamnya berapi-api.

TBC

***

Halo semuanya....

Maaf banget kalau kesan William disini terlihat labil. Tapi itulah kenyataannya. William masih muda dan itu adalah proses dimana seorang pria tengah mencari jati dirinya. Hingga ego-lah yang berhasil menguasainya saat ini.

Kalau kalian bertanya-tanya kemana sebenarnya Jen pergi. Itu semua akan terjawab di chapter selanjutnya.

Jadi, jangan lupa untuk vote dan juga comment ya. Biar author semangat untuk ngetiknya.

Contact???
Instagram : (at)funggzz_

SevenTeen ✅Where stories live. Discover now