Mark

4.7K 682 67
                                    

Seoul 2011, musim panas.

"Arghhh!"

Kedua mata Seokjin sontak terbuka mendengar suara erangan yang membangunkannya secara tiba-tiba, lalu tak lama berselang, sebuah suara berdebum terdengar jelas di rungunya, membuat ia bergegas turun dari ranjang eboni-nya.

"Namjoon..." Seokjin membelalak begitu sadar bahwa kekasihnya tak lagi di ranjang kala hendak mengecek sosok yang biasanya bangun lebih lambat darinya itu, dan menduga bahwa erangan serta suara yang barusan terdengar mungkin saja berasal dari pria itu.

Sadar bahwa dirinya masih tak berbusana, Seokjin kemudian buru-buru meraih pakaiannya yang tergeletak mengenaskan di bawah ranjang, lalu mulai berjalan ke arah kamar mandi dimana suara bising itu sepertinya berasal, dan mengetuk pintu beberapa kali untuk memastikan bahwa Namjoon benar di dalam sana.

"Namjoon, kau di dalam?"

Suara erangan kembali terdengar, dan itu sukses membuat Seokjin panik lantaran takut hal buruk tengah terjadi pada kekasihnya.

Seokjin tidak lagi mengetuk. Pintu itu ia gedor kini sembari memanggil-manggil Namjoon yang sialnya justru mengunci pintu tersebut dari dalam hingga ia tak dapat masuk untuk melihat keadaan pria itu.

"Namjoon, buka pintunya atau aku akan..."

Ceklek!

Pintu akhirnya terbuka, dan menampakkan sosok Namjoon dengan wajah pucat pasi dan telapak tangan terus memegangi dahi.

"Ya Tuhan Namjoon, apa yang terjadi padamu?!" Panik Seokjin lalu meraih bahu Namjoon yang hampir limbung dan membantu pria itu berjalan menuju ranjangnya.

.
.

Seokjin keluar dari kamarnya setelah membantu Namjoon duduk bersandar di headboard. Lalu tak lama berselang, pemuda itu kembali masuk dengan segelas teh hangat yang sudah dicampur dengan madu dan irisan lemon.

"Kau merasa tak sehat, Joon?" Tanya Seokjin kembali setelah menyerahkan teh yang baru saja dibuatnya pada Namjoon. Ia juga mengusap peluh di dahi kekasihnya yang mulai membanjir. "Astaga kau panas sekali!" Seru Seokjin saat kulit tangannya berhasil bersentuhan dengan dahi Namjoon. Seokjin yang makin cemas lantas bergerak hendak berdiri, namun tangan Namjoon lebih cepat menangkapnya dan kembali mendudukkan tubuhnya di depan pria itu. Seokjin yang kini terduduk membelakangi Namjoon kembali merasakan hawa panas itu saat kedua lengan Namjoon merengkuhnya dan dagu yang bertengger manis di pundaknya.

"Kau di sini saja, Jinseok." Rengek Namjoon yang mulai menggesekkan hidungnya di bahu Seokjin.

"Tapi kau panas sekali, Namjoon. Kita ke rumah sakit, ya?" Bujuk Seokjin yang malah dibalas dengan gelengan di bahunya lagi.

"Kenapa butuh rumah sakit jika obat terbaik untukku adalah dirimu?"

Cup.

"Ahhh." Sebuah ciuman panas di tengkuknya berhasil membuat Seokjin berjengit. Namjoon tak sedang berbuat mesum padanya lagi. Kalaupun iya, Seokjin tentu tak keberatan. Tapi bibir Namjoon memang terasa panas di kulit Seokjin. "Ini bukan waktunya merayu, Joon. Kau benar-benar harus ke rumah sakit, duh."

Namjoon semakin mengeratkan pelukannya, membuat Seokjin kembali melenguh karenanya, sedangkan Seokjin mulai kehabisan akal untuk membujuk kekasihnya itu. Seokjin tidak tahu mengapa Namjoon tidak mau diajak pergi ke rumah sakit dan memilih bermanja-manja padanya. Sungguh tak seperti Namjoon yang biasa. Aneh.

Sebuah kerutan muncul di kening Seokjin saat kata terakhir tadi terlintas di kepalanya. Ia teringat pada kegiatan yang keduanya lakukan semalam. Kepala Seokjin lalu menoleh ke samping di mana wajah Namjoon masih setia menelusup di perpotongan lehernya. "Joon, apa kau sakit karena terlalu bersemangat semalam?"

MOONCHILD [ Namjin ]Where stories live. Discover now